Chapter #6

8.5K 707 16
                                    



Sudah jam 10 pagi Kanza tetap bersama suaminya di dalam kamar. Ia menjaga pria itu dengan senang hati tanpa ada beban. Sedangkan Tuan Rayzan Renaga terlelap tidur pulas, karena tubuhnya masih belum fit.

Kanza mengompres kepala Tuan Rayzan dengan handuk kecil. Berkali-kali ia melakukan hal itu supaya ia berharap demam suaminya cepat turun.

Ditengah-tengah ia sedang sibuk merawat laki-laki itu. Terdengar suara nada ponsel. Kanza segera mengambil ponselnya, ia ingin mengetahui siapa yang menghubunginya.

Setelah beberapa menit kemudian, Kanza bingung. Apakah dia harus meninggalkan laki-laki itu dalam waktu beberapa jam. Karena ia dihubungi oleh bosnya, dikarenakan dalam beberapa hari Kanza sudah tidak masuk kerja.

"Kalau aku keluar, nanti dia marah, terus aku di hukum."

Kanza sedang membayangkan hukuman yang di maksud oleh Tuan Rayzan kepada dirinya. Ia sama sekali belum siap untuk mendapatkan hukuman tersebut.

"Abang ..."

Perlahan-lahan Kanza menepuk wajah Tuan Rayzan.

"Abang, bangun sebentar."

"Abang ..."

"Mmm ..."

Tuan Rayzan langsung meraih tangan istrinya, ia memeluk lengan wanita itu dengan penuh cinta.

"Kenapa sayang?"

"Kanza izin keluar sebentar."

"Keluar ke mana?" tanya Tuan Rayzan.

"Ada urusan di luar. Sebentar aja," lirih wanita itu.

Tuan Rayzan memandang arlojinya. Sejenak ia terdiam dan kembali memejamkan matanya.

"Saya sedang sakit. Apa kamu membiarkan saya tinggal di sini sendiri?"

"Kanza mohon abang. Sebentar aja, Kanza gak akan lama kok."

"Hmmm ..."

Tuan Rayzan mengambil ponselnya, ia menghubungi seseorang.

Tuan Rayzan : "Assalamualaikum ..."

Pak Jamal : "Waalaikumsalam, Pak Ray. Ada apa?"

Tuan Rayzan : "Pak Jamal dimana?"

Pak Jama : "Di luar!"

Tuan Rayzan : "Diluar mana?"

Pak Jamal : "Di depan rumah!"

Tuan Rayzan : "Antarkan istri saya pergi."

Pak Jamal : "Baik, pak."

Sambungan telepon pun mati, Tuan Rayzan menarik selimut karena ia masih merasa kedinginan pada tubuhnya.

"Hati-hati di jalan. Nanti kalau sudah pulang, kamu harus hubungi saya."

"Iya, bang!"

"Jangan iya-iya saja. Kalau kamu membantah kamu tau 'kan apa yang akan terjadi."

"Ta-tau, bang!"

"Tidak perlu gugup. Cukup ikuti kata saya, kamu pasti aman."

Tuan Rayzan melepaskan genggamannya pada tangan Kanza. Jujur saja ia tidak ingin wanita itu pergi, ia rindu dengan sosok ibunya. Ia merindukan sosok perempuan didalam hidupnya.

Tuan Rayzan Untuk Kanza | [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now