Part 39

142 5 0
                                    

"Gue mau memperbaiki semuanya sama lo, Del. Gue mau tanggung jawab."

"Gue nggak butuh pertanggung jawaban dari lo!"

"Del, jangan keras kepala! Gue tau lo depresi karena gue, lo sempat mau bunuh diri gara-gara gue. Makanya gue balik ke sini demi lo."

Adelia meludah tepat di hadapan tamu yang tak pernah ia sudi undang ke rumah. Manusia yang pernah membuatnya begitu nyaman lalu menghancurkan hidupnya. Merobek kesuciannya, membuatnya begitu jalang.

"Gue lebih baik mati daripada harus balikan sama lo! Lo nggak tahu gimana hancurnya hidup gue pas lo ngilang gitu aja tanpa kabar?! Bayi dalam kandungan gue pun tahu gimana bangsatnya lo, Anton!"

Adelia tidak sadar kalau suaranya mungkin saja terdengar oleh asisten rumah tangganya atau mungkin tetangga. Gadis itu meneteskan air mata penuh kebencian. "Pergi lo dari sini sekarang juga!"

"Gue nyesel udah ninggalin lo, Del. Makanya gue ke sini, gue mau tanggung jawab. Gue mau memperbaiki semuanya sama lo." Seketika bajingan itu berlutut di kaki Adelia, menumpahkan penyesalan yang takan pernah bisa dipegang kebenarannya. "Gue mau nikahin lo, dan jadi ayah yang baik buat anak kita."

"Gue nggak pernah sudi punya suami kayak lo, Anton! Lebih baik sekarang lo pergi dan jangan pernah lo balik lagi ke hidup gue! Karena gue dan bayi ini akan jauh lebih bahagia tanpa ada lo di hidup kita! PERGI!!"

"Del, jangan keras kepala. Pikirin bayi kita, Del."

"NAJISS! GUE NGGAK SUDI BAYI GUE PUNYA AYAH BAJINGAN KAYAK LO! PERGI LO SEKARANG JUGANATAU GUE PANGGIL SATPAM!"

Jelas raut kecewa terpancar dari wajah Anton. Ia kembali ke sifatnya yang sesungguhnya setelah gagal membujuk Adelia kembali ke pelukannya.

"Dasar cewek jalang. Buat apa gue bersusah payah bujukin lo nikah, toh itu belum tentu anak gue juga. Dan, satu hal yang harus lo ingat, video itu masih gue simpen." Anton menampilkan senyum licik yang membuat kerongkongan Adelia tercekat. "Jadi, jangan pernah coba macam-macam atau nolak permintaan gue."

"Bajingan!" teriak Adelia.

"Mumpung masih bisa, gue mau nikmatin satu malam sama lo di tempat biasa."

"Gue nggak sudi!"

"Ya, terserah. Tapi gue nggak yakin videonya masih aman."

"Arrrghhh!" Gadis itu berteriak kesal, membanting vas bunga di atas meja. "Dasar cowok brengsek!"

***

Rifa memandang kosong rerumputan yang membentang luas. Beberapa anak kecil terlihat sedang bermain bola sepak di sana dengan dua buah kayu yang ditancapkan sebagai gawang.

Berkali-kali ia terlihat menghela napas lalu meminum air mineral yang Abian berikan. "Dulu, waktu gua kecil, gua selalu pengen cepet-cepet gede. Ngeliat kakak-kakak SMA sepedaan sama cowoknya, beli es krim atau cuma sekedar duduk di taman sambil bercanda. Gue selalu pengin cepet-cepet kenal cinta. Makanya waktu SMP gue udah berani pacaran."

"Jangan bilang sekarang lu benci sama cinta, Fa?"

Rifa menggeleng. "Gua nggak benci. Tapi lebih dari itu, Yan. Gua sakit, gua takut, gua kecewa, bahkan mungkin gua trauma. Gua paham sih, cinta nggak pernah janji semuanya bakal bahagia terus. Pasti bakal ada fase di mana gua jatuh dan sakit gara-gara cinta itu sendiri. Tapi ini jatuhnya kebangetan, Yan. Umur delapan belas tahun udah jadi janda. Kurang miris apa percintaan gua."

"Fa, nggak ada yang perlu lu sesalin. Nggak ada yang perlu lu takutin juga. Oke, gua paham saat ini lu ada di posisi terendah dalam hidup. Tuhan nguji lu lewat masalah yang nggak main-main. Tapi lu hebat, Fa."

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Where stories live. Discover now