Prologue

7.4K 376 16
                                    

Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran ibu yang bersikukuh memindahkanku ke sekolah paling elit di pusat kota Seoul.

SMA JunJin bukanlah sekolah biasa. Semua yang ada disana adalah kalangan elit dengan otak kepintaran di atas rata-rata.

Yah. Memang sih aku juga memiliki kepintaran di atas rata-rata namun dengan keadaan status perekonomian keluargaku bukan tak mungkin aku menjadi bahan bullyan mereka semua. Ya kan?

Seperti di film-film yang sering di pertontonkan?

"Ayolah sayang, senyum dong. Masa pertama masuk sekolah masam begitu." Kata ibu sambil menepuk kedua pipiku lembut sementara Sunoo dengan semangat membumbung tinggi melahap sarapan dengan suka cita.

Sepertinya dia sangat bersemangat dengan sekolah barunya. SMA KoJin yang terletak jauh berbeda dengan sekolahku sekarang.

Dia memilih sekolah itu karna keras kepalanya dia bisa melebihi ibu. "Ayolah kak semangat!" Katanya sambil menambahkan telur pada piringku. "Makan yang banyak biar tidak terbang di perjalanan."

"Ish Sunoo!" Dia memang adik menyebalkan. Selalu tak pernah bosan mengataiku yang terlihat kurus di matanya.

Padahal aku merasa tidak begitu. Pipiku masih chubby dan selalu menjadi sasaran embuk untuk Heeseung cubit. Lucu sekali ya pacarku.

Aaaaa aku jadi ingat Heeseung. Karna kepindahan rumah kami ke pusat kota ini membuat hubungan kami terpaksa dilakukan dalam jarak jauh.

Tapi aku percaya Heeseung setia dan tak akan pernah mengkhianatiku.

"Jangan melamun terus kak. Cepat habiskan sarapannya kalau tidak aku tinggal."

"Iya, iya." Aku dengan cepat menghabiskan sarapan. Setelah itu berpamitan pada ibu dan naik ke boncengan motor Sunoo yang langsung menjalankan dengan kecepatan gila yang perlu beberapa kali aku mencubit perutnya agar ia bisa menjalankan motor lebih manusiawi.

Sesampainya di sekolah aku segera mengurusi beberapa hal di ruang administrasi. Kemudian berlanjut pada perkenalan di kelas, "Selamat pagi. Aku Bella Kim pindahan dari Daegu. Senang bertemu kalian semua."

Mereka menanggapi dengan baik dan ternyata kecemasanku selama ini hanyalah hal sia-sia karna mereka tidak seperti apa yang aku pikirkan.

Aku juga memiliki teman. Namanya Jung Ahrin. Dia baik dan mengajakku berkeliling di sekolah saat jam istirahat berlangsung.

Dia juga tipikal orang yang penuh semangat. Menunjuk berbagai hal dan memberitahuku apapun yang ada di sekitar sekolah sampai tanpa sengaja tubuhnya menabrak seseorang.

Sampai minuman yang orang itu pegang tumpah mengotori kemeja seragamnya dengan nametag Park Jongseong.

"Maaf. Maafkan aku." Ahrin bukan hanya membungkuk tapi bersimpuh di hadapan orang bernama Jongseong itu membuatku mengernyitkan dahi. Bukankah ini terlihat berlebihan?

Aku akan mendekat tapi si Jongseong itu langsung menumpahkan sisa minumannya di atas kepala Ahrin yang masih bersimpuh membuatku terkesiap. Suasana di sekitar lorong pun tampak begitu hening, berat dan mencekam.

Tidak ada seorang pun yang terlihat seperti akan membantu kami.

Sementara dua teman di sisi Jongseong tampak begitu puas. Salah satunya yang bernametag Park Sunghoon tampak berjongkok dan mencengkram wajah Ahrin, "Kau seharusnya berjalan dengan benar Ahrin. Atau perlu kupatahkan kedua kakimu hm?" Katanya membuatku mengeratkan kedua tangan erat.

"Bukankah itu berlebihan?" Kataku yang sontak membuat ketiga lelaki sok itu menatapku.

"Kau siapa huh?" Lelaki bernametag Sim Jaeyun yang sedari tadi diam menatapku lekat lantas tersenyum sinis tatkala menatap kedua sepatuku. "Anak miskin."

Aku dengan gemetar dan mungkin akan menyesali tindakanku saat ini segera menarik Ahrin untuk berdiri dengan benar kembali. "Temanku tak sengaja menabrakmu. Jadi tolong maafkan kesalahannya." Kataku pada Jongseong yang kalau tatapan bisa membunuh mungkin aku sudah terkapar mati sekarang.

"Pergilah Jung." Desis Jongseong yang membuat Ahrin menyentak genggamanku dan pergi berlari menjauh membuatku terkesiap.

Tunggu. Jadi. Aku di khianati begitu saja?!!

"Bella Kim ya." Katanya setelah menyingkirkan beberapa helai rambutku yang terurai ke belakang agar ia bisa melihat nametag di seragamku. "Welcome to the hell." Bisiknya membuat jantungku berdebar kian gelisah.

"Dengar ini!" Teriaknya cukup keras. "Mulai sekarang si murid baru rendahan ini memiliki kartu merah. Ingat itu." []

_________

Just fiction

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Just fiction
.
Happy reading ;)

FRACTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang