"BANYAK ALESAN!" Semprot Pak Husin. Guru yang sudah menyandang status haji itu berkacak pinggang. "Kamu pikir saya ini bisa kamu bohongi? Dari kelas sepuluh sampai sekarang, memangnya kamu pernah tidak terlambat? Tiap hari kamu telat!"

"Pernah kok Pak saya datang tepat waktu, tapi pas Bapak lagi di Arab."

"Malah ngejawab!" Rifa terkisap, menutup mulutnya yang lemes. "Sekarang kamu ikut saya ke lapangan!"

"Ke ruang BK aja deh, Pak," tawar Rifa. Kalau ke sana kan Rifa bisa langsung bertemu Raka. Kalaupun di hukum membersihkan ruang BK, ia bisa curi-curi pandang dan ngobrol dengan Raka.

"LAPANGAN!"



***

"Woi, Fa! Ngapain lu bejermur di situ?"

"Cinta banget ama tanah air emangnya sampe hormat berjam-jam?"

"Bejemur mah di Bali, Fa, bukan di lapangan!"

Gelak tawa dari teman seangkatannya mewarnai aksi hormat bendera yang dilakukan Rifa. Gadis yang kecipratan wajah oriental dari youtube itu berdecak kesal ingin melemparkan sepatu pada teman-temannya.

Cuaca sedang terik-teriknya. Rifa yang lupa pakai skincare harus rela kalau habis ini kulitnya belang. Ia melirik Pak Husin yang asyik mengobrol dengan guru lain di pinggir lapangan.

"Apa gua pura-pura pingsan aja yak biar selamet dari hukuman?" ujar Rifa bermonolog. Ah, lalu ia menggeleng, cara itu sudah pernah ia lakukan tapi tidak berhasil. Pak Husin terlalu sulit dibohongi. Tapi kalau berdiri lebih lama lagi rasanya Rifa juga tidak kuat. Kakinya sudah terasa pegal dan kepalanya pun terasa sedikit pusing.

Kalau tahu Pak Husin sudah masuk lagi, Rifa juga mikir-mikir ke sekolah hari ini. Gadis itu memutar otak, mencari cara agar bisa lolos dari hukuman ini.

"Eh-mmmpphh!" Rifa terlonjak saat seseorang tiba-tiba membekap mulutnya, menarik Rifa ke luar dari lapangan. Cowok itu mendesis, meminta Rifa untuk diam agar Pak Husin tidak terusik dan memergoki mereka.

Rifa menghempas bekapan di mulutnya. Ia berbalik menatap tajam si pelaku. Matanya membeliak, menatap cowok itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu mengucek kedua matanya sebab tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Pak Raka?"

Benar, itu adalah Raka. Rifa tersenyum lebar sebab akhirnya bisa bertemu dengan orang yang saat ini ia rindukan. "Pak Raka makasih banyak ya udah nyelametin saya. Saya hampir banget pingsan berjemur di lapangan."

"Ngapain kamu ke sekolah?" Bukannya menanggapi Raka malah membalas dengan pertanyaan yang bernada sama flatnya dengan wajah Raka saat ini. Guru BK itu memandang Rifa penuh tuntutan.

Dipandang seperti itu tentu saja Rifa jadi salah tingkah. Dia yang biasanya banyak omong mendadak gagu. "Ditanya tuh jawab, bukan diam aja."

"Ah-itu, saya ...." Rifa menelan ludah. "Sa-saya mau sekolah, lah. Emang ngapain lagi? Masa ... saya mau shoping, kan aneh."

"Siapa yang ngizinin. Bukannya kamu masih harus istirahat?"

"Saya udah sehat kok."

"Sehat? Muka pucat gitu kamu bilang sehat? Kamu nggak mikir kalo kamu kenapa-napa itu bakal ngerepotin orang lain? Hobi ya kamu bikin gaduh? Kemarin hilang di hutan, sekarang mau acara pingsan karena maksa sekolah padahal masih sakit?"

Rifa menarik senyum tipis, melipat kedua tangannya di dada. "Pak Raka itu nggak tau kondisi saya. Jadi nggak usah sok ngatur. Lagian Pak Raka pikir hilang di hutan itu mau saya? Saya juga nggak mau kali ngerepotin orang lain."

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Where stories live. Discover now