43. Amarah

317 16 0
                                    

"Terkadang kita yang terlalu egois bisa menyebabkan semua yang kita punya hilang begitu saja."

🎸🎸🎸

Zebira itu terlalu mudah untuk bisa Rigel tebak. Jikapun Kenan tak bercerita yang terjadi pasti Rigel bisa memastikan jika Zebira sedang tidak baik-baik saja dengan Kenan. Bahkan Reina dan Cassy pun menjadi korban. Selain keras kepala, Zebira juga mudah marah, dan tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.

Kali ini, Rigel berusaha mengikuti kemana Zebira pergi. Namun, saat gadis itu masuk ke ruang musik Rigel sempat terkejut. Sejak kapan Zebira menyukai hal berbau musik?

"Rallyn!" Akhirnya Rigel memanggil Zebira. Zebira tentu menoleh ke arahnya. Wajahnya langsung marah, sudah bisa Rigel pastikan hal itu karena memang mood Zebira sedang tak baik-baik saja, dan dia dengan beraninya membuntuti Zebira.

"Lo ngapain? Lo ngikutin gue?" cerca Zebira.

Rigel menyengir tak berdosa. "Iya hehe."

Zebira berdecak. "Mau apa sih?!"

"Lo sensi amat sih, Ra. Gue salah apa coba?" balas Rigel pura-pura tak mengerti keadaan Zebira saat ini.

Zebira menghela napasnya. Dia termenung sesaat. Jika dipikir-pikir memang Rigel tak punya salah apa-apa. Bukannya kemarin Zebira mengatakan hal itu juga pada Kenan?

"Lo enggak salah apa-apa, Sanjay. Gue cuman kesel aja lo ngikutin gue. Mau apa sih?" Nada bicara Zebira sedikit membaik, tak lagi seketus tadi.

"Mau main," jawab Rigel konyol.

"Main? Sanjay, lo sehat?"

Rigel mengangguk. "Lo kan tahu gue belum kenal banyak orang di sini. Gue enggak tahu tempat di sekolah ini juga. Masa lo tega sih membiarkan gue seorang diri? Lo enggak mikir gitu kalau gue nanti kesasar lagi terus gu—"

"Stop!" sela Zebira yang merasa muak. "Lo aneh deh. Lo kenapa sih? Enggak biasanya lebay gitu."

"Lo ngomong gue lebay, Ra? Sumpah lo nyakitin hati gue tahu," ucap Rigel mendramatisir.

Zebira nampaknya harus sabar menghadapi sahabat kecilnya ini. "Oke, ayo ikut gue ke dalam aja. Gue mau main gitar."

"Hah? Lo bisa gitar, Ra? Sejak kapan?" tanya Rigel terkejut.

"Kepo. Udah ah ayo!"

Meski kecewa tak mendapatkan jawaban atas pertanyannya namun Rigel senang akhirnya Zebira luluh. Lihat saja nanti pasti Rigel berhasil membujuk Zebira. Hal itu terlalu mudah untuknya.

***

Kali ini Adia dijenguk oleh Zemi dan Bianca. Gadis berusia dua belas tahun itu menebar senyumnya tatkala lagi-lagi ada orang yang menjenguknya. Adia seakan tahu jika masih banyak orang yang peduli padanya.

"Gimana kabar kamu? Udah mendingan?" tanya Bianca sembari mengusap surai Adia. Adia sudah Bianca sebagai anak sendiri. Adia anak manis yang baik mampu membuat siapapun tak kuasa untuk tidak menyayanginya.

"Aku baik, Mama Bianca. Dua hari lagi aku mau sekolah," jawab Adia ceria.

"Sekolah?" ulang Bianca sembari melirik Diana.

"Dia maksa mau sekolah, Bi. Gue bisa apa? Lo tenang aja, gue bakalan antar jemput dia. Dia bakalan dibantu sama kursi roda juga," jelas Diana pada sahabatnya itu.

"Om setuju kok kalau Adia sekolah. Adia kan anak kuat. Adia pasti bisa," ucap Zemi ikut berkomentar.

Adia tersenyum senang mendengar itu. "Makasih, Om. Adia pasti bakalan berusaha buat sehat. Biar nanti Adia bisa jalan lagi."

Monachopsis [ Completed ]Where stories live. Discover now