"Nanti mama akan bicarakan ini sama Raka dan tante Mita."

"Tapi, Ma ..."

"Kamu nggak perlu takut sama Papa. Dan Mama pikir, mereka juga akan mengerti bahwa pernikahan ini bukan pernikahan yang kalian inginkan. Lagi pula, Raka tidak bertanggung jawab sama kamu. Lihat sekarang? Apa dia ada jengukin kamu? Nggak ada. Suami macam apa yang seperti itu? Janjinya mau menjaga malah batang hidungnya pun mama nggak liat."

Sarah mengusap pipi Rifa lembut. "Saat ini, mama percayakan kamu sama Abian. Dia anak yang baik dan benar-benar menyayangi kamu. Pun, kalian berdua sama-sama mencintai, kan?"

Rifa hanya diam, menahan air matanya yang sedikit lagi lolos. Mengapa doanya untuk bercerai dengan Raka terkabul di saat ia telah menerima pernikahan mereka? Dan mengapa Raka menjauh saat cintanya sudah bisa Rifa balas?

***


"WELCOME HOME, RIFA!!!"

Sambutan meriah diadakan oleh Udin, Susan dan Abian ketika Rifa tiba di rumah. Mereka menghias dengan ucapan 'selamat datang kembali' dan balon-balon membentuk nama gadis itu.

Awalnya Rifa kaget karena mereka memasuki kamar yang sebelumnya tak diizinkan lagi mereka masuk karena di dalam sana terpajang  foto pernikahan Rifa dengan Raka. Namun, setelah dilihat-lihat foto itu sudah tidak ada. Mungkin mamanya lah yang telah menurunkan foto-foto tersebut.

"Welcome home, bestie gua yang cantik." Susan langsung menghambur memeluk Rifa. "Gua kangen banget pengin sekolah bareng ama lu."

"Gua juga, Fa. Sekolah jadi sepi pas lu sakit. Nggak ada temen dikejar-kejar guru BK lagi gua," sahut Udin membuat Susan melepas pelukannya pada Rifa dan menggeplak kepala Udin.

"Sembarangan lu. Temen bari abis kena musibah malah mau diajak kejar-kejaran ama BK."

"Gua juga kangen banget sekolah. Rasanya punggung gua pegel banget rebahan mulu."

"Itu kepala kamu masih sakit nggak, Fa?" tanya Abian.

Rifa menggeleng, menyentuh perban kecil yang menempel di dahinya. "Udah enggak kok. Cuma kadang-kadang aja suka pusing kalo kebanyakan mikir."

"Yah berarti besok lu nggak usah sekolah dulu, Fa."

"Loh kenapa?" Rifa menatap Udin bingung.

"Iya, soalnya besok ada mapel matematika sama ekonomi. Njir, double kill! Mending absen sehari lagi lah daripada lu nambah pusing."

Rifa terkekeh mendengar saran Udin. Gadis itu duduk di atas tempat tidurnya sementara Abian turun ke bawah untuk membantu Tomi menaikan barang dan Susan membantu Sarah di dapur. Sekarang hanya tinggal dirinya dan Udin.

"Din, lu kan sering nengok gua di rumah sakit. Lu pernah nggak ketemu Pak Raka?"

Udin diam sesaat lalu menggeleng. "Nggak. Gua nggak pernah ketemu sama Pak Raka, Fa." Ia teringat pesan Raka bahwa apabila Rifa bertanya apakah dirinya pernah menjenguk ke rumah sakit jawab saja 'tidak.' Udin heran mengapa Raka menyuruhnya berbohong. Dan kebohongan itu lantas membuat Rifa termenung.

"Kenapa ya, Din, padahal sebelumnya Kak Raka care banget sama gua. Sekarang kok kayaknya dia nggak peduli lagi. Bahkan kata Mama dia nggak ngerawat gua sama sekali di rumah sakit."

"Mungkin lagi sibuk kali, Fa."

"Masa sih, Din? Tapi kok gua ngerasa aneh ya?"

"Aneh karena sekarang lu beneran jatuh cinta, kan sama Kak Raka?" Rifa cukup lambat menjawab pertanyaan Udin hingga akhirnya cowok itu sadar kalau sahabatnya baru saja sembuh dan harus banyak istirahat.  "Udah nggak usah dipikirin dulu. Mending lu istirahat yang banyak. Obatnya jangan telat diminum biar cepet sehat. Biar bisa kejar-kejaran sama Pak Husin lagi. Bentar lagi pulang haji."

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Where stories live. Discover now