Part 25

368 19 0
                                    

Oke, mungkin ini part paling plin plan. Jadi kuharap kalian sabar menghadapi labilnya pikiran anak es em aa kayak Rifa.

Hope u enjoyed this part ya gaistyyy.







Lagi-lagi Rifa tak mendapati Raka pulang ke rumahnya. Gadis yang masih dalam masa pemulihan itu menyingkap tirai yang menutup jendela kamarnya berharap melihat Raka di seberang sana. Namun, kamar yang dahulu ditempati Dita tersebut tampak sepi, tak ada pergerakan sang penghuni rumah.

Niatnya ingin ke rumah Raka ia urungkan setelah mendapat larangan dari Sarah. Rifa bingung mengapa tiba-tiba Sarah sangat tidak suka setiap kali ia membahas  atau bertanya tentang Raka. Rifa memang bilang kalau pernikahannya dan Raka itu sama sekali tidak didasari oleh cinta, namun bukan berarti Rifa ingin memutus hubungan kekeluargaan dengan Mita, wanita yang juga sudah ia anggap seperti ibunya.

Apalagi sekarang Rifa sudah tahu bagaimana perasaannya terhadap Raka. Hanya saja ia tak bisa segamlang itu mengaku, mengingat bagaimana perlakuan Raka akhir-akhir ini setelah ia ke luar dari rumah sakit. Raka tidak pulang ke rumah, tidak pula mengirimi pesan chat untuk bertanya bagaimana keadaan Rifa. Apa mungkin perasaan cinta yang pernah Raka ungkapkan itu hanya bualan belaka untuk menjebak Rifa?

Tak ingin semuanya mengambang Rifa yang merasa kodisinya sudah lebih baik langsung membuka lemari, mengambil seragam putih abu-abu dari sana. Meski waktu dirasa alang tanggung, ia ngotot untuk tetap pergi ke sekolah setelah berdebat dengan mamanya. Ia yakin akan bertemu dengan Raka di sekolah nanti.

"Rifa! Kamu itu belum sembuh, hei!"

Teriakan Sarah tak digubris sama sekali. Tanpa riasan bedak seperti biasa dan rambut yang dibiarkan dikuncir kuda gadis itu berlari ke luar pagar sampai ke depan komplek. Tidak sempat lagi ke garasi untuk mengambil motor.

Napasnya tersengal dengan keringat bercucuran deras mengalir di pelipis dan bagian dalam tubuhnya. Jantungnya berdebar cepat, terasa lebih cepat lelah dari sebelumnya. Biasanya Rifa mampu berlari lebih jauh dan lebih cepat demi menghindari kejaran Pak Husin. Mungkin karena kondisinya yang baru sembuh, makanya jadi agak lemah begini.

Mendengar suara mobil, Rifa refleks menoleh ke belakang, takut kalau mamanya mengejar. Pokoknya, bagaimana pun caranya Rifa harus pergi ke sekolah hari ini. Bukan untuk belajar tapi untuk bertemu Raka.

Tentu saja ia tidak akan sampai tepat waktu sebab ketika angkot yang ia tumpangi berhenti di depan gerbang, waktu sudah menunjukan keterlambatan yang tidak bisa didebat. Pagar pun sudah terkunci rapat. Rifa mendengus, lagi-lagi harus melompat pagar belakang.

Dengan susah payah Rifa memanjat pagar yang ditumbuhi tanaman rambat tersebut. Harapannya ingin masuk secara ilegal dengan mulus harus kandas oleh kehadiran guru berseragam coklat dengan kopiah haji yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

Rifa misah-misuh, salah tingkah melihat guru BK legendaris yang baru pulang haji tersebut. "Eh, Pak Husin. Assalamu alaikum, Pak," ucap Rifa seraya mencium tangan Pak Husin."Apa kabar, Pak? Gimana kemarin ibadahnya lancar?"

"Alhamdulillah lancar. Kamu gimana? Capek abis manjat pagar?" balas Pak Husin, dengan eskpresi datar.

"Capek banget, Pak. Mana saya abis ke luar rumah sakit. Abis kena musibah ini saya, Pak." Rifa mendramatisir. "Tapi saya tetep bela-belain masuk sekolah. Karena saya tuh pengin banget belajar. Yah, walaupun harus telat karena ban mobil mama saya kempes. Makanya saya terpaksa manjat pagar, Pak."

"Oh gitu. Waduh, kasian banget ya kamu?"

Rifa mengangguk. "Iya, Pak, kasian banget, kan? Ini juga saya sebenernya mau pingsan, Pak. Pusing banget nih kepala saya."

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora