25. Terbongkar

473 24 0
                                    


"Tak ada yang lebih sakit dari kebohongan yang berasal dari orang yang paling kita percaya."

🎸🎸🎸

Belum sempat Adia bercerita soal jalan-jalannya bersama sang papa, Diana justru memerintahkan Adia untuk masuk ke kamar. Meski kebingungan, Adia tetap patuh menuruti perintah mamanya. Kini tinggal Agasa dan Diana di depan pintu rumah keduanya.

"Maksud kamu apa, Agasa?" tanya Diana. Nada bicaranya terkesan datar belum lagi raut wajah yang tak disertai senyuman seperti biasanya.

"Maksud aku apa? Aku enggak paham, Na. Kamu kenapa sih?" tanya Agasa balik. Pria itu tentu kebingungan.

"Mau sampai kapan kamu nyakitin anak aku, Agasa? Mau sampai kapan?"

Agasa menggelengkan kepalanya. "Kamu ngomong apa sih, Na? Anak kamu yang mana? Anak kita maksudnya?"

Diana masih setia dengan wajah tanpa ekspresinya. Sebisa mungkin dirinya menahan amarahnya. Ingin sekali rasanya berteriak di depan suaminya itu, tetapi Diana masih sadar dirinya adalah istri dari Agasa.

"Na, coba kamu jelasin. Sebenarnya ada apa?" Agasa membujuk istrinya itu bahkan tangannya akan meraih tangan Diana namun Diana sudah lebih dulu menepisnya. Perlakuan Diana itu membuat Agasa semakin tak paham. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Aku enggak pernah minta apa-apa sama kamu. Aku cuman minta jadilah papa yang baik untuk anak-anak aku, tapi kenapa kamu tega nyakitin mereka, Gas? Kenapa?"

Diana hampir menangis. Matanya berkaca-kaca. Rasa kecewa dan sakit hatinya menjadi satu. Agasa, orang yang paling dia percaya bisa menjaga perasaan anak-anaknya justru adalah orang yang paling bisa menyakiti perasaan anak-anaknya.

Agasa menggeleng. "Kamu salah, Diana. Mereka anak-anak aku juga. Evano, Kenan sama Adia itu anak kita. Kalau emang ada masalah kita bisa omongin baik-baik, Na."

Kini Diana yang menggelengkan kepalanya. Secara baik-baik? Tidak. Agasa sudah keterlaluan. "Kenapa kamu jodohin Kenan sama Reina, Gas? Kenapa?"

Deg.

Diana sudah tahu itu. Bagaimana bisa?

"Diam kan kamu," ucap Diana melihat sang suami yang terdiam seribu bahasa. "Gas, aku tahu masa lalu kita buruk. Aku tahu itu, tapi aku mohon jangan melimpahkan itu semua ke anak-anak aku, Gas. Mereka enggak salah. Mereka bukan kita, Gas. Apa kamu enggak bisa belajar dari kejadian Evano dulu? Lihat, Gas. Lihat Evano yang semakin hari semakin jauh dari kita. Itu semua gara-gara kamu! Bahkan Evano enggak bisa bahagia itu semua karena kamu, Agasa! Kamu nyakitin anak aku!"

Sudah tak kuasa lagi menahan tangisnya, tangis Diana pecah. Selama ini Diana diam, tapi bukan berarti dirinya tak berusaha mengatasi semua ini. Agasa mematahkan segalanya.

Melihat sang istri dalam keadaan seperti itu membuat Agasa tak bisa melakukan apa-apa. Dirinya salah, tapi apa ada yang bisa mengerti dirinya sekali saja? Agasa hanya takut anak-anaknya akan mengalami hal yang terjadi pada dirinya di masa lalu. Agasa takut. Cukup dirinya gagal menjadi seorang laki-laki, jangan gagal menjadi seorang ayah.

***

Arkan dan Anika datang ke rumah Zemi di siang hari. Mereka datang tanpa kedua orangtuanya yang akan menyusul sore hari nanti. Kini, Arkan, Anika, Zebira, dan Atta tengah berkumpul di meja makan. Mereka sedang sibuk memotong daging, menyiapkan sosis, dan segala hal lainnya untuk acara barbeque malam nanti.

"Makanan kita banyak nih. Kamu enggak mau ajak Kenan, Reina sama Cassy?" tanya Anika yang kini sibuk memotong daging sapi.

"Iya ajak aja, Ra. Pasti bakalan seru," ucap Arkan yang setuju dengan usulan kakaknya itu.

Monachopsis [ Completed ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz