"Bisa aja kalo seseorang mau nikah sama saya," gumam Yuniza.

"Apa?"

"Nggak." Yuniza menunjuk ke rumahnya. "Mau mampir dulu?"

"Nggak usah. Saya langsung pulang saja. Makasih sudah membantu Akbar dan ... sekali lagi maaf karena keributan di rumah saya." Adnan mengelap telapak tangannya pada sisi celana. Dia malu sekali hingga telinganya memerah.

Yuniza bisa melihat telinga Adnan yang memerah dan bingung. "Yang penting kamu udah jelasin ke anak-anak, semoga mereka bisa ngerti dan nggak bikin ayahnya pusing lagi."

Adnan tertawa kecil. Begitu pula Yuniza. Kemudian mereka saling pandang dan bersemu. Adnan kewalahan pada pesona Yuniza. Dia buru-buru berpamitan singkat, "Saya pulang."

Yuniza mengawasi Adnan yang masuk mobil dan membawa pergi mobilnya hingga hilang di tikungan. Gadis itu terdiam lama di tempat. Dia baru pergi dari situ setelah Keysha memanggilnya untuk masuk ke rumah.

MoM

"Nis, bangun, Nis."

Yuniza menggulingkan badannya hingga terlentang. Dia menggosok matanya sembari menyesuaikan diri dengan kamar yang terang. Di sebelahnya, Keysha menyengir lebar.

"Kenapa?" tanya Yuniza. Dia berusaha mengangkat badannya untuk duduk.

"Aku jalan duluan ke kampus, bilang ke Oma kalo aku lagi ada kumpul sama teman kuliah untuk diskusiin tugas kelompok."

Yuniza melirik jam weker bermotif kodok di nakas, lalu memicing ke Keysha. "Kerja kelompok jam setengah tujuh?"

"Kan jalanan macet. Wajar dong aku jalan duluan." Keysha bangkit dari kasur, merapikan pakaiannya, dan memanggul tas bertali panjang. "Oma masih di kamar. Mama dan papa masih siap-siap. Kamu yang nanti ngomong, oke?"

Yuniza mengangguk. Masih terlalu pagi untuk berpikir apa yang hendak dikerjakan Keysha. Toh, nanti dia akan tahu juga. Nyaris tidak ada rahasia yang sanggup Keysha tutup rapat, termasuk gaya berpacarannya dengan Deyon. Keysha masih mengantuk. Lelap menjemputnya terlambat semalam dan membuatnya masih merindukan tidur. Dia kembali rebahan, memeluk guling, dan jatuh dalam kenyenyakan. Yuniza yang malang tak tahu akan datang masalah lain tepat di dalam kamarnya sendiri dalam satu jam kemudian. Ya, Yuniza kembali dibangunkan. Kali ini oleh orang yang berbeda.

"Ninis, bangun. Cepat!"

Yuniza mengangkat badannya ke posisi duduk. Dia menangkap nada marah dari suara ibunya. "Kenapa, Ma?" Yuniza heran melihat kamarnya dipenuhi ibu, kakak serta kakak iparnya.

"Kasih tahu Mama, obat apa ini?"

Kantung yang dipegang ibunya adalah kantung obat-obatan Keysha. Bagaimana ibunya bisa memegang kantung itu? Kenapa Keysha tidak menyimpannya dengan baik?

Ingatan Yuniza tersusun. Dia lupa mengembalikan kantung obat yang ditinggalkan Keysha di taman kemarin. Kantung itu ada di tasnya. Tunggu! Tasnya...

Yuniza menoleh ke tasnya yang berpindah ke atas meja belajar. Matanya membelalak ke sang ibu. "Mama periksa tas aku?" tanyanya agak sangsi.

"Jawab pertanyaan Mama, obat apa ini?" Ibunya tak kalah sengit.

"Itu obat. Obat sakit kepala," dusta Yuniza.

"Obat sakit kepala dari klinik ibu dan anak? Kamu pintar bohong, ya?" Ibunya melempar kantung itu ke kasur.

Yuniza merinding. Dia lupa ada nama klinik di kantung obat. "Klinik itu jual obat sakit kepala," kukuhnya.

"Kamu nggak usah bohong lagi sama Mama." Tri berputar ke Harris, menantunya. "Pinjam hape kamu."

"Ma, aku yakin itu cuma setting content aja." Yessy menghalangi suaminya memberikan ponsel ke ibunya.

"Supaya bisa kita pastikan, kita introgasi anaknya. Sini, Harris."

Harris menyodorkan ponsel. Tri langsung menyambar ponsel itu, lalu mengarahkan layarnya ke depan Yuniza. Sebuah video berputar. Mata Yuniza membesar menyaksikan video macam apa yang ditunjukkan ibunya. Suara Keysha terdengar nyaring.

"Mas Adnan, Akbar itu lagi sedih karena kamu dan Yuniza putus. Di sini, yang terluka itu bukan cuma kalian. Kita bisa paham kalo Mas Adnan nggak mau ketemu Yuniza lagi, tapi Akbar juga sedih karena nggak bisa jadiin Yuniza mamanya. Udahlah, Za, kamu nggak usah terus-terusan bela cowok ini. Kamu itu dibutakan cinta. Gimanapun dia harus tahu kalo kamu lagi mengandung anak dia."

"Za, kami tahu kalian salah paham selama ini. Kami udah nahan diri. Key sedih tiap ngomongin lo. Sebagai sahabat lo, gue nggak bisa terus diam ngelihat lo bakal berjuang sendirian membesarkan anak itu. Mending... cowok ini tahu sekarang. Mau dia terima anak ini atau nggak, lo nggak harus nunggu dia. Kalo dia nggak mau terima lo dan anak lo karena hasutan tante jahat itu, lo nggak perlu terus berharap sama cintanya."

"Ma, itu nggak bener. Keysha lagi ngerjain cowok yang itu. Aku nggak hamil kayak yang Keysha bilang." Yuniza panik video Keysha dan Deyon yang sedang berbohong ada di tangan ibunya.

"Siapa pria itu?" Ibunya menunjuk layar ponsel.

"Dia..." Yuniza bingung bagaimana menjelaskan sosok Adnan. "Teman aku."

"Teman? Teman kamu? Hanya teman?" Tri mengembalikan ponsel Harris. "Dia yang antar kamu semalam, kan? Sedekat apa hubungan kalian?"

"Teman aja, Ma. Beneran." Yuniza menoleh ke Yessy, memohon bantuan.

"Mama mau ketemu sama dia."

"Buat apa?"

Tri melotot. "Kalau kalian hanya teman, Mama boleh kenalan sama teman kamu. Iya, kan?"

"Ma, dia sibuk banget." Yuniza bangkit dari kasur.

"Kemarin kamu ke mana?"

"Kemarin?"

"Kamu pergi sama dia, kan? Kemana kalian pergi?"

"Ma, aku nggak melakukan yang aneh-aneh."

Tri menepis tangan Yuniza yang memegangi lengannya. "Mama nggak nuduh kamu melakukan yang aneh-aneh. Mulut kamu sendiri yang bicara begitu. Pokoknya Mama mau ketemu sama pria ini."

"Ma..."

"Sst." Tri mendelik. "Jangan keras-keras, nanti papa kamu dengar. Bisa kumat penyakitnya."

Yuniza mengulum bibir dan menunduk.

"Mama mau tahu siapa pria ini dan gimana bisa ada video memalukan itu. Soal obat itu, Mama akan tunggu kamu jujur." Tri menghela napas. "Mama tahu kamu diam-diam pakai testpack. Mama udah lihat hasilnya."

Rahang Yuniza jatuh. Tri salah paham. Namun menjadikan dia sebagai tersangka sebelum menyentuh status tertuduh itu menyakitkan. Apalagi hakimnya adalah ibunya sendiri. Secara alami, Yuniza menangis atas kekecewaan yang dia terima dari sikap ibunya. "Itu bukan punya aku," desisnya sembari menyeka air mata.

Tri tidak berkata-kata. Dia hanya memandang lama Yuniza.

"Ma, sebaiknya kita dengarkan penjelasan Ninis dengan kepala dingin. Jangan menyudutkan Ninis begini." Yessy mendekati Tri dan merangkulnya.

"Gimana Mama bisa tenang, Yes? Anak perempuan Mama..." Tri mengusap mukanya. "Sudah, kita dengar penjelasan Ninis bersama pria itu."

Tri meninggalkan ruangan. Yessy bolak-balik melihat Tri dan Yuniza, lantas memutuskan untuk bertahan di situ. Dia meminta suaminya berangkat kerja. Setelah tersisa Yuniza dan Yessy dalam kamar, Yuniza jatuh terduduk di sisi kasur. Yessy duduk di sebelahnya. Yuniza memeluk Yessy dan menangis sejadi-jadinya.

###

08/08/2023

ini za nangis karena dituduh emaknya gitu. Kasihan euy...

Grapefruit & RosemaryWhere stories live. Discover now