P R O M I S E -7-

868 104 4
                                    

Hari ini, Jeno mengantar ibunya ke bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini, Jeno mengantar ibunya ke bandara. Tadinya Seoyeong menolak, tapi Jeno tetaplah Jeno yang memaksa sampai akhirnya Seoyeong pasrah.

"Hati-hati disana, selalu pakai sunscreen, jangan lewatkan makan!" pesan Jeno.

"Arrasseo arrasseo! Kalau begitu eomma harus pergi... jaga dirimu dengan baik, nee?"

"Nee eomma!"

Seoyeong menarik kopernya dan melangkahkan kakinya.

"Anakmu sangat posesif ya," ujar Dajung.

Seoyeong terkekeh, "ya, dia sama seperti ayahnya." Seoyeong terdiam sebentar setelah mengucapkan itu.

"Ey...kau kembali bernostalgia tentang suamimu," goda Dajung.

"Mwoya?! Aniya..."

Dajung tertawa kecil melihat Seoyeong yang sedikit salah tingkah. Terkadang dia heran melihat kehidupan rekan kerjanya ini. Jika Seoyeong masih mencintai Donghae, lantas kenapa mereka bercerai. Bahkan perceraiannya sudah 9 tahun yang lalu terjadi.

Sementara itu, Jeno pergi ke minimarket tanpa menggunakan motornya. Karena saat mengantar ibunya dia menggunakan taksi.

"Maaf karena aku telat," Jeno membungkuk sopan pada rekan kerjanya.

"Gwaenchana, lagipula disini tidak terlalu sibuk," ucap gadis itu.

Jeno mengangguk, sepertia biasanya dia pergi ke ruang karyawan untuk mengganti pakaiannya.

"Sekali lagi aku minta maaf dan terimakasih, Dita nuna," kata Jeno.

"Santai saja...," balas Dita. Gadis berusia 23 tahun yang menjalani kuliahnya sambil bekerja. Dia adalah perantau asal Indonesia dan sudah bekerja selama 2 tahun di minimarket ini. Dia menjalani kuliahnya juga disini dengan bantuan beasiswa, alasannya bekerja hanya ingin mengisi waktu luang dan tentunya menambah uang sakunya. Dia juga sudah cukup dekat dengan Jeno dan Doyoung, tak jarang mereka akan bermain keluar bersama.

"Kalau begitu aku pergi dulu, ada kuliah malam hari ini," pamit Dita.

Jeno mengangguk, "hati-hati di jalan."

Setelah Dita pergi, Jeno mendudukkan dirinya di kursi kasir. Jeno menghela napasnya. Andai saja dulu ibunya tidak gegabah dengan membantu kakeknya yang hobi berjudi untuk membayar hutang. Maka saat ini, dia tidak perlu bekerja paruh waktu. Ibunya juga tidak akan kesulitan bekerja lembur hampir setiap hari. Bahkan mereka tidak perlu tinggal di rumah susun seperti saat ini dan tinggal di rumahnya yang dulu. Tapi kembali ke kata pertama 'andai', hanya kata yang penuh dengan penyesalan, keluhan dan harapan yang tidak akan pernah bisa tercapai.

Jeno bangkit dari duduknya saat mendengar suara pintu terbuka. "Selamat datang," ujarnya, saat ada pembeli yang masuk.

"Permisi, apa disini menjual... emm itu..."

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang