Chapter 26

12.9K 924 7
                                    

Happy reading!

Dapur dengan dinding yang terbuat dari keramik berwarna putih, di penuhi alat-alat masak yang tersusun rapi itu hening. Hanya suara dentingan spatula masak pada wajan yang terdengar sedikit.

Sampai akhirnya seseorang datang dengan menegur wanita yang sedang menggoreng sesuatu.

"Kenapa masak, hm?" tegurnya.

Zahra, tak lain dari wanita si pemasak itu tak menggubris sama sekali. Karena dia yakin, kalau dia menjawab pertanyaan dari suaminya, maka ayam crispy yang sedang ia goreng akan gosong.

Karena, pasti akan terjadi perdebatan sedikit yang akan membuatnya lupa dengan ayam crispy-nya.

Merasa tak ada jawaban, Alvandra memegang kedua bahu Zahra, membalikkan tubuh ramping itu  menghadapnya.

"Apaan sih!" kesal Zahra.

"Jawab pertanyaan saya," katanya lagi, tangannya bergerak pelan mematikan kompor. Seakan tahu apa yang dikhawatirkan istrinya.

"Ayam saya gos-" Sebelum menyelesaikan perkataannya, Zahra terdiam melihat kompor yang telah dimatikan.

"Sekarang jawab pertanyaan saya, Ayra." Lelaki yang masih memakai pakaian rumahan itu menegur lawan bicaranya lagi.

"Saya masak, ya karena saya mau makan, Pak suami yang terhormat."

Alvandra menatap istrinya lelah. "Saya sudah bilangkan, kita beli makan di luar. Karena bi Asi sedang sakit. Saya tidak mengizinkan kamu masak."

"Buat apa beli di luar? Saya juga bisa masak."

"Menurut, susah? Lebih baik kamu duduk sana, saya yang melanjutkan kegiatan memasakmu," ujar Alvandra sambil menunjuk meja pantry.

"Emang Bapak bisa masak?" Zahra bertanya. Alisnya terangkat satu, sekilas.

"Bisa, gampang. Mau di masakin apa?"

"Ayam crispy, karena itu baru masak dua, saya ngidam. Dan telur goreng aja, tadi udah masak sayur. Beneran bisa kan?" Mata wanita yang di baluti daster rumahan itu menyipit curiga.

Alvandra mengangguk mantap. "Bisa, sana duduk." Pada akhirnya, Zahra menurut dengan duduk di kursi yang biasa ia tempati, sambil memperhatikan suaminya yang ingin memasak.

Alvandra mengambil ayam crispy yang telah masak, ia langsung menaruhnya di atas piring yang membuat Zahra menghela napas juga menggeleng pelan.

Dengan perasaan diliputi keraguan, Alvandra mulai memasukkan sebuah ayam yang sudah di celupkan ke sebuah  berwarna putih yang sepertinya terigu. Entahlah, lelaki itu tidak tahu.

Zahra menahan tawanya, ia tahu suaminya tidak bisa memasak. Namun, tunggu sebentar, biarkan lelaki itu melakukan hal yang tidak bisa ia lakukan sampai menyerah sendiri.

Tiba-tiba letupan minyak menguar, Alvandra berjalan mundur dengan cepat, melindungi dirinya dengan kedua tangan. Menghindar dari letupan minyak itu.

Wanita yang setia memperhatikannya menggeleng-gelengkan kepala. Lelaki yang menyadarinya itu cepat-cepat kembali ke posisi awal, berusaha menampilkan wajah tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

"Bapak belum mau nyerah dan ngaku kalau nggak bisa masak? Jujur aja kali, Pak. Nggak nyari resiko," kata Zahra menyindir di samping suaminya.

Dengan malas Alvandra menoleh. "Saya bisa!" Namun, setelah berkata demikian, lagi-lagi minyak meletup. Ia cepat-cepat menghindar dengan berlindung di belakang Zahra.

"Masih nggak mau ngaku?" Zahra menaikkan sebelah alis sambil memandang suaminya dengan tatapan mengejek. Tangannya bergerak mengambil spatula di tangan Alvandra.

Alvandra (END)Where stories live. Discover now