11. The Truth Untold

3.4K 275 40
                                    

Pulang sekolah aku pergi bersama Jay ke suatu tempat yang katanya adalah tempat favoritnya. Ternyata ia membawaku ke pesisir pantai dan membawaku terbaring di atap mobilnya.

"Aku suka rasi bintang." Katanya yang masih menatap ke hamparan langit malam yang penuh bintang. "Katanya malam ini akan ada bintang jatuh."

Oh well, aku tak menyangka akan ada sisi lembut darinya seperti ini.

Aku meliriknya dan menyentuh pipinya memastikan apa ini benar dia atau hantu yang menyerupai. "Apa?" Tanyanya heran.

"Tidak, bukan apa-apa." Kataku kembali menatap hamparan langit malam dengan bosan apa lagi kakiku sedari tadi di gigit oleh nyamuk.

Tapi Jay terlihat begitu senang jadi aku tidak ingin mengintrupsinya dan ia membawaku lebih dekat sampai lengannya menjadi bantalanku tidur.

Aroma musknya membuatku tak karuan dan merubah posisiku miring memeluknya sampai aku merasakan kecupannya di puncak kepalaku.

"Jay..."

"Hm?"

"Kapan kita mendapatkan misi lagi?"

"Mungkin lusa." Katanya yang bisa kurasakan jemarinya kini memainkan suraiku. "Kenapa? Kau butuh uang?"

"Hanya ingin tahu saja Jay-ya.." Aku mendongak menatapnya yang sudah lebih dulu menatapku.

"Aku suka matamu." Katanya yang kini mengusap pelupuk mataku sesaat membuatku terpejam sampai merasakan kecupannya di bibirku.

"Bella..."

"Ya?" Aku membuka mata dan ia mengukung tubuhku dengan jemarinya menyentuh kening, ujung hidungku sampai belahan bibirku.

Lantas tersenyum membuatku menatap kearah lain karna bisa saja terperangkap jatuh hati pada si Jay sekarang. "Lihat aku Bella."

Ia menarik sisi wajahku lembut dan kemudian mengecup bibirku sekilas. "Kau cantik."

"Ayo pulang." Aku mendorong dadanya sampai ia terduduk menyugar surainya sambil terkekeh lalu terdiam menatap hamparan langit. "Katanya jika sudah mati kau akan menjadi bintang, benarkah itu?"

"Ntahlah." Aku ikut terduduk sepertinya dan memeluk kedua kakiku.

"Kenapa kau suka rasi bintang?"

Ia tak menjawab hanya diam dan aku menatap sisi wajahnya lamat yang terlihat begitu redup sekarang seolah menyimpan banyak kepahitan.

Aku lantas memeluknya dari arah samping dan ia terkekeh serak membalas pelukanku. Tak ada pembicaraan apapun sampai kemudian kami pulang setelah aku mendapat telepon dari ibu.

••••

Keesokan paginya adalah hari minggu. Hari dimana aku dan Heeseung berjanji untuk bertemu di sungai han.

Yang tanpa terduga ia menjemputku di rumah setelah sarapan bersama karna Heeseung memang sudah dekat dengan keluargaku.

Dulu sejak kecil kami memang hidup di satu komplek yang sama. Keseringan menghabiskan waktu itu lah membuatku nyaman bersamanya dan menerimannya menjadi kekasihku meski tak ada debaran anomali atau jutaan kupu-kupu yang menggelitik.

Ironisnya semua itu kurasakan pada seseorang yang sering mengataiku idiot cih.

Lupakan si Jake sialan itu Bella. Lupakan.

"Bella.."

"Ya?" Aku memeluknya yang terasa semakin kurus di kursi boncengan motornya. "Kau yakin mau ke sungai han? Tidak ingin ke tempat lain?"

FRACTEDOnde histórias criam vida. Descubra agora