46. Apa Boleh Gue Punya Hak Untuk Cemburu?

342 23 0
                                    

"Aku memang tak suka jika ada orang lain yang lebih tahu tentangmu namun apa hakku untuk melarang itu?"

🎸🎸🎸

"Kamu yakin mau sekolah?"

Sudah puluhan kali Zemi menanyakan hal itu pada Zebira membuat gadis itu sedikit kesal karena dia tahu ayahnya ingin dia istirahat di rumah saja. Padahal Zebira sudah merasa baik-baik saja. Dia pun tak lupa membawa obat untuk diminum di jam makan siang nanti.

"Ayolah, Pi. Aku udah siap," jawab Zebira.

"Tapi Papi enggak tenang, Sayang," balas Zemi.

Zebira menatap penuh mohon pada Atta dan Bianca. "Coba Abang sama Mami bujuk Papi. Lagian aku udah sehat. Aku mau sekolah," mohonnya.

"Iya, Pi. Biar Atta yang antar. Nanti juga biar Atta yang jemput. Janji, Pi," ucap Atta berusaha ikut meyakinkan Zemi.

"Iya, Pi. Lagian Zebira juga udah sehat. Jangan dipaksa di rumah nanti malah kepikiran terus makin sakit," tambah Bianca.

"Tuh, Pi. Lagian aku udah sehat, Papi. Kalau Papi enggak percaya Papi tungguin aku aja di sekolah kayak waktu aku masih TK dulu," ujar Zebira.

Zemi menghela napasnya. Tiga lawan satu mana mungkin akan menang terlebih sang istri sudah memihak pada putrinya. "Yaudah Papi izinin kamu sekolah, tapi ingat dijemput sama Bang Atta."

Zebira kontan tersenyum lebar. "Siap, Papi! Siapapun boleh jemput aku asal aku bisa sekolah."

"Yaudah, ayo sarapan!" ajak Zemi yang kemudian berlalu menuju meja makan diikuti Bianca. Zebira yang baru saja akan melangkah terpaksa terhenti karena Atta tiba-tiba menariknya.

"Kenapa, Bang?" tanya Zebira.

"Kamu enggak bisa bohongin perasaan kamu sendiri, Ra. Abang tahu kamu suka sama Kenan," jawab Atta.

"Abang tahu dari mana? Kenan ngadu sama Abang? Apa yang dia omongin," cerca Zebira.

Atta menggeleng sembari tersenyum. "Ternyata benar kalian lagi ada masalah."

Dahi Zebira mengernyit. "Maksudnya?"

"Abang kemarin lihat kamu diantar sama Kenan, tapi kamu keluar dari pintu depan. Selain itu, kamu enggak ngomong apa-apa sama dia. Abang ngira kalian ada masalah ternyata dugaan Abang benar. Kenapa kamu enggak cerita? Kamu enggak percaya lagi sama Abang?"

"Bukan gitu, Bang."

"Lalu?"

"Aku males bahas itu, Bang. Boleh nanti aja bahasnya?"

Zebira bahkan belum sempat cerita pada kedua orangtuanya. Zebira hanya butuh waktu saja. Entah kapan, tapi yang pasti bukan sekarang.

***

Sejak jam pelajaran pertama, tatapan Rigel tak lepas dari gerak-gerik Zebira hari ini. Gadis itu nampak tak seperti biasanya. Wajahnya pun terlihat agak pucat. Sesekali gadis itu juga meringis sembari memegangi kepalanya.

"Bu," panggil Rigel sembari mengacungkan tangannya.

Spontan guru yang mengajar beserta semua isi kelas menatap ke arahnya. "Iya, Rigel. Ada apa?" jawab sang guru.

"Apa orang sakit diperbolehkan memakai jaket di kelas?" tanya Rigel.

Sang guru mengangguk. "Boleh, Nak. Kamu sakit?"

Monachopsis [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang