Chapter 6

17.4K 1.3K 22
                                    

Happy reading!

Hanya menunggu setengah jam, Hani dan Hardi sudah datang. Keduanya berada di ruang tamu bersama Alvandra. Terkecuali Rossa dan Zahra yang masih di kamar.

"Mama kamu mana, Al?" tanya Hani menengok ke kanan dan kiri mencari sahabatnya.

"Di kamar, Tan."

"Terus ngapain kita di suruh ke sini? Bener-bener ya tuh si Rossa. Gak pernah berubah dari dulu."

"Sabar, Ma. Kayak gak kenal Rossa aja," sahut Hardi.

"Iya-iya."

"Al, tau gak, kenapa Mamamu nyuruh kita buat ke sini?" Hani bertanya seraya memandang anak sahabatnya dengan pandangan bertanya.

"Sebenarnya …."

Hardi mengangkat sebelah alisnya. "Sebenarnya, apa?"

"Sa-"

"Eh, astagfirullah! Zahra ke mana?  Bukannya dia masih di sini?" heboh Hani memotong ucapan Alvandra. Mengingat bahwa anaknya masih berada di sini. Namun di mana dia? Mengapa tak terlihat sama sekali.

Tak tahu mengapa, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Sedari di rumah, ia merasa khawatir terus-menerus. Sampai sekarang pun, rasa khawatirnya belum hilang.

Walaupun, Hani sudah tahu, anaknya masih berada di rumah ini, dan mungkin baik-baik saja. Namun, perasaannya belum bisa lega.

"Ayra, ada di kamar saya sama Mama, Tan."

Hardi mengerutkan keningnya, perasaannya tidak enak. "Kenapa di kamar kamu?"

"Kenapa gak di kamar, Rossa aja?" celetuk Ibu Zahra itu. Perasaannya semakin tidak enak.

"Izinkan saya jelaskan apa yang terjadi sebenarnya."

"Ha? Terjadi apa maksud kamu? Apa yang terjadi sama Zahra? Dia baik-baik aja kan?" Pertanyaan berturut-turut dari Hani mulai keluar.

"Sabar dulu, Ma. Biarin Al jelasin semuanya, tenang."

Hani menatap suaminya, kemudian berucap, "Pa, perasaan aku gak enak."

"Cepat jelasin, Al."

Mendengar itu, Alvandra semakin merasa bersalah. Menarik napas panjang, ia mulai menjelaskan semuanya. "Sebelumnya, saya minta maaf, Om, Tan."

Kedua pasangan suami istri itu masih diam. Menyimak dan menunggu ucapan Alvandra selanjutnya.

"Saya … memperkosa anak kalian, Ayra. Tapi saya janji, saya akan bertanggung jawab."

Mata Hardi memerah. Napasnya memburu. Lelaki paruh baya itu berdiri dan menggebrak meja sangat keras. Suara gebrakan itu terdengar di seluruh penjuru rumah.

Melangkah maju, mendekati anak sahabatnya, menarik kerah baju lelaki itu, Hardi mulai memberikan pukulan bertubi-tubi.

Bugh!

Bugh!

"Kurang ajar kamu!" teriaknya murka. Terus-menerus menonjok wajah Alvandra.

Lelaki yang wajahnya dipukul terus-menerus, hanya pasrah menerima pukulan bertubi-tubi ayah Zahra. Wajahnya mungkin sudah babak belur.

Darah mulai mengalir keluar dari hidung dan mulutnya. Dipastikan, wajahnya sudah babak belur.

"Papa, udah Pa!" Hani berusaha menarik Hardi yang saat ini sangat terlihat murka. Memang, soal anak, suaminya itu akan maju paling depan.

Hani berteriak dan menangis histeris, di saat suaminya tak mendengarkan ucapannya sama sekali. "Papa, udah! Mama bilang udah!" Dengan sekuat tenaganya, Ibu paruh baya itu masih berusaha menarik suaminya dan memeluknya dari belakang.

Di karena kan pikirannya sangat kacau, Hardi tanpa sengaja mendorong tubuh Istrinya hingga sedikit lagi terjatuh di lantai. Untung saja, bi Inah selaku Art di rumah itu cepat-cepat datang dan menahan tubuh Hani.

---

Sayup-sayup mendengar suara berisik di lantai bawa, Zahra yang belum tenang sepenuhnya pun, kembali merasa ketakutan.

"Pasti itu Hardi …," gumam Rossa, wajahnya terlihat sangat khawatir. Namun, ia tidak bisa melakukan apapun. Anaknya sudah berpesan, ia harus tetap berada di kamar, menenangkan Zahra. Agar, Hardi juga puas memberinya pelajaran.

Sedikit mendengar gumaman sahabat Ibunya, Zahra berusaha melepaskan pelukannya pada Rossa.

Berhasil, Zahra berlari keluar dari kamar, turun ke ruang tamu yang terdengar sangat berisik. Tak memperdulikan kakinya terasa sakit.

"Zahra!" Rossa berteriak seraya mengejar anak sahabatnya itu.

Sesampainya di ruang tamu, Zahra menutup telinganya. Tubuh wanita itu kembali gemetar, ia semakin ketakutan melihat aksi perkelahian di depannya. "Papa!"

"Alpa!"

Hani yang ditahan oleh bi Inah, menoleh ke belakang. Tersenyum manis, walaupun pipinya masih basah. "Ara. Lepasin saya, Bi!"

Bi Inah akhirnya melepaskan tangannya yang menahan tubuh Hani. Membuat Ibu paruh baya itu bisa berlari mendekati anaknya.

"Mama!" Zahra memeluk Ibunya erat, yang di balas tak kalah erat. Wanita itu kembali menangis.

Pelukan terlepas, Zahra berjalan mendekati kedua lelaki yang tengah berkelahi itu. Tak mendengarkan teriakan orang-orang yang ada di sana.

Masih dengan emosi yang menggebu-gebu, Hardi memukul beberapa kali perut lawannya itu, sampai Alvandra terhantam di lantai. Rossa di belakang Hani semakin berteriak memanggil nama anaknya.

Maju selangkah lagi, Zahra memeluk tubuh ayahnya dari belakang. Dan berucap lirih, "Udah Pa, udah!"

Baru saja akan kembali memukul Alvandra, tetapi ia urungkan saat anaknya memeluk tubuhnya dari belakang.

Hardi berbalik. "Ara …." Lelaki paruh baya itu melepas pelukan anaknya.
Kemudian dia yang mulai memeluk Zahra erat.

Zahra membalas pelukan hangat itu. "Papa, jangan mukul-mukul orang kayak gitu lagi. Aku gak suka." Begitulah Zahra, terkadang sangat manja dengan kedua orangtuanya.

Mengelus rambut anak bungsunya lembut, Hardi beberapa kali menciumnya. "Maafin Papa sayang, udah gagal jaga kamu."

Zahra mengangkat kepalanya, menatap wajah ayahnya yang masih terlihat memerah. "Maafin, aku juga, gak bisa jaga diri sendiri."

"Bukan salah kamu, sayang. Sekarang kita pulang ke rumah, ya?" Zahra mengangguk.

Hardi tampaknya mencari seseorang, terbukti kepalanya menoleh ke kanan dan kiri.  "Via, ayo pulang." Ternyata, lelaki paruh baya itu mencari Istrinya. Via, adalah panggilan untuk Hani dari dirinya. Diambil dari nama tengah Hani. Hani Ilivia Vernandez.

Mengangguk, Hani menatap sahabatnya yang berusaha membantu Alvandra berdiri bersama bi Inah, dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

Sejak seorang Ayah dan Anak itu berpelukan, Rossa berlari mendekati anaknya. Menangis dan membantu anaknya berdiri.

"Ayo, Ma." Suara bariton Hardi terdengar lagi. Ibu Zahra itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya, mengayunkan kakinya mendekat ke arah suami dan anaknya.

Baru saja ketiganya akan melangkah keluar dari rumah, suara teriakan Rossa terdengar jelas. "Tunggu!"

"Ya?" Hardi berbalik.

Rossa menatap anaknya sebentar, kemudian kembali berucap, "Jangan pulang dulu. Kita belum bicarakan dan selesaikan masalah ini."

"Apa yang perlu dibicarakan?" tanya Hani menyahut.

"Han-"

"Dibicarakan besok aja. Zahra mau istirahat," potong Hardi.

"Hm, oke."

Jangan lupa vote dan komen, Terimakasih.

Alvandra (END)Where stories live. Discover now