15

3.8K 651 133
                                    

"Tetap aja kamu harus izin ke ayah kamu. Kalo datang kayak gini, ayah kamu bisa mikir kamu anak nakal." Meskipun Yuniza mengasihani Akbar, dia tidak bisa seenaknya mengiyakan permohonan si anak. Dia tidak dalam posisi bisa mengajak menikah Adnan.

Sungguh deh, Yuniza ingin sekali blak-blakan bilang dia yang telah ditolak bapake. Sayangnya gengsinya cukup besar untuk mengaku di depan seorang bocah bahwa dia perempuan yang gagal memikat pria. Terlebih, si pria adalah anak si bocah. Gengsi ini bagai biji salak yang menyangkut di tenggorokan.

"Do you think I'm naughty?" Akbar memiringkan kepala. Dia duduk dengan baik. Kedua tangannya ditata rapi di atas lutut.

"Kakak mikir kamu baik." Hanya sedikit nyentrik, tambah Yuniza dalam hati.

"So do I. I'm a good boy. Nenek said so. Abang said so. Kak Dira eummm..." Wajah Akbar seketika masam. "She never said so and ... I don't care. She's not smart. Not smart people have trouble to THINK."

Yuniza tersenyum. Dia mulai penasaran dengan sosok Kak Dira. Akbar mengesankan hubungannya buruk dengan si pemilik nama.

"Akbar memang bukan anak nakal, tapi minta izin dari ayah kamu itu penting. Sekarang kamu pulang." Yuniza bangkit. Tak ada lagi yang ingin dia bicarakan. Akbar telah salah mendatanginya. Jika dia menginginkan ibu, dia harus datang ke Adnan.

Akbar melompat dari kursi, lantas tangannya terentang menghalangi Yuniza. "Will you marry ayah?"

Suara Akbar terlalu menyayat untuk dia cueki. Anak itu memberinya sorot penuh harap. Dia tersentuh. Sekalipun pengalamannya tak banyak soal berinteraksi dengan anak-anak, dia tahu memecah balon harapan seorang anak adalah tindakan tak baik. Dia pernah mengalaminya ketika kecil. Saat dia menginginkan boneka beruang berwarna cokelat, ibunya memberikannya boneka beruang putih sebab Keysha menginginkan yang cokelat. Dia dipaksa mengalah terhadap keinginannya. Tangisannya disepelekan. Setelah itu dia menerima banyak perlakuan yang menuntutnya berhenti berharap sembari ditancapkan stigma 'Yang tua yang mengalah'. Dia tahu betapa menyesakannya berada di posisi harus melepaskan yang dia suka karena situasi. Dia tidak ingin ada anak lain yang mengalami peristiwa serupa. Akbar tentu tidak mempunyai keponakan seperti Keysha yang membuatnya harus mengalah. Namun Akbar tengah menggenggam balon harapan itu yang mengingatkan kepada dirinya di masa kecil.

Yuniza berjongkok di depan Akbar. Tangannya memegang bahu Akbar. Dalam jarak sedekat ini, dia mengamati rupa Akbar. Melalui rupa wajah Akbar, Yuniza bisa menemukan figur Adnan semasa kecil. Bentuk alis, mata, hidung, dan bibir Akbar persis Adnan. Yang membedakan hanya warna kulit Akbar lebih putih. Timbul rasa nyaman berdekatan Akbar, terutama aroma badan Akbar yang khas anak-anak. Aroma cotton dan eucalyptus.

"Akbar minta Kakak nikah sama ayah karena Akbar ingin punya mama, ya?" tanya Yuniza berhati-hati.

Akbar mengangguk dua kali. Matanya tak lepas dari menatap Yuniza.

"Tapi kenapa Akbar minta Kakak yang jadi mama kamu?"

"Kan Kakak suka sama ayah."

Yuniza ingin sekali merangkum wajah Akbar yang polos saat menjawab. Anak itu tidak salah. Dia memang suka dengan Adnan. Namun di balik itu, dia punya niatan jahat menikahi Adnan. Dia ingin memanfaatkan pernikahan mereka untuk menutupi kehamilan Keysha. Timbul rasa bersalah karena dari tindakannya itu ada yang bakal terluka.

"Nikah nggak semudah itu. Kakak suka sama ayah kamu. Belum tentu ayah suka sama Kakak. Kalo nggak sama-sama suka, kami nggak bisa menikah. Selain itu, harus ada alasan lain buat orang dewasa menikah."

Akbar memegang rahang Yuniza dan berubah serius. "Aku udah tanya orang-orang kenapa adults marry. Tante bilang, dia nikah karena nggak mau bobo sendiri. Om bilang, nikah itu bagus untuk kesehatan pria. Om Nandar nikah karena ingin completed his deen. Nenek nikah karena cinta kakek. Bu Param nikah disuruh mboke. Why don't you marry ayah?"

Grapefruit & RosemaryWhere stories live. Discover now