Part 029

43 4 0
                                    

◤─────•~❉✿❉~•─────◥

Lyra melihat empat mobil hitam yang berpapasan dengannya. Ia menghela napas lega dan merasa aman melihat Darius adalah salah satu di antara mereka.

Keempat mobil itu putar balik dan melaju mengikuti mobil Lyra.

Mobil biru gelap di kejauhan berhenti melihat mobil Lyra dikawal oleh empat mobil bodyguard keluarga Adiwijaya.

"Sial," umpat si pengendara mobil biru gelap itu.

⏰⏰⏰

Gedung Fernanda Gold.

Di kursi kebesaran yang biasanya diduduki oleh Aero, kini ada orang lain yang mendudukinya. Pria bermata hijau terang itu tampak serius membaca map di tangannya.

Tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Ia melihat Aero yang datang.

"Oh? Aero? Kau tidak bilang mau datang ke mari?" tanya pria itu sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Tidak perlu berdiri, Steven. Santai saja," ucap Aero sambil menghempaskan bokongnya ke sofa.

"Ada masalah sampai-sampai kau datang ke mari?" tanya pria bernama Steven itu yang tak lain adalah sepupunya Aero.

"Aku hanya bosan di rumah," jawab Aero.

"Oh ayolah, kau harus menikmati masa liburanmu sebelum pernikahan," goda Steven.

Aero hanya tersenyum. "Apa kau kerepotan mengurus Fernanda Gold?"

Steven menggeleng. "Tidak, sama saja seperti mengurus perusahaan ayahku. Aku sudah terbiasa. Apakah kau merasa gugup, karena semakin hari, semakin dekat menuju pernikahan?"

"Aku tidak merasa segugup itu," jawab Aero.

"Dulu aku merasa sangat gugup, aku juga hampir menangis saat melihat Viviane yang digandeng ayahnya dan diserahkan padaku," jelas Steven sambil menatap lurus membayangkan momen-momen pernikahan bersama istrinya.

"Kalian benar-benar pasangan yang romantis," ucap Aero.

Steven hanya tersenyum.

Aero teringat sesuatu. "Oh ya, bagaimana kabar Stevani?"

Steven menjawab, "Putriku baru keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu, jadi dia masih belum bisa ditemui siapa pun."

"Bagaimana kata dokter?" tanya Aero.

"Dokter bilang, kami membawanya tepat waktu. Jika tidak, tumornya akan menyebar dan membuat Stevani semakin sulit diselamatkan," jawab Steven.

"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Jika dia sudah bisa ditemui, hubungi aku, ya. Aku ingin mengunjungi rumahmu dan melihat keadaan putrimu," ucap Aero.

Steven mengangguk. "Mana kartu undangan istimewa untukku?"

Aero memberikan kartu undangan pada Steven. "Aku pikir Ayah sudah memberikannya padamu."

"Paman Nicholas tidak memberikannya padaku. Bagaimana bisa kalian melupakanku?" kata Steven sembari menerima kartu undangan tersebut.

"Emas dan hitam, sangat mewah," ucap Steven sambil melihat desain kartu undangan di tangannya.

Aero hanya tersenyum. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia melihat nama Alicia di layar yang meneleponnya.

"Halo?" Aero mengangkat panggilan tersebut.

"Kau sedang sibuk?" tanya Alicia dari seberang sana.

"Tidak juga," jawab Aero.

"Bagaimana kalau hari ini kita makan siang bersama? Bukankah giliran aku yang traktir?" ajak Alicia.

CHRONOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang