15. Runtuh

730 151 40
                                    

Jangan lupa klik bintang nya ya, sebelum membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa klik bintang nya ya, sebelum membaca

Happy reading yall!

Victory dan Jennie tengah berjalan-jalan di kota. Menikmati malam yang tenang. Tangan mereka terjalin dan mereka berbicara ringan. Victory menyadari bahwa akhir-akhir ini Jennie agak menjauhi dirinya. Hampir tidak pernah berbicara dan menghindari kontak mata dengannya. 

Jennie sedang menatap sepatu pantofel baru yang dibelikan Victory untuknya kemarin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jennie sedang menatap sepatu pantofel baru yang dibelikan Victory untuknya kemarin. Pikiran itu mengalir di benaknya. Ia harus segera memberi tahu Victory, namun dirinya hanya tidak tahu bagaimana harus mulai memberitahunya. 

Gadis itu tidak memperhatikan Victory yang berhenti berjalan sampai lengannya merasakan sedikit tarikan. Jennie mendongak tapi ia sedikit menyesal karena harusnya dirinya tidak melakukannya ketika melihat yang tidak lain adalah Naomi Edward dan Louisa Mackenzie. Mereka hampir menabrak satu sama lain, tetapi Victory berhenti dan membiarkan gadis-gadis itu pergi lebih dulu. Naomi menundukkan kepalanya karena terlalu malu. Gadis-gadis itu berjalan melewatinya dengan cepat.

Jennie dan Victory melanjutkan perjalanan mereka. Victory memutuskan untuk mencoba dan memulai percakapan. Lelaki itu ingin menghibur Jennie tetapi ia tidak tahu caranya. Jadi Victory memutuskan mulai berbicara dengan harapan Jennie membagikan apa yang ada di pikirannya.

"Mereka sebelumnya tidak pernah datang ke tempat seperti ini." ucap Victory merujuk pada dua gadis tadi yang sekarang sudah lama tidak berteman dengannya lagi.

Victory tersenyum dan menatap Jennie. Gadisnya itu biasanya akan merespon atau tersenyum tetapi saat ini Victory tidak mendapatkan respon apa-apa. Hanya wajah kosong. Senyum di wajah Victory seketika menghilang. Jennie bahkan berbalik arah tanpa memandang Victory. Pemuda itu memutuskan untuk mencoba dan mencari tahu apa yang salah.

"Apakah kau khawatir tentang pendaftaran kuliahmu?" tanya Victory. Mereka berbelok ke sebuah jalan gang.

"Tidak." kata Jennie begitu lembut. 

Aku harus memberitahunya

Hanya itu yang ada dipikirkan Jennie sekarang. Gadis itu menarik napas. "Aku tidak akan mendaftar ke perguruan tinggi." ungkap Jennie lalu melepaskan tangan Victory. Membuat alis sang lelaki berkerut bingung.

"Kupikir kau bilang—" ucap Victory.

"Tidak. Kau hanya berasumsi!" Jennie memotongnya. 

Victory tersentak mendengar nada agresif Jennie. "Apakah kau mengambil cuti setahun dan mencoba untuk membantu di pelayanan masyarakat?" tanya Victory.

"Tidak." Jennie menyangkal. 

Victory berhenti berjalan dan menatap Jennie. Sehingga Jennie berbalik menghadap Victory. "Oke. Jadi apa yang akan kau lakukan?" tanya Victory lagi. 

Jennie hanya menunduk. Sang gadis memutuskan bahwa ia harus memberitahu Victory sekarang. Mungkin juga karena Victory pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat. Dan Jennie lebih suka Victory mengetahuinya dari dirinya secara langsung. Jadi Jennie mengambil napas dalam-dalam dan mengangkat kepalanya menatap lelaki yang ia cintai itu. Victory terlihat khawatir karena Jennie meneteskan air matanya.

"A-aku sakit." Jennie mengatakan hal itu dengan tergagap. 

Victory hanya menghela nafas. Ia pikir apa. "Oh. Kenapa kau tidak mengatakannya sejak tadi, sayang? Aku akan mengantarmu pulang. Aku yakin kau akan lebih baik nanti." kata Victory. 

Jennie dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak... Tidak, Victory, bukan itu." kata Jennie. "Aku sakit." Jennie berkata lagi, berharap Victory dapat memahami ucapannya, tetapi ketika semua yang ia dapatkan hanyalah tatapan kosong pemuda itu.

Jennie akhirnya berbicara. Jennie mengucapkan kata-kata yang tidak pernah ingin Victory dengar dari bibir merah mudanya yang indah. "Aku menderita Leukemia." Jennie mengungkapkan itu dengan gemetar.

Jantung Victory berhenti seketika, napasnya tersendat. 

Tidak! Tidak mungkin! Itu tidak mungkin! 

Tidak mungkin penyakit mematikan itu menggerogoti Jennie-nya yang ceria dan manis. Victory tertawa ragu. Apakah ini lelucon?

"Tidak mungkin." Victory menggelengkan kepalanya dengan marah. "K-kau bahkan sudah sejauh ini. Kau sudah berusia 18 tahun. Kau sempurna, Jennie." 

Tentunya ini tidak nyata. Jennie sempurna dalam segala hal. Gadis itu adalah segalanya bagi Victory. Ini tidak bisa terjadi!

"Tidak, aku tidak sempurna, Vic..." Jennie menggelengkan kepalanya air mata keluar dari matanya. "Aku mengetahuinya beberapa tahun yang lalu dan kemudian aku berhenti melakukan pengobatan." kata Jennie.

Victory menggigit bibirnya kaget. Rahangnya mengatup. "Jadi kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?" Victory bertanya dengan marah.

"Dokter bilang aku harus melanjutkan dan menjalani hidup sebaik mungkin..." Jennie tersedak. Tenggorokannya terasa kering dan dirinya sangat membutuhkan air sekarang. "A-aku tidak ingin orang di sekitar harus mengasihaniku." Jennie menyatakan dengan air mata yang jatuh tanpa henti.

"Termasuk aku?!" Victory berteriak, air mata berkumpul di matanya. Lelaki itu bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dirinya menangis.

"Terutama kau, Victory!" balas Jennie berteriak.

Hebat! Sekarang Victory mungkin menganggapnya sebagai orang jahat. Jennie tidak ingin memberi tahu Victory karena takut dipandang berbeda, entah itu rasa kasihan atau jijik. Jennie tidak menginginkan semua itu.

"Kau tahu aku baik-baik saja dengan semuanya, aku bahkan sudah menerimanya dan kemudian kau masuk ke dalam hidupku!" teriak Jennie. 

Jennie baik-baik saja dengan penyakitnya. Ia menerima bahwa dirinya akan mati sedikit lebih awal dari kebanyakan orang. Jennie mengalami saat-saat duka dan ia baik-baik saja. Ia hanya akan meninggalkan ayahnya. Tetapi sekarang ia akan meninggalkan Victory juga...

Tidak, itu terlalu banyak penderitaan.

Jennie menarik napas dalam-dalam dan melihat bola mata seperti madu milik Victory yang berlinang air mata. "Aku tidak mempunyai alasan untuk marah kepada Tuhan." Jennie kesal karena sekarang dirinya benar-benar ingin hidup untuk sesuatu atau seseorang dan ia tidak akan bisa memiliki itu. Tapi ia tidak ingin marah dengan Tuhan atas hal ini.

Victory menatap Jennie tidak tahu harus berkata apa. Dan ketika Jennie berbalik dan lari darinya, Victory masih tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan. Jadi lelaki itu hanya berdiri di sana menatap ke arah dimana Jennie pergi. Victory tidak bisa bergerak dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Sorry 2 hari kemaren gak update karena aku ada kesibukan mendadak

Dan malam ini aku kembali!
Gimana chapter ini? 🥺

See you in the next chapter!

Jangan lupa votement yaw💚

[✔️] MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang