BAB 1. Tragedi Malam Itu

21.1K 964 9
                                    

"A-apa ya-ng k--au lakukan Ba--ra." Dengan susah payah Laila menelan salivanya saat Bara semakin mendekat. Tatapannya menatap tajam dengan seringaian yang tercetak jelas di bibir.

Bara semakin berjalan sembari membuka satu persatu kancing bajunya. Menatap sang wanita yang baru saja ia hempaskan ke atas ranjang.

Dengan kesadaran yang masih ada, Laila turun dari ranjang dan memundurkan langkahnya takut. Ia harus bisa kabur dari sini. Ya, mau bagaimanapun dia harus bisa keluar dari kegilaan seorang Bara.

"Jangan mendekat!" teriak Laila saat Bara mendekatinya dengan kameja yang sudah terlepas dari tubuhnya. Hanya menampilkan kaos polos yang menampakkan tubuh atlesnya.

Tangis Laila pecah dengan tubuh yang masih bergerak mundur. "Bara, aku bilang berhenti di sana!?!"

Laila, si gadis berhijab itu kini tidak bisa kemana-mana lagi saat tangan Bara mengukungnya di sudut tembok dengan sangat kasar.

Laila terus saja memberontak ingin dikeluarkan, matanya semakin merembes jatuh saat tangan kekar itu semakin mencengkram lengannya.

"Jangan berani kamu sentuh saya, brengsek!" teriak Laila marah saat tangan Bara ingin membelai pipinya.

Bara terkekeh mendengar gaya Laila yang mulai kasar padanya. Namun apa masalahnya? Dia malah ingin menyentuh Laila kembali.

"Gue suka sama lo," ucap Bara menatap lekat wajah Laila. "Karena itu ..." Bara menggantung ucapannya. Sedangkan Laila masih menangis dengan tubuh yang gemetar, takut, itulah yang Laila rasakan.

"Gue mau lo jadi milik gue! Paham?!" tegas Bara mencoba kembali menyentuh Laila. Namun dengan sigap Laila langsung menepis tangan kasar Bara.

"Sampai di 7 keabadian pun, aku gak pernah mau sama lelaki brengsek kaya kamu!" Laila mengusap air matanya dengan kasar. Untuk saat ini menangis tidak akan mengubah suasana.

Dengan keberanian penuh dan hati yang terus meminta pertolongan-Nya, Laila mendorong tubuh Bara cukup keras, menjadikan tubuh Bara terdorong ke belakang.

Namun tidak sampai disitu, Bara dengan gesit langsung mencekal kedua tangan Laila dan menjatuhkan kembali tubuhnya di atas ranjang dengan kasar.

"Kau tidak akn bisa lari ke mana-mana, Laila?!"

Laila semakin panik dan takut, tak memperdulikan pakaiannya yang sudah sangat lusuh dengan kerudung yang dikatakan tidak teratur namun masih tertutup. Dia terus menghindar saat Bara semakin gesit ingin mencekal lengannya.

"Sudah cukup permainan ini Laila!" murka Bara dengan sorot mata tajam. Dia berhasil meraih tubuh Laila dan segera menghempaskannya ke atas ranjang.

"Sekarang nikmati syurga dunia bersama," seringainya yang langsung menindih tubuh Laila.

"Lepaskan ... kumohon ..." Berontak Laila dengan tangis yang mulai kembali deras.

"No, no-setelah ini kau akan menjadi milikku!" ujar Bara yang bersiap membuka kerudung Laila. Namun tangannya terhenti saat Laila menahannya langsung.

"Kalau begitu..." Dalam tangisnya, Laila memejamkan matanya terlebih dahulu sebelum menghela nafas panjang dan mengatakan. "Nikahi aku!"

Dengan refleks Bara menghentikan pergerakan tangannya yang ingin melecehkan Laila. Mata Bara melebar mendengar penuturan tersebut. Tangis Laila yang semakin merembes jatuh membuat bibir Bara terkatup rapat-rapat.

"Kumohon nikahi aku terlebih dahulu Bara... a-aku lebih ba-baik mati... daripada harus mengorbankan harga diriku sebagai seorang perempuan. " Isakan Laila semakin parau.

Bara masih menatap intens Laila sebelum ia mulai bangkit dan menjauhkan tubuhnya dari Laila.

Dengan nafas tersengal-sengal karena isakan akhirnya Laila lega saat badan berat itu sudah tidak berada di atas tubuhnya.

Laila menatap langit-langit kamar dengan menahan sakit didada yang begitu menyesakkan. Air matanya terus jatuh tanpa mau dicegah.

"Laila..."

Suara bariton itu membuyarkan lamunan Laila, dengan sigap Laila langsung bangun dan kembali menjauh dari Bara. Dia mundur kembali dengan tubuh gemetar.

"Kumohon..." isak Laila menggeleng takut. Ia menautkan kedua tangannya di depan dada.

"Demi Allah a-aku lebih baik kehilangan mimpi daripada harus kehilangan kesucian disaat statusku masih belum menikah." Ia mengigit bibir bawahnya menahan rasa sesak dan takut. Menunduk dalam-dalam.

Bara menghela nafas dalam-dalam. Menatap Laila dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kalau begitu ..." Bara menggantungkan ucapannya, tangannya mengambil kameja terlebih dahulu dan mulai memakainya kembali.

"Beritahu keluargamu secepatnya dan kita akan menikah!" pungkas Bara mengalihkan tatapannya. "Jika itu tidak terjadi--" tatapannya kini menyorot tajam Laila.

"Bersiaplah dengan kegilaanku nantinya!" tegas Bara.

Bara membuka sebuah laci dan mengambil benda pipih bermerek Apple, menaruhnya di gendang telinga.

"Kamar nomer 505," kata Bara saat telepon tersambung.

"...."

"Ya. Aku tidak ingin menunggu lama!" tukasnya yang langsung mematikan sabungannya secara sepihak.

"Cepat rapikan kembali pakaianmu!"

Dengan cepat Laila mengusap pipinya yang basah dan merapikan pakaiannya yang berantakan.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

Pintu langsung terbuka menampilkan seorang wanita yang dibilang cantik dan seksi.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan muda?" ujar wanita itu dengan senyum lebarnya.

"Tolong antarkan gadis ini ke rumahnya," tutur Bara dengan aura dinginnya.

Mata wanita itu melirik sekilas Laila yang hanya termenung, sebelum kemudian ia tersenyum lebar.

"Laksanakan,tuan," ucap wanita itu ramah.

"Ayo!" perintah wanita itu kepada Laila. Ia berbalik dan langsung pergi begitu saja.

Laila, dengan wajah yang sembab menoleh sekilas ke arah Bara yang malah dibalas tatapan datar olehnya. Dengan rasa takut, Laila hanya menunduk dan melangkahkan kakinya dengan perasaan sedikit lega. Setidaknya kesuciannya masih terjaga, tapi tidak dengan mimpinya.

Setitik Garis Rahasia [COMPLETED]Where stories live. Discover now