65. Sama-sama Gelisah

35K 2.3K 124
                                    

Foto itu sudah diposting sejak dua jam yang lalu. Sehingga cukup banyak komentar yang membuat darah Zein mendidih.

"Duh, galfok sama Bu dokter dan Pak Tentara. Kok serasi banget, sih?" Komentar salah satu netizen.

"MasyaaAllah, cantik dan tampan. Kalau jadi nikah, anaknya pasti perfect banget."

"Kita doakan semoga dokter dan Pak Tentaranya berjodoh ya, guys!"

Kepala desa yang sudah berumur itu pun sedikit gaptek. Sehingga ia bisa memposting tanpa tahu bahwa ada banyak notifikasi masuk di ponselnya. Apalagi saat itu ia sedang menerima banyak tamu.

Tangan Zein gemetar saat membaca seluruh komentar itu. Rasanya ia ingin menghilang dan langsung muncul di hadapan Intan.

Zein langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia tak terima melihat istrinya didekati oleh pria yang paling ia benci itu.

Zein pun meninggalkan ruangannya dengan penuh rasa kesal. Kemudian ia menuju poli untuk membereskan tugasnya.

"Masih ada berapa pasien?" tanya Zein saat bertanya pada suster. Kala itu masih jam istirahat.

"Sekitar lima orang lagi, Prof," jawab suster.

"Oke, itu pasien terakhir hari ini. Saya akan pergi ke luar kota selama beberapa hari dan jangan terima pasien lagi untuk sementara waktu!" pinta Zein. Kemudian ia masuk ke ruangannya.

"Baik, Prof," sahut suster.

"Ya udah, deh. Mendingan ke luar kota dari pada di sini uring-uringan," ucap suster.

Ia lega karena Zein akan pergi. Setidaknya nanti Zein akan digantikan oleh dokter yang lebih ramah.

Zein pun bergegas menyelesaikan tugasnya. Ia sudah tidak dapat menunda lagi. Hari ini juga dirinya akan langsung terbang ke Timur untuk menyusul Intan. Bila perlu Zein akan langsung membawa pulang meski belum mendapatkan penggantinya. Seperti itulah egonya berjalan.

Selesai praktek, Zein langsung meninggalkan ruangannya. Tolong kosongkan jadwal saya selama seminggu ke depan!" pinta Zein sambil meninggalkan ruangannya. Lalu ia langsung pergi tanpa menunggu konfirmasi dari suster.

Zein berlari kecil menuju parkiran. Ia merasa dikejar waktu karena dirinya harus mengambil pakaian ke rumahnya lebih dulu.

"Zein, kamu mau ke mana?" tanya Muh yang berpapasan dengannya di koridor.

"Mau jemput istri!" sahut Zein. Kemudian ia langsung berlalu karena pikirannya sedang kalut.

Muh hanya senyum sambil menggelengka kepala. Ia tidak habis pikir ternyata anaknya yang work a holic itu bisa juga mengabaikan pekerjaannya.

"Dasar bucin akut!" cibir Muh. Ia mengetahui kalimat itu karena sering mendengar para staf mengatakan hal tersebut.

Saat sedang di jalan, Zein meminta asistennya untuk memesan tiket pesawat. Sebagai profesor, Zein memiliki asisten pribadi. Namun asisten tersebut stand by di kantor pusat ikatan dokter. Sebab Zein menjabat sebagai kepala ikatan dokter.

Sebagai profesor, Zein pun selalu menerbitkan buku, minimal satu buku dalam setahun. Biasanya ia memberikan naskah mentah pada asistennya tersebut, lalu asistennya itulah yang menyusun naskah yang dibuat oleh Zein.

Telepon terhubung.

"Halo, tolong pesankan tiket pesawat paling cepat untuk terbang ke Timur sore ini juga! Pinta Zein.

"Iya, Prof. Tapi kalau tidak salah, penerbangan ke Timur itu terbatas. Bagaimana jika adanya malam?" tanya asisten Zein.

"Pokoknya yang tercepat! Saya tidak mau tahu," sahut Zein. Lalu ia langsung memutus sambungan teleponnya.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum