Chapter 70

3.5K 273 3
                                    

Aloo!

Ngga nunggu lama lagi, kan?

Sebelum baca, janlup vote dan komen! Karena itu semangatku.

Oke

Happy reading!

Sesuai dengan keputusan mereka kemarin saat melakukan video call, hari ini tepatnya saat sore, Rava akan latihan mewarnai dengan dibimbing oleh kedua orangtuanya.

Kini tiga manusia itu berada di ruang tamu rumah Alvandra—rumah mereka dulu, lagi-lagi karena permintaan dari Rava. Katanya, anak itu penasaran bagaimana suasana di rumah teman ibunya. Apalagi mengingat ia belum pernah ke sana.

Awalnya Zahra menolak. Ia merasa sungkan untuk ke rumah itu lagi. Cukup saat penyelidikan saja. Karena di rumah tersebut sangat banyak kenangan-kenangan yang akan membuat perempuan itu mengingat masa lalu lagi yang tentunya akan membuat dia sakit. Namun, karena Rava begitu memaksa jadinya dengan terpaksa ia setuju.

Terkait Bi Asi yang masih bekerja di sana, tentu senang akan hal itu. Walaupun dia menjadi dilanda kebingungan siapa itu Rava. Dan penasaran apakah Zahra sempat menikah lagi atau tidak. 

"Lumah Om Al besal, ya. Ada dua tingkat, sama kayak lumahnya Nenek. Kok lumah Ava ngga ada, ya?" ucap Rava yang ekspresinya seperti baru melihat rumah seperti ini. Alvandra dibuat terkekeh pelan mendengarnya. Berbeda dengan Zahra yang biasa-biasa saja. 

"Bersyukur yang ada, Ava. Kita kan tinggal berdua doang, ngapain rumah gede?" 

"Dulu juga kita tinggalnya berdua, tapi—" 

"Om sama Mama pelnah tinggal beldua?" potong Rava.

"Ngga, Om Al bercanda doang," elak Zahra cepat.

Baru saja Rava ingin membalas lagi, suara Bi Asi yang begitu semangat menggagalkan niatnya. 

"Minuman dan cemilan datang! Silakan di nikmati, Nak," ujarnya. 

Zahra tersenyum tipis. "Makasih, Bi. Bibi ikut gabung aja sama kita. Hitung-hitung lepasin rindu."

"Eh, nggak perlu, Nak. Nanti malah ganggu. Setelah latihannya nak Rava aja baru Bibi gabung lagi." 

Setelahnya, mereka mulai memakan cemilan yang disediakan oleh Bi Asi. Berbeda dengan dua orang lainnya yang terlihat santai, Zahra malah merasa sesak melihat suasana rumah ini lagi. Ada banyak hal yang membuatnya mengingat masa lalu mereka. Apalagi ketika melihat foto pernikahannya dengan Alvandra yang masih terpajang di ruang televisi. 

Untung, Rava itu melihat hal itu. Jika anak itu melihatnya, maka pasti akan terus bertanya-tanya. 

---

"Om udah beliin buku mewarnai kemarin, jadi sekarang langsung latihan aja," kata Alvandra memberi masukan setelah merasa sudah selesai acara makan cemilannya. 

"Ava itu kalau lagi ngegambar atau mewarnai, harus ikhlas. Moodnya harus baik, pokoknya tulus deh," arahan Zahra berusaha fokus pada rencana awal mereka. Dia tidak berbakat dalam menggambar, bahkan gambarannya saja sudah seperti coret-coretan asal. Hanya saja, perempuan itu memberi arahan pada anaknya sesuai perkataan guru seni budayanya yang masih dia ingat. 

"Terus, jangan fokus ke satu sisi aja. Warnainnya juga jangan asal-asal arahnya. Kalau Ava ngewarnainnya dari atas ke bawa, terus kayak gitu. Jangan di campur, awalnya atas ke bawah, eh malah di tengah-tengah dari samping lagi. Itu supaya hasilnya keliatan bagus. Oke?" 

"Oke, Ma!" 

"Yaudah, mulai. Baca doa dulu, Ava hapalkan doa sebelum belajar?" 

"Hapal dong, Ma!" Setelahnya, bocah laki-laki itu menunduk dengan tangan yang dibentangkan tepat dihadapan dada. 

Alvandra (END)Where stories live. Discover now