Part 21

340 11 0
                                    

Camping di hutan pinggiran kota ternyata tidak seasik yang Rifa bayangkan. Dalam pikirannya camping adalah kegiatan hanya kegiatan mendirikan tenda, bakar- bakaran, bermain gitar, vermain permainan, lalu ada adegan romantis seperti di series-series yang ia tonton. Nyatanya semua yang Rifa jalani jauh sekali dari ekspektasi, sejak pertama kali tiba mereka harus mendirikan tenda, mencari katu bakar, mengambil air, malamnya disuruh tidur cepat, pagi bangun lebih awal dan sekarang mereka harus mengeksplore hutan pinus yang rimbun ini.

Memangnya apa yang menarik di dalam sini? Tidak ada. Hanya pepohonan dan suara-suara burung yang berkicau. Kalau beruntung ya mungkin akan bertemu hewan buas. Silakan saja, tapi Rifa akan lari duluan kalau sampai ada hewan buas di hutan ini.

Di depan sana seorang penjaga hutan memandu perjalanan mereka melewati jalan setapak yang di sisi kiri dan kanan ditumbuhi semak belukar yang lebat. Entah apa yang disampaikannya Rifa tidak menyimak, ia sibuk menepuk nyamuk yang menikmati darah gratis darinya.

"Kamu capek?" tanya Abian. "Kita berhenti dulu aja kalo capek."

Rifa menggeleng, "nanti kalo ketinggalan gimana?"

"Aku udah hapal kok rutenya kamu santai aja. Minum dulu kalo haus."

Rifa setuju untuk istirahat sebentar, duduk untuk minum. Napasnya terengah dengan keringat membanjir di sekitar wajah. "Tau gitu mending aku aja yang dipatok uler, biar bisa istirahat di posko," ujarnya yang langsung disanggah oleh Abian.

"Huss, nggak boleh ngomong gitu. Udah syukur terhindar dari musibah malah mau aneh-aneh." Rifa tak mengunggapkan kejadian ketika malam itu Adelia sengaja menaruh ular demi mencelakainya pada Abian karena ia tak punya bukti apa-apa. "Lagian, kalo ditanya Adel pun juga pasti nggak mau kena musibah begitu."

"Abisnya capek banget. Kakiku udah pegel tauk jalan mulu."

"Pegel?" Rifa mengangguk manja. "Mau digendong?"

"Emangnya kamu kuat?"

"Ya enggak lah, Fa. Nggak kuat aku. Kita jalan aja ya, pelan-pelan." Rifa memanyunkan bibir, kembali berjalan perlahan sambil terus mengomel. Tak sampai lima meter ia berhenti untuk istirahat begitu seterusnya sampai Abian tiba-tiba berhenti. "Fa?" serunya.

"Iya, kenapa?"

"Kamu tunggu sini sebentar nggak pa-pa?"

"Loh, kamu mau ke mana?"

"Aku mendadak sakit perut, tadi pagi nggak bisa buang air." Abian meremas perutnya. Wajahnya terlihat pucat berkeringat. "Aku udah nggak tahan, kamu tunggu di sini jangan ke mana-mana."

Tanpa una-inu atau menunggu persetujuan Rifa, Abian langsung pergi pergi ke semak-semak dan menghilang di sana. Rifa berdecak, mengamati sekelilingnya sambil bersandar di pohon.

Ponsel di tangannya tidak menampilkan batang signal sama sekali padahal mereka tak terlalu jauh masuk ke dalam hutan.

Semak-semak  di depannya bergoyang membuat Rifa terlonjak kaget. Ia bergerak mundur teringat akan mimpinya yang diterkam harimau. Air liur diteguknya kasar kala suara erangan keluar dari semak-semak.

Entah hewan apa yang ada di sana namun Rifa tak mau menunggunya, gadis itu langsung berlari ketika semak-semak semakin liar bergerak.

Napasnya tersengal. Rifa terduduk di bawah pohon pinus besar. Tidak tahu seberapa jauh ia berlari, tapi tampaknya apa pun yang ada di semak-semak itu tidak ke luar dan mengejarnya.

Malangnya, mimpi seolah menjadi kenyataan. Saking lancarnya berlari Rifa tak tahu jalan mana yang tadi dilewatinya. Itu berarti saat ini posisinya terpisah jauh dari Abian yang izin buang air kecil. Rifa meringis merutuki kebodohannya. Saking bodohnya ia sampai tak kepikiran menggunakan kompas.

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Where stories live. Discover now