Part 40

186 10 0
                                    

Hubungan boleh saja terputus. Notifikasi boleh saja berhenti, tak saling mengabari lagi. Semua hanya tentang kebiasaan yang menghilang. Hanya kebiasaan, bukan perasaan, karena sangat jelas bahwa sampai detik ini Rifa masih menjadi satu-satunya gadis yang mengisi hati Raka. Mungkin tidak akan berubah sampai kapanpun.

Bagaimana Raka bisa menerima orang baru, sedangkan hatinya tertutup kabut rasa bersalah yang amat besar. Bagaimana bisa dirinya membahagiakan orang lain sementara dirinya tak lagi punya keinginan untuk membangun kehidupan. Nyawanya telah pergi semenjak bercerai dengan Rifa. Raka hanyalah raga tanpa rasa.

Ia kembali ke hidupnya yang monoton. Bekerja dan bekerja. Setiap kali ia memandang potret kebersamaan dengan Rifa, di situ ia semakin membenci dirinya.

"Raka, kamu nggak mau makan dulu, Nak?"

Raka menggeleng membuat Mita semakin prihatin. Pasalnya sudah beberapa hari ini Raka sakit. Tubuhnya pucat karena tidak mau makan. Setiap dokter yang datang selalu ia usir. Ia bahkan sudah mengajukan surat pengunduran diri dari SMA Nusantara.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini, Raka?"

"Seumur hidup. Mungkin sampai Raka bisa liat Rifa bahagia lagi."

"Sebenarnya apa masalah kalian? Sampai hari ini mama nggak pernah tau alasan sebenarnya kamu menceraikan Rifa." Mita menatap putranya frustrasi. Wanita yang sudah pernah kehilangan anak perempuannya itu benar-benar khawatir dengan kondisi Raka saat ini. "Apa yang terjadi sama kalian?"

"Mama bisa tinggalin Raka sendiri? Raka mau istirahat."

"Tapi kamu belum jelasin apa-apa."

"Tolong ya, Ma. Raka mau istirahat."

Mita mengalah, tidak ada gunanya memaksa Raka bicara sekarang. Ditinggalkannya Raka seorang diri di kamar sambil terus berusaha mencari cara supaya Raka bisa kembali seperti dulu lagi.

***

"Serius, Pak Raka resign?"

"Iya, menurut info yang gua denger katanya dia sakit."

"Duh, sayang banget. Berkurang deh stok guru yang bikin semangat sekolah."

Desas-desus tentang Raka yang resign dari SMA Nusantara semakin kencang dan sampai ke telinga Rifa. Berita yang agaknya menjadi trending topik selama seminggu ini pun turut mengundang pertanyaan di kepalanya tentang, kenapa Raka resign dari pekerjaannya dan sedang sakit apa dia sekarang?

Rifa berusaha mencari tahu lewat Pak Husin, tetapi beliau pun tak tahu pasti alasan sebenanrya Raka resign. Padahal menurut guru BK senior itu, Raka sangat dibutuhkan di sekolah ini. Dia guru yang kreatif dan bisa diandalkan. Rifa percaya hal itu.

"Bapak malah mau tanya kamu, soalnya kan kata Raka, kalian tetanggaan."

"Saya juga kurang tau, Pak."

Rifa melangkah gontai menyisir koridor. Setelah tidak memiliki lagi, ia juga tidak tahu di mana Raka sekarang. Rifa berkali-kali lewat di depan rumah yang dahulu mereka tinggali, tapi rumah itu tampak tak berpenghuni, ditambah plang bertuliskan bahwa rumah itu dijual membuat Rifa pesimis bisa bertemu Raka lagi.

Konyol memang, di saat seperti ini ia masih saja memikirkan Raka orang yang jelas-jelas meninggalkannya disaat terpuruk. Raka itu orang jahat, tapi entah kenapa hatinya tidak pernah bisa menerima statement itu.

"Awas, Fa!"

Rifa terperanjat ketika sebuah tangan menariknya, menghindarkannya dari serangan bola basket yang hampir mengenai kepala. "Woi, kalo main bola hati-hati, Njing!" umpatnya ke beberapa adik kelas yang bermain basket di lapangan.

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Where stories live. Discover now