88. Perhatian

31.5K 2.1K 83
                                    

Merea semua saling memandang kala Zein melintas dengan kondisi rambutnya yang basah itu.

"Basah, Guys," gumam salah seorang suster.

"Kok bisa, sih?"

"Ya bisalah. Rumah sakit punya dia, kok."

"Iya, sih. Tapi apa gak takut kegap, ya?"

"Kalau kegap juga pasti yang masuk tanpa izin yang disalahin."

"Iya juga, ya. Tapi istrinya lagi sakit gitu. Kasihan, deh."

"Kasihan kenapa? Pasti istrinya seneng juga, lah. Masa ngelayanin suami sendiri dikasihanin? Emangnya dia disiksa?"

"Ya kan lagi sakit pasti lemas."

"Anggap aja itu mah booster. Apalagi kalau suaminya 'pinter', yang ada malah semangat, kali."

"Kira-kira Prof pinter gak, ya?"

"Hus! Gak usah ngebayangin!"

"Hehehe, ya gak bisa dapetin yang kayak gitu, minimal ngebayanginlah."

Mereka malah sibuk membahas Zein yang baru saja melintas. Seolah tidak memiliki pekerjaan. Padahal masih banyak laporan yang harus mereka kerjakan.

Tiba di ruangan VVIP, Zein bergegas masuk ke tempat pasien tersebut dirawat. "Bagaimana kondisinya?" tanya Zein, serius.

Suster pun menjelaskan kondisi pasien tersebut. Kemudian Zein langsung melakukan tindakan yang tepat untuk menangani pasien itu.

Sebenarnya perawat agak bingung karena pakaian Zein cukup santai dan rambutnya basah. Namun mereka tidak memiliki waktu untuk sekadar memikirkan hal seperti itu.

Zein selalu terlihat keren jika sedang melakukan tindakan. Ekspresinya yang serius dan tenang itu membuatnya begitu berkarisma.

Beberapa menit kemudian, Zein sudah selesai menangani pasien tersebut. Beruntung kini kondisinya sudah kembali stabil.

"Alhamdulillah sekarang kondisinya stabil. Tapi jangan sampai lengah! Pantau terus kondisi pasien! Jika ada sesuatu, langsung telepon saja! Saya ada di ruangan istri saya," ucap Zein. Kemudian ia pun berlalu.

"Baik, Prof!" sahut perawat.

"Ooh, pantesan. Aku lupa istrinya lagi dirawat di sini," gumam perawat sambil menatap kepergian Zein.

Zein sudah tiba di ruangan Intan.

Ceklek!

Mendengar suara pintu terbuka, Intan pun menoleh ke arahnya. "Udah selesai, Mas?" tanyanya.

"Udah, Sayang. Kamu mau makan apa?" Zein balik bertanya.

"Belum lapar, Mas," sahut Intan.

"Sayang, kamu kan harus makan. Ini sudah sore, lho. Masa gak mau makan terus, sih?" keluh Zein. Kemudian ia duduk di samping istrinya.

"Ya namanya belum lapar, Mas. Tadi aku makan lumayan banyak pas disuapi sama Mamah," jelas Intan.

Ia memang merasa kenyang karena sudah disuapi oleh mertuanya. Sehingga saat ini dirinya belum mau makan.

"Tapi nanti harus makan ya, Sayang!" pinta Zein.

"Iya, nanti kalau lapar aku pasti makan. Dari pada sibuk nyuruh aku makan, mendingan kamu yang makan, deh! Jangan sampai karena kamu ngurusin aku, terus malah Mas yang jadi sakit. Sebelum memperhatikan orang lain, perhatikan diri kamu sendiri, Mas!" nasihat Intan.

Zein tersenyum. "Kamu itu kan bukan orang lain, Sayang," ucapnya.

"Maaass!" Intan kesal karena Zein selalu bisa menjawab ucapannya.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Where stories live. Discover now