26. kemenangan semu

44 4 8
                                    

Pertandingan final sudah di depan mata dan besok adalah waktunya. Selepas makan malam, Aksa pergi ke lapangan basket. Berulang kali mencoba menembakkan bola ke ring dan mendrible ke sana ke mari.

Arga yang sudah selesai mencuci piring, duduk di samping pintu. Membawa dua buah minuman bersoda juga cemilan yang dibelinya saat belanja ke supermarket tadi siang.

Menyadari kehadiran kakaknya, Aksa menyudahi kegiatannya dan duduk bersama.

"Apa kamu tidak bisa membuat three point, Sa?"

Aksa yang baru saja membuka kaleng soda, memutar kepala. "Tentu bisa. Kenapa?"

"Aku tak pernah melihatmu melakukan three point. Lebih banyak asist atau rebound."

"Aku tak mau terlalu mencolok." Aksa beralasan. "Sungkan rasanya jika banyak wanita yang akan semakin tergila-gila denganku, sedangkan Kakakku masih menyandang status jomlo."

Arga mentoyor kepala Aksa yang justru cekikikan.

"Kakak seharusnya mengubah penampilan. Jangan selalu memakai kemeja atau kaos lengan panjang. Ini Indonesia bukan Inggris. Apa kamu tak kepanasan?"

Arga hampir tersedak mendengar ucapan adiknya.

"Kakak terlalu kaku dan formal."

"Ajining diri saka ing lathi, ajining raga saka busono."

Aksa memutar kepala, melihat Arga yang berhasil membalikkan ucapannya. Bahkan setelah sepuluh tahun berlalu, masih saja ingat pepatah Jawa yang memang terkenal itu. "Aku penasaran wanita seperti apa yang berhasil mendapatkanmu."

Arga tertawa kecil. Dia pun tak tahu kriteria seperti apa yang menjadi keinginannya. Hidup yang selalu diisi dengan belajar dan bekerja. Tak sedikitpun terbersit keinginan untuk mencari cinta. "Kamu penasaran?"

Aksa mengangguk sebagai jawaban.

"Sama, aku juga penasaran seperti apa wanita yang akan kunikahi kelak."

Malam itu mereka nikmati bersama. Dengan canda tawa juga ejekan. Bedanya kali ini tak ada urat atau kemarahan yang ditampilkan. Menjelang pukul sebelas, perbincangan selesai. Mereka menuju kamar masing-masing.

Pagi menjelang, Aksa bangun terlambat. Itu pun harus dibangunkan oleh Arga.

"Apa kamu lupa hari ini pertandingan final?"

Aksa yang baru saja duduk, kembali menguap. Bukannya segera bergegas, dia seperti mengumpulkan nyawa yang tercerai berai saat dibangunkan paksa. "Aku gak bisa tidur semalam."

"Bukannya ini kesekian kali pertandingan finalmu? Lalu apa yang kamu pikirkan?"

Aksa memegang kepala dan mengacak-acak rambutnya. "Ya, kalau gak bisa tidur apa aku harus beli obat bius dulu?" Mendadak dia kesal.

Arga hanya menatap perubahan sikap Aksa yang semalam menyenangkan dan pagi ini bad mood akibat kurang tidur. Tanpa banyak bicara, dia segera memberikan roti panggang dan memakan sarapannya.

Begitu selesai, Arga segera mengantarkan Aksa ke sekolah dan menunggu di stadion Amongrogo.

Jam sembilan pertandingan dimulai. Arga yang sudah berada di atas tribun tampak antusias.

Peluit tanda permainan dimulai terdengar. Bola langsung didapatkan oleh SMA Turi. Para rekan tim langsung bergerak cepat hingga sebuah poin tercipta. Pihak lawan tak mau ketinggalan. Begitu bola sudah dilempar, SMA 8 yang langsung dengan cepat menyamakan kedudukan. Pola permainan hampir sama hingga akhir babak pertama, membuat poin mereka seri.

Memasuki babak kedua, SMA Turi mengubah permainan menjadi lebih mendominasi. Tak jarang Fandi atau Firdaus membuat three point agar memperlebar selisih. Mereka tak membiarkan pihak lawan memegang bola karena berhasil memblok lemparan.

Arga ; Pusaran Sesal (Tamat) Prekuel Arga ; Repihan Rasa) Where stories live. Discover now