Gadis itu mengguncang ponsel yang sama sekali tak menampilkan sinyal. Ia mencoba berjalan, tapi hanya berputar-putar dan kembali di titik itu lagi.

Satu hal yang ia sadari bahwa ia telah tersesat. Oke, Rifa masih bisa tenang kalau hanya tersesat di kebun belakang rumahnya tetapi ini di hutan yang ia sama sekali tak familier. Meskipun matahari masih berada di pucuk kepala, tetapi di bawah sini rasanya tidak seterang di luar sana. Dan satu-satunya orang ya g ada di pikirannya saat ini hanya ada satu, yaitu Raka.

"Kak Raka ... tolongin Rifa."




***



"Rifa hilang?" sontak semua orang kaget mendengar penjelasan Abian yang datang dengan napas terputus-putus dan peluh bercucuran.

Udin lalu mendekati Abian menanya lebih detail. "Kok bisa Rifa hilang?"

"Tadi gua ajak dia istirahat karena gua liat dia kecapekan...." Abian menuturkan bahwasanya ia berani mengajak Rifa beristirahat karena ia sudah hafal rute eksplorasi. "...tapi tiba-tiba gua sakit perut dan izin buat buang air dulu—"

"Kamu nyuruh Rifa nunggu sendirian?" tanya Raka yang diangguki oleh Abian.

"Iya, saya suruh dia nunggu Pak. Tapi pas saya balik Rifa udah nggak ada."

Raka mengusap kasar wajahnya. Bu Warsiah terlihat panik begitu pun dengan Udin dan yang lainnya. Raka berusaha membuat semuanya tetap tenang.

"Kita harus cari Rifa!" Udin membuka suara diikiti oleh Susan.

"Iya, kita harus cari Rifa!"

"Tunggu dulu! Kalian mau cari Rifa ke mana?" tanya Raka. "Emangnya kalian tau, Rifa pergi ke arah mana?"

"Justru karena kita nggak tahu Rifa ke mana, makanya harus dicari, Pak," sahut Udin.

"Maksud saya, kalo kalian nggak tahu arah nggak usah ikut nyari. Biar saya sama petugas aja yang nyari. Yang lain kembali ke tenda masing-masing."

"Nggak! Saya juga harus ikut nyari!" bantah Udin. "San, lu ikut gua atau nggak?"

"Gua ikut lu."

Tak bisa dicegah lagi, Udin dan Susan langsung pergi masuk ke dalam hutan. Abian yang merasa bersalah juga ikut menyusul mereka berdua.

Setelah menenangkan Bu Warsiah dan meminta semuanya kembali ke tenda masing-masing. Raka bersama para petugas keamanan hutan berpencar mencari keberadaan Rifa yang terpisah dari rombongan.

Siang semakin jatuh menginjak ke sore. Mereka sudah berkeliling hutan untuk mencari tetapi nihil, Rifa tak juga ditemukan. Suara Raka sampai parau meneriakan nama gadis yang telah sah menjadi istrinya. Kalau dilihat saja Raka memang tampak tenang, tetapi hatinya sangat kacau. Berbagai hal buruk tentu saja terbayang di kepalanya namun sebisa mungkin ia berpikir possitive.

"Kalo yang sudah sering camping di daerah sini, biasanya mereka hafal kalau arah utara itu rawan. Jalannya berlumut dan ada jurang cukup dalam di sana," ungkap salah seorang penjaga.

"Tapi semoga aja murid bapak nggak lari ke arah sana."

Raka tidak menyahuti perkataan mereka. Tenggorokaannya terasa kering mendengar ucapan penjaga hutan tersebut. Bagaimana caranya mempertanggungjawabkan semua pada orang tua Rifa jika sampai terjadi apa-apa pada gadis yang telah dipercayakan Tomi kepadanya. Ia bahkan tak pantas disebut sebagai laki-laki jika dalam waktu 24 jam tidak menemukan istrinya yang terjebak di hutan sendirian.

"Apa sebelumnya pernah ada yang nyasar juga seperti Rifa, Bang?" tanya Raka. Ia harus memastikan bahwa tak ada kejadian buruk yang pernah terjadi sebelum ini untuk meyakinkan diri bahwa Rifa akan baik-baik saja.

Guru BK Ngeselin Itu, Suami Gue! [COMPLETED√]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin