BAB 22. Rebutan

4.4K 333 6
                                    

Masih dalam keterdiaman diantara keduanya. Sampai mobil Bara berhenti di depan rumah Laila.

"Ayo, yang." Bara keluar terlebih dahulu untuk mengeluarkan sebagian oleh-oleh yang tadi dirinya beli. Sedangkan Laila masih diam di tempat. Masih memikirkan kejadian tadi.

Tok Tok Tok

Bara mengetuk kaca mobil yang tertutup itu, memperlihatkan wajah Laila setelah kaca tersebut terbuka.

"Sudah selesai melamunnya?" tanya Bara tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. "Jangan dipikirkan, nanti saja kita lakukan selepas pulang dari sini."

Tuk!

Laila mengetuk kening Bara saat itu juga. Bisa-bisanya otaknya itu berpikir belok seperti itu.

"Gak ya, Mas!" Bara seketika tertawa saat itu juga. Sedangkan Laila ia mendelik dan langsung keluar dari mobil.

"Pokoknya harus! Kan tadi kamu yang nawarin buat dirumah." Bara masih bersi kukuh meminta. Sedangkan Laila, ia semakin menelan salivanya susah payah.

"Gak ya Mas! Permintaanmu ini benar-benar aneh!" Laila dengan segera mengalihkan pandangannya namun suaminya itu malah menarik tangan dan mengukungnya di sebuah samping rumah Laila.

"Mas!" Bola mata Laila melebar sempurna saat ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

"Izinkan Mas, Laila ..." Bara semakin mendekatkan dirinya. Memiringkan wajahnya dan ...

"Laila ..."

"Sayang ..."

“Hei!"

"Eh?" Laila terlonjak kaget saat bahunya terasa ada yang menepuk. Dengan sekali gerakan ia melihat sang pelaku.

"Ngelamun mulu, ish!" Bara berdecak kesal. "Bukannya bantu Mas ngeluarin ini, malah sibuk ngelamun."

"Apa?"

Laila tersadar. Jadi, tadi itu? Hanya halusinasi nya saja?

Laila menepuk jidatnya keras. Bisa-bisanya ia berpikiran kotor seperti itu ... astaga, rasanya ia ingin mengutuk dirinya sendiri atas pikiran itu.

"Maaf, Mas." Laila langsung membantu suaminya untuk mengeluarkan sebagian yang belum dikeluarkan.

**

"Gimana dengan malam pertamanya Nak, Bara? Maksudnya, Laila enggak berbuat yang aneh-aneh, kan"

Pertanyaan dari Hafisah membuat Bara tersenyum simpul. Berbeda dengan Laila yang mendengkus kesal. Tapi dibalik itu Laila menampilkan wajah ceria. Sungguh, terbanding terbalik dengan hatinya.

"Alhamdulillah, Ummi. Berjalan lancar." Jawaban Bara membuat jari tangan Laila mencubit pelan pinggang Bara dari belakang.

"Baguslah. Ummi udah enggak sabar kepengen punya cucu. Eh, maksudnya..." Hafisah kelewat ceplos, membuat Bara terkekeh saat itu.

"Enggak pa-pa Ummi. Kami ngerti, kok."

Tatapan Hafisah menatap putrinya yang sedari tadi hanya terdiam. Ia tersenyum mendengar penuturan menantunya.

"Pokoknya, kamu harus cepat beri Ummi cucu, Laila. Ummi udah enggak sabar... " Hafisah berseru senang. Tidak menyangka bahwa seminggu ini putrinya itu benar-benar sudah menikah. Menjadikan ia menginginkan seorang cucu.

"Ummi, kan semuanya butuh proses. Jadi, enggak bakal langsung sekali jadi.

"Kalo gitu, kita lakukan berulang kali." Suara itu membuat Laila memelototi Bara. Bisa-bisanya pria itu berucap seperti itu.

Setitik Garis Rahasia [COMPLETED]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon