33. Skeleton

1.9K 237 35
                                    

Ibu pernah bilang bahwa rasa sakit tatkala ayah pergi meninggalkannya itu mencapai angka sepuluh. "Apa rasa sakit itu bisa di takar oleh angka ibu?"

"Bisa saja sayang."

Aku tercenung saat mengingat konversasiku dulu bersama ibu di musim dingin kesepuluh setelah kepergian ayah tetiba saja teringat memenuhi kepalaku. Mungkin saat titik ini juga aku mencapai angka ke sepuluh rasa sakitku, "Ayo bangun!"

Jongseong menarikku berdiri dengan tak sabaran setelah mencapai pelepasannya dan aku berjengkit sakit menahan perutku yang semakin ngilu. "Sakit.."

"Ck. Jangan manja." Desisnya segera membenahi pakaianku dengan kasar. "Ayo." Ia menarik setengah menyeretku keluar dari ruang rawat inap Jay yang kulihat sesaat sosok Jay yang masih terbaring dengan pandangan redup.

"Jay-yaa.." Aku memanggil nama Jay berharap ia datang menghampiriku dan membawaku lari dari iblis sialan ini.

"Diam sialan!" Bentak Jongseong semakin menyeretku dan aku terisak mengikutinya sambil menahan nyeri di perutku sampai aku merasakan sesuatu mengalir dari milikku yang turun sampai betisku.

"Jongseong aku berdarah hiksss aku berdarah..." Aku panik dan Jongseong menatap aliran darahku dengan tatapan lurus yang kemudian ia berdecak. "Merepotkan." Desisnya menggendongku dan bukan membawaku kembali ke ruang rawat inapku melainkan menuju tangga darurat.

"Hikss sakit..."

Perutku semakin sakit sampai aku meremasnya, "Jay hikss Jay-yaa.." Isakku sebelum semuanya menggelap oleh rasa sakit yang tidak bisa tertahankan lagi.

••••

Aku terbangun dan mendapati diri seperti di dalam kamar ntah siapa, "Akhirnya kau bangun juga." Kata seorang gadis yang sepertinya seumuran dengan kak Taehyung.

"Bayimu selamat. Untuk ukuran usia kandungan yang belun satu bulan memang rentan melakukan hal intim terlalu keras." Katanya mengusap dahiku lamat. "Jadi bicarakan dengan benar bersama Jongseong."

Setelah berkata begitu orang itu pun bangkit keluar dari kamar yang kemudian si iblis sialan Jongseong masuk dengan ponggahnya. "Ck. Kenapa bisa kau hamil?"

"Apa selama ini Jay mengeluarkannya di dalam huh?"

Aku tak menanggapinya karna terlalu lemas yang bahkan menggerakkan jariku pun butuh tenaga lebih, "Aku tidak suka di abaikan Bella. Jawab sebelum aku merobek mulutmu."

"Aku hamil dan ini anak Jay."

Ia tersenyum sinis. "Omong kosong. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau sering bermain dengan Jake dan Sunghoon huh?"

"Percayai saja apa yang kau percayai Jongseong." Kataku lelah dan ia berjalan mendekat yang dengan kasar menyentakku duduk. "Kau berani padaku?" Desisnya dengan pandangan kami beradu sengit.

"Apa semua orang harus tunduk padamu Jongseong? Apa itu keharusan?"

"Tentu saja sialan." Ia mencengkram erat kerah kemejaku hampir seperti ingin mencekikku, "Aku bahkan bisa membunuhmu detik ini juga Bella. Tapi--" Ia terenggah seperti menahan luapan emosi yang kemudian menyeringai psikopat dan membuatku semakin berada dalam kumbangan teror masif yang kian mencekik.

"Kau belum waktunya mati Bella. Aku masih membutuhkanmu untuk proyekku."

Proyek? Apa maksudnya?

Ia melepas cengkramannya kasar dan beranjak menyugar surainya yang masih terlihat berusaha keras menahan emosinya yang memang terlihat tak pernah tak stabil. "Istirahatlah. Nanti malam kau harus pergi menemui Ethan." Katanya yang kemudian beranjak pergi dengan pintu kamar terbanting keras.

FRACTEDWhere stories live. Discover now