P R O M I S E -19-

709 99 16
                                    

Taeyong menghembuskan napasnya kasar, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa di ruangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taeyong menghembuskan napasnya kasar, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa di ruangannya. Sepulang menonton basket, Taeyong tiba-tiba saja dihubungi oleh salah satu karyawan jika hari ini ada pertemuan mendadak dengan klien. Rapat berjalan hampir selama 3 jam.

"Kita bertemu di taman biasa..."

Taeyong ingat, hari ini dia akan bertemu Jeno. Pemuda itu melihat arloji di tangannya.

Sial, di melupakan hal penting itu. Sekarang sudah jam 7 malam. Itu artinya Jeno sudah menunggunya selama 2 jam?! Bodoh, Taeyong merutuki dirinya yang pelupa.

Taeyong bergegas pergi ke taman itu. Namun sesampainya disana, dia tidak melihat siapapun. Hanya ada bekas minuman yang tumpah. Apakah ini milik Jeno? Pikir Taeyong. Dia harap adiknya itu sudah pulang dan baik-baik saja.

Drrrt...drrrt

"Taeyongie kau dimana? Kau mau makan malam bersama? Eomma sudah memasak banyak..."

"Tentu eomma... aku akan segera kesana, bisa kirim saja alamat rumahmu eomma?"

"Baiklah, eomma akan memberikan lokasinya..."

"Nee eomma...gomawo."

Panggilan terputus. Kebetulan sekali, hari ini dia akan tahu tempat tinggal ibu dan adiknya. Mungkin hari ini juga dia akan menjelaskannya pada Jeno.

"Maafkan aku...," sesal Taeyong.



"Jeno kau tidak akan pulang?" tanya Doyoung, sudah hampir 1 jam lebih dia membujuk Jeno yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu untuk pulang. Mengingat hari ini Jeno melakukan pertandingan basket yang melelahkan, belum lagi kejadian tadi yang bisa saja membuat Jeno sakit.

Tapi Jeno tetaplah Jeno, manusia kepala batu yang sulit untuk diberi tahu.

"Kau pulang saja hyung, aku masih ingin berlatih," ujar Jeno sembari memantulkan bola basket ke tanah.

Doyoung mencengkram bahu Jeno dan membuat mereka saling bertatapan. "Setidaknya pikirkan kesehatan tubuhmu, aku tahu latihan itu perlu untuk hasil maksimal. Tapi semua itu akan percuma jika akhirnya akan menyakiti dirimu sendiri!"

"Tatap aku Jeno!"

Jeno enggan menatap Doyoung, dia tahu jika lelaki yang berbeda 5 tahun dengan dirinya itu khawatir padanya. Tapi Jeno tetap teguh pada egonya. Dia ingin melampiaskan kekesalannya pada hobinya ini. Apakah itu salah? Selagi Jeno tidak berbuat hal negatif, tidak apa-apa 'kan?

Meski dibalik kekesalan dan kekecewaan itu terbesit rasa khawatir pada sang kakak. Tapi itu hanya sedikit.

"Pulanglah! Atau aku akan beritahu manager di minimarket untuk memecatmu!" ancam Doyoung. Netra hitam milik Jeno membola, yang benar saja. Doyoung mengancamnya?

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang