18. Cafetaria siang itu

2.3K 233 6
                                    

♡ 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂, 𝒆𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒘𝒊𝒕𝒉 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒔𝒕𝒐𝒓𝒚 ♡

---

Pria dengan pakaian formal nya terlihat duduk di Cafetaria depan kantor Vanka. Ditemani segelas minuman dingin yang bisa Vanka tebak bahwa itu adalah Matcha Latte. Cakra's favourite drink.

Setelah mencoba menetralkan emosinya ia mulai berjalan kearah Cakra. Ia tidak boleh lepas kendali, disini banyak orang kantornya.

Ia tak ingin huru-hara tentang ia membuat kekacauan di Cafetaria terdengar di telinga staff kantor dan menjadi topik hangat mereka.

Cakra mendongak menatap gadis yang pernah mengisi hatinya itu. Masih dengan nada datarnya, Vanka bahkan enggan untuk duduk didepan pria itu kalau saja Cakra tidak memaksanya.

"Lo perlu apa sampe nemuin gue kesini?" tanya Vanka tanpa basa-basi. Rasanya sudah muak berhadapan dengan Cakra.

Memorinya seperti langsung terputar kejadian dimana ia memergoki Cakra berdua dengan Vanya.

Pedih.

"How's your day?" tanya Cakra.

Vanka memutar bola matanya, ia tak suka berbasa- basi dengan pria dihadapannya ini. "Stop basa-basi sama gue, to the point please!"

"Tentang Vanya,"

Vanka mendengus. "Beberapa hari ini Vanya terus nyalahin gue karena lo gak mau maafin dia."

Vanka ingin tertawa saat ini juga, Cakra benar-benar membuang waktu makan siangnya.

"Dan lo kesini cuma minta gue buat maaf-maafan dan selesai in semuanya? not that easy. Tuhan emang suka maafin hambanya, tapi sorry gue bukan Tuhan yang gampang maafin kesalahan orang, especially about betrayal."

"Gue tahu lo masih belum bisa nerima kenyataan ini. Tapi takdir gak ada yang tahu Van, kalaupun emang kita jodoh kita bakalan terus sampe sekarang. Tapi nyatanya kita berhenti--"

"Dipaksa berhenti karena lo sama Vanya udah ketahuan bejatnya,"

"Ini semua karena Takdir Van,"

"Shut the fuck up! Lo bicarain tentang takdir seolah lo lebih suci dari gue,"

Cakra menatap tajam Vanka, yang ditatap pun merasa bodoamat. Justru Vanka tertawa sinis saat ini.

"Gue cukup kaget waktu denger kenyataan kalau Vanya udah suka sama lo sejak pertama kali gue ajak lo kerumah. And after that I don't know what you guys are doing behind my back." ucap Vanka dengan nada tenangnya, berusaha tak tersulut emosi. "Tuhan baik sama gue Cakra, dia nyelamatin gue biar bisa lepas dari cowok brengsek kayak lo." lanjutnya.

Cakra sedikit tersulut emosinya, ia terlihat menggebrak meja. Tujuan awalnya kesini untuk meminta Vanka agar segera memaafkan Vanya, namun berujung dengan Vanka yang menyulut emosinya.

Beberapa orang di sekeliling mereka saling menoleh memperhatikan, bahkan tak jarang ada yang berbisik tentang Vanka.

"Satu hal yang harus lo tahu Cakra! Gue sama sekali gak nyesal bisa lepas dari lo! justru gue bersyukur banget. Iman lo lemah, kegoda dikit udah pindah haluan. Perbanyak ibadah deh ya."

"Oh ya satu lagi, gue gak bakal mau ikut campur sama hubungan lo. Dan urusan maaf memaafkan antara gue sama Vanya itu bukan ranah lo!"

Cakra masih bungkam, skill debat Vanka di SMA masih digunakan dengan baik ternyata. Nyatanya lawan bicaranya masih bungkam dan tak tahu harus menanggapi dengan cara apa.

CAN I BE HIM?Where stories live. Discover now