32

2K 396 26
                                    

Keysha mencuri pandang ke Yuniza takut-takut. Kedua tangannya bermain di atas pangkuan, saling menjalin dan mengetukan ujung ibu jari. Yang diperhatikan masih sibuk mengepak barang-barang ke dalam tas.

"Nis," panggil Keysha. Suaranya rendah dan bergetar.

"Hm?"

Kamar itu hanya dihuni mereka berdua. Pintu ditutup rapat seakan memisahkan mereka dari dunia luar. Namun tidak ada keakraban yang terasa di antara mereka. Yuniza nyaris tidak membuka mulut semenjak Keysha masuk ke kamarnya beberapa menit yang lalu.

"Kamu mau kemana?" tanya Keysha ragu-ragu.

Yuniza berhenti. Dia menghela napas, lalu berbalik ke Keysha bersama senyuman lembut. "Melarikan diri," jawabnya dengan santai.

"Nis..." Keysha berpindah ke dekat Yuniza. Dia memegang kedua tangan Yuniza. Ketakutan terpancar di wajahnya. "Kamu becanda, kan?"

"Becanda lah." Yuniza menepis tangan Keysha. Dia kembali memasukan pakaiannya ke dalam tas. "Aku nggak mungkin kabur. Nanti Papa bisa terkejut. Aku nggak mau ada apa-apa ke Papa."

"Nis, aku mikir kita udah terlalu jauh. Sebaiknya kita ngomong ke keluarga soal situasi aku. Oma udah salah paham ke kamu karena obat aku. Lama-kelamaan, aku ngerasa, Opa bakal tahu juga. Sebelum tambah kacau, kita bisa perbaiki situasi ini. Oma harus tahu kamu nggak hamil."

Yuniza tidak menanggapi. Dia terus saja memasukan sisa pakaiannya ke tas punggung besar.

"Nis." Keysha merengek perhatian dengan menggoyangkan lengan Yuniza. Dia baru berhenti begitu Yuniza memberikan perhatian sepenuhnya pada dirinya.

"Aku nggak tahu apa yang baik yang bisa kita lakukan. Terus menyembunyikan kehamilan kamu atau terus terang ke keluarga." Yuniza menunduk. Tangannya berhenti. "Apa pun yang kita pilih, pada akhirnya..."

"Apa?"

Yuniza menggeleng. "Nggak, aku lupa."

"Mendadak gitu?" Keysha mengernyit.

"Iya. Namanya nambah tua. Bisa sewaktu-waktu lupa." Yuniza menyengir.

Keysha masih tak percaya. "Kita cuma beda setahun, gimana bisa kamu ngaku udah tua. Pasti ada yang kamu sembunyikan. Kasih tahu aku."

"Nggak ada."

"Kamu punya rencana apa? Kenapa mengepak pakaian kamu? Mau pergi ke mana, Nis?"

"Key, aku nggak akan ninggalin kamu. Percaya sama aku."

"Tuh kan kamu mau pergi."

"Key..." Yuniza memandang Keysha dengan pilu.

Keysha cemas pada perubahan sikap Yuniza. Dia menarik Yuniza untuk duduk di tepi ranjang. Yuniza menurut dan mereka duduk bersebelahan.

"Aku nggak pernah tahu apa yang aku mau. Jurusan kuliah dipilihkan. Kampus juga dipilihkan. Harus selalu nurut. Kalo ngebantah dibilang nggak sopan. Hidup seperti ini bikin aku nggak berani merencanakan masa depan. Boro-boro bikin rencana, berkhayal aja aku ragu. Aku selalu nggak yakin setiap memulai sesuatu, takut gagal, takut disalahkan. Aku juga takut ditinggal karena selalu dibuat bergantung ke orang tua. Tapi sekali ini, aku punya keinginan. Aku ingin punya keluarga sendiri," ucap Yuniza secara perlahan dan hati-hati.

Keysha menggenggam kedua tangan Yuniza. "Kamu udah punya keluarga, Nis. Kita keluarga kamu."

Yuniza tersenyum pilu. Dia menarik tangan kanannya untuk mengelus pipi Keysha dengan sayang. "Kamu, Mama, Papa, Kak Yessy, dan Kak Harris. Kalian semua keluarga aku. Hubungan kita nggak akan berubah. Aku hanya ingin punya keluarga kecilku. Aku dan suamiku. Lebih baik kalo kami punya anak-anak."

Grapefruit & RosemaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang