Duapuluhsembilan

2.7K 211 22
                                    

Suasana pagi yang seharusnya membuat orang bersemangat untuk beraktifitas pada pagi hari malah membuat beberapa orang malas. mendung yang begitu gelap dilangit memberikan tanda bahwa sekita beberapa menit lagi akan turun hujan.

Meski begitu, Vanya tetap harus melakukan tugasnya. sekitar satu jam lagi adalah waktu matakuliahnya di mulai. Vanya berjalan menuju ke kampusnya tanpa persiapan apapun, padahal sudah sangat jelas mendung semakin menggelap siap mengguyur bumi.

Sekitar 500 meter lagi dirinya akan sampai, gedung kampusnya yang menjulang itu sudah berada didepan mata. namun sayang, rupanya hujan tidak sabar mengguyur bumi. sehingga, saat ini gerimis turun dan menetes tepat di telapak tangannya yang hendak menyugar rambut panjangnya. semakin lama, semakin deras, Vanya berlari kecil agar cepat sampai digedung fakultasnya.

Dilantai bawah banyak juga orang yang sedikit terguyur air hujan termasuk Vanya. Saat ini Vanya berada dikoridor lantai paling dasar di fakultas bahasa. dia berjalan menunduk sembari menyugar rambutnya yang sedikit basah itu, pakainya pun menjadi sedikit basah.

Saat dirinya tengah sibuk merapihkan rambutnya sambil berjalan, sepasang sepatu menghadang jalannya. mau tak mau, Vanya mendongak melihat siapa pelakunya. Arlan, pria itu berdiri menjulang dihadapannya.

"Rambut lo basah." katanya.

"Gue tahu." jawab Vanya cuek.

"Makanya lain kali kalo dijemput itu mau." kata Arlan.

"Lo ngapain ada disini?." ucap Vanya mengalihkan pembicaraan. sebab, tempat Arlan bukan disini, seharusnya dia berada digedung fakultas kedokteran.

"Terserah gue, gue ketua BEM. banyak urusan yang harus gue urus." jawab Arlan sombong.

"Yaudah sana, katanya banyak urusan tapi lo masih santai disini." usir Vanya.

"Kan gue bilang terserah gue, gue ketua BEM. mau santai mau enggak terserah gue, anggota yang ngikutin gue, bukan gue ngikutin anggota." kata Arlan.

Vanya mulai memutar bola matanya malas, saat ini Arlan tengah berada di mode menyebalkan. tanpa mengucapkan apapun Vanya berjalan melewati Arlan yang tengah menghadangnya itu.

"Baju lo basah, ayok ganti baju dulu." Arlan menarik lengan Vanya dan menyeretnya entah kemana, sudah Vanya lakukan penolakan tapi Arlan tetap menang dengan kekuatannya.

"Gue enggak bawa baju ganti!!!." tolak Vanya.

"Pake hoodie gue, baju lo basah nanti masuk angin." kata Arlan memaksa.

"Gue enggak bakalan sakit kalo lo khawatirin itu." kekeuh Vanya.

"Udah nurut aja!!!." ucap Arlan dengan nada yang berubah dingin, Vanya langsung terdiam dibuatnya.

Kini, Arlan dan Vanya berada diruang organisasi jurnalis. Arlan melemparkan hoodie berwarna abu abu yang ia ambil dari dalam tasnya pada wajah Vanya.

"Tunggu apalagi? ganti baju lo." perintah Arlan.

"Mata lo minta gue congkel? keluar sana." usir Vanya.

Bagaimana bisa Vanya berganti pakaian kalau Arlan berdiri tegang dihadapannya. sudah cukup seluruh tubuhnya terekspos secara paksa oleh Hans dan disaksikan oleh laki laki itu sendiri.

Arlan melenggang keluar dari ruangan itu, dirinya masih terkekeh dengan ancaman yang Vanya berikan. sangat sadis, tapi wajahnya sungguh menggemaskan.

Setelah beberapa menit, akhirnya Vanya selesai mengganti bajunya dengan hoodie milik Arlan yang kebesaran ditubuhnya. Celana jeans kulit yang Vanya kenakan dan ditambah dengan hoodie yang kebesaran membuat Vanya terlihat tenggelam. Vanya keluar dari ruangan. lalu menghampiri Arlan yang sedang menyandar ke tembok disamping pintu.

Hello, my senior girl~ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang