Chapter #10

8.6K 618 32
                                    

Malam hari tiba, Tuan Rayzan masih belum berbicara dengan istrinya. Karena Kanza masih ingin sendiri. Wanita itu merasa kasian terhadap kedua adiknya. Seharusnya Amira dan Dito bahagia di dalam rumah itu. Namun karena ulah adik suaminya, adiknya menjadi menderita.

Keempat remaja itu sedang menyantap makanan bersama Tuan Rayzan. Tidak ada percakapan apapun selama mereka makan. Hanya ada suara sendok dan piring saling bersahutan.

Kanza keluar dari dalam kamar, Tuan Rayzan merasa tenang saat perempuan itu hadir bersama mereka. Melihat istrinya malam ini, Tuan Rayzan merasa ada yang beda dari Kanza. Wanita itu sangat cantik, dengan bando kecil berwarna senada yang ia sisipkan pada rambutnya.

Sekilas Tuan Rayzan meletakkan tangannya pada telapak tangan wanita itu. Sambil tersenyum, ia berharap jika Kanza melupakan kejadian yang membuat adiknya tersiksa.

"Kamu mau makan apa?"

"Kanza gak lapar. Cuma mau minum aja."

"Baiklah! Jangan pergi ya, temani saya makan."

"Iya, bang."

Tuan Rayzan kembali melanjutkan makan malamnya. Sekilas Kanza memandang Sultan, pria itu membulatkan matanya membuat Kanza kaget.

"Kenapa?" tanya Tuan Rayzan.

Kanza menggeleng cepat, ia sangat takut dengan Sultan. Terlebih lagi pria itu hampir saja melecehkan dirinya.

"Besok Laura pergi bareng sama Dito ya. Biar kalian tidak telat. Pak Jamal langsung mengantarkan Amira ke sekolah."

"Terus Sultan?"

"Kamu tidak ingat apa yang abang bilang tadi?"

Sultan langsung terdiam, ia tidak mau memperpanjang hal itu. Lagi pula ia sangat senang, tidak perlu bangun pagi untuk pergi kuliah menghadap tumpukan tugas.

"Besok kamu sudah mulai kuliah."

"Iya, bang!" lirih Kanza.

Sebenarnya Kanza tidak ingin kuliah lagi, akan rugi rasanya buang-buang waktu harus kuliah. Walaupun usianya masih muda baru 22 tahun. Ia malah berharap jika Tuan Rayzan mengizinkannya untuk bekerja.

Setelah makan malam itu selesai, Tuan Rayzan membawa Kanza ke dalam kamar. Wanita itu menelan ludahnya saat Tuan Rayzan melakukan hal yang tidak biasa. Yaitu mengunci kamar. Deru nafasnya sudah tidak beraturan, ia bisa memastikan bahwa pria itu akan meminta sesuatu dari dirinya.

***

Tuan Rayzan dan Kanza duduk di atas tepi ranjang. Pria itu menatap Kanza begitu sangat lekat, bahkan senyum simpul terlihat jelas di bibirnya.

"Kanza!"

"I-iya, bang!"

"Kita sudah lama menikah 'kan!"

"Iya ...," lirih Kanza.

"Saya mau punya anak."

"A-anak," ucap Kanza dengan gugup.

"Hampir dua Minggu kita sudah menikah. Apa kamu sudah siap untuk meresmikan hubungan kita ini?

"Meresmikan gi-gimana?"

Kanza semakin gugup, sebenarnya ia tau kemana arah pembicaraan pria itu. Namun ia mencoba untuk mengulur waktu.

"Saya tau ... Sebenarnya kamu itu mengerti dengan ucapan saya. Tapi tidak apa-apa, saya akan mencoba untuk menjelaskan secara detail."

"Say mau kita melakukan hubu-"

"Ssst ..." Kanza meletakkan jari telunjuknya pada bibir pria itu. "Jangan diterusin."

Tuan Rayzan Untuk Kanza | [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now