63. Menyimpan Rahasia

42 9 5
                                    

Hola haloo, akhirnya bisa kembali lagi untuk melanjutkan ini hehhe

Maafkan terlambat lagi, dan kalian sudah tahu kenapa heehe..

Okey, what are you waiting fooor... let's dig in..

Enjoy and hope you like it 😊

63. Menyimpan Rahasia

Penjara Istana

Melik Tapar mengunjungi Sencer di penjara dan melihat Pejuang Pemberani itu tengah khusyuk menunaikan ibadah Shalat Isya. Sencer sebagai imam dan Arslantas sebagai makmum di belakangnya.

Untunglah di dalam sel, selain disediakan tikar, juga disediakan selimut kulit bulu untuk mereka tidur yang bisa diunakan sebagai sajadah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untunglah di dalam sel, selain disediakan tikar, juga disediakan selimut kulit bulu untuk mereka tidur yang bisa diunakan sebagai sajadah. Tapar begitu terenyuh melihatnya dan terkagum dengan akhlaknya. Pemuda itu selain berjuang mati-matian untuk negaranya, juga seorang pemimpin yang tetap menjaga shalatnya. Dia memang anak laki-laki yang baik, yang selalu di jalan yang benar. Tuduhan ini mungkin sebuah rencana untuk menghentikannya, tapi sebelum pengadilan tiba, ia tidak bisa menolongnya.

Tapar menunggu hingga mereka menyelesaikan shalat mereka.

"Semoga Allah menerima doa kalian," ucap Tapar saat Sencer tengah melipat alas shalatnya.

Sencer dan Arslantas terkaget dengan kedatangan Melik Tapar.

"Semoga Allah memberkatimu," sahut Arslantas.

"Yang Mulia Pangeran...?" Sencer hampir tak percaya, Melik Tapar datang mengunjungi mereka di penjara. Hatinya sedikit terobati dengan kedatangan sang Abang, setidaknya Beliau ada perhatian kepadanya.

Sencer segera merapikan alas shalatnya dan memakai kembali sepatunya, lalu dihampiri sang Pangeran yang dipisahkan jeruji sel.

"Apakah sulit bagimu berada di dalam sel bawah tanah ini?" Tapar memberi perhatian.

Sencer menengok sekilas Arslantas, dan tersenyum hangat, "Seringkali kami menjadikan batu sebagai bantal, langit sebagai selimut dan bumi sebagai alas tidur kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sencer menengok sekilas Arslantas, dan tersenyum hangat, "Seringkali kami menjadikan batu sebagai bantal, langit sebagai selimut dan bumi sebagai alas tidur kami. Berada di sel bawah tanah ini tidaklah sulit bagi kami."

Uyanis : Buyuk Selcuklu (Kebangkitan : Kesultanan Seljuk Raya) - TerjemahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang