Terpancing

42.3K 2.1K 13
                                    

Intan terkesiap setelah mendengarkan ucapan Zein barusan. Ia tidak habis pikir mengapa Zein bisa bicara seperti itu. Padahal ia tidak pernah meminta Zein untuk melakukan hal tersebut.

Intan langsung menoleh dan merebut handuk yang ada di tangan Zein. "Ternyata benar ya apa kata orang. Punya suami tuh cuma mau enaknya aja. Udah dapet enaknya, tapi jaga perasaan istri aja gak bisa!" skak Intan.

Zein ternganga. Ia tak menyangka Intan akan marah seperti itu. Padahal maksudnya hanya bercanda.

"Satu lagi. Saya tidak pernah meminta Prof untuk mengeringkan rambut saya. Saya pikir Anda ikhlas melakukannya. Namun ternyata malah bicara seolah saya yang menyuruh Anda. Maaf, mulai saat ini saya pastikan tidak akan sekali pun saya merepotkan Anda. Permisi!" ucap Intan, kesal.

Entah mengapa hari ini Intan tidak dapat menahan emosinya. Ia sendiri tidak menyangka dirinya bisa marah pada Zein seberani itu.

Brug!

Intan bahkan membanting pintu ruangan Zein sampai pria itu terperanjat. Mungkin ia terlalu kesal pada Zein karena sudah mendapatkan kepuasan, tetapi masih mengeluh seperti itu.

"Kapan sih tuh orang punya perasaan? Aku gak perlu deh dia baik, tapi seenggaknya dia jangan ngomong sesuatu yang nyakitin. Dasar manusia egois," keluh Intan sambil berjalan.

"Tapi kenapa tadi aku berani banget, ya? Gimana kalau ternyata nanti di rumah dia malah balas aku? Duh, Intan impulsif banget, sih?" Intan menyesal karena telah memarahi Zein.

Saat sedang berjalan, Intan tak sengaja bertemu dengan beberapa dokter dan perawat yang sedang berbincang. Mereka baru saja ganti shift sehingga bisa santai seperti itu.

"Siang, Dok!" sapa Intan saat melewati mereka.

"Siang! Eh, dokter Intan. Dari mana?" tanya perawat dan yang lainnya.

"Oh, ini tadi abis ada perlu. Lagi pada ngapain, nih?" Intan balik bertanya.

"Biasa abis aplus nyantai dulu sebentar. Kamu mau pulang apa ke mana, nih?" tanya dokter.

"Mau pulang, Dok. Kebetulan udah gak ada keperluan lain lagi," sahut Intan.

"Gimana persiapan ujiannya? Udah siap?" Mereka pikir Intan sedang sibuk mempersiapkan ujian setelah selesai koas di rumah sakit. Mereka tidak tahu seminggu terakhir Intan disibukkan dengan pernikahan dan suaminya.

"Masih banyak yang harus dipelajari, Dok. Tapi udah persiapan daftar juga, sih, hehe," sahut Intan.

"Semangat ya, Tan. Saya yakin kamu pasti lulus dan dapet STR."

Mereka semua cukup baik pada Intan karena selama ini Intan pun baik pada mereka.

"Terima kasih, Dok. Aamiin," sahut Intan.

Saat mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba Zein muncul dari belakang mereka.

"Siang, Prof!" sapa salah seorang perawat yang melihat Zein lebih dulu.

Intan terperanjat mendengarnya. Ia hendak menyingkir. Namun, Zein langsung memasangkan jas putih miliknya yang cukup besar itu di bahu Intan dan menahan jas tersebut dengan kedua tangannya.

"Siang!" sahut Zein pada perawat itu. Lalu ia menyapa dokter sekilas dan mengajak Intan pergi ke ruangan prakteknya.

"Ikut saya!" ucap Zein sambil menepuk bahu Intan dan menggandeng tangannya.

Semua yang ada di sana pun bingung melihat sikap Zein.

"Aku gak salah lihat, kan? Sejak kapan mereka jadi akrab begitu?" gumam salah seorang perawat.

"Baru kali ini aku lihat Prof mau nyentuh wanita. Aku aja seumur-umur kerja di sini belum pernah digandeng kayak gitu sama Prof," timpal dokter, sambil memerhatikan Zein dan Intan yang sudah menjauh.

"Terus itu kenapa jasnya harus dipakein ke dokter Intan, ya? Apa di sini dingin?" sahut yang lain.

Mereka semua sangat penasaran dengan hubungan Zein dan Intan.

'Ni orang mau apa lagi, sih? Apa dia mau protes karena tadi aku marah?' gumam Intan dalam hati sambil menatap Zein dengan wajah mengerung.

"Masuk!" ucap Zein setelah tiba di depan ruang prakteknya. Ruangan itu berbeda dengan ruang pribadinya tadi.

Beruntung siang itu ia belum mulai praktek. Sehingga Zein masih bisa mengajak Intan masuk ke ruangan tersebut.

"Ada apa, Prof?" tanya Intan saat sudah berada di ruangan Zein.

"Sejak kapan kamu haid?" tanya Zein, to the point.

Deg!

Intan sangat terkejut mendengar pertanyaan Zein barusan. Kemudian ia mengecek bagian belakangnya. "Astaga!" Intan tak menyangka ternyata dirinya memang haid.

Sebenarnya saat sedang berjalan tadi Zein tidak sengaja melihat Intan. Awalnya ia ingin berlalu karena Intan sedang marah padanya. Namun Zein mengurungkan niatnya karena melihat ada bercak merah di bokong Intan. Akhirnya ia berjalan ke arah Intan sambil melepas jas putih yang sedang ia kenakan dan memasangkannya di bahu Intan.

Beruntung tubuh Zein lebih tinggi dan besar dari pada Intan. Sehingga jas itu mampu menutupi bagian belakang Intan yang terdapat noda darah itu.

Intan pun bergegas melepaskan jas tersebut. Khawatir jas itu terkena nodanya. "Yah, kena," ucap Intan, penuh sesal. Saat mendapati jas Zein sudah terkena noda darahnya.

"Kamu itu ceroboh sekali, sih? Untung saya yang melihat. Bagaimana jika orang lain?" tanya Zein. Ia tidak rela jika sampai orang lain melihat aib istrinya itu.

"Maaf, Prof. Tapi kan tadi waktu kita ...." Intan tidak melanjutkan ucapannya karena malu.

Melihat Intan malu, Zein malah sengaja memperjelasnya. "Kita apa? Bercinta?" tanya Zein.

Serr!

Hati Intan berdesir kala mendengar kata 'bercinta' keluar dari mulut Zein. Ia pun bingung hendak mengatakan apa.

"Tadi kamu belum haid, kan?" tanya Zein, memastikan. Ia sendiri lupa tadi ada noda darah atau tidak karena terlalu fokus akan gairahnya.

Intan menggelengkan kepala. "Belum, Prof," lirihnya.

"Syukurlah. Mungkin karena tadi kamu terlalu menikmatinya, jadi terpancing seperti itu. Makanya haidnya keluar," ucap Zein, asal.

Intan mengerungkan wajahnya. 'Penjelasan macam apa, itu?' batinnya.

Intinya Zein hanya ingin Intan terlihat sangat menyukai apa yang ia lakukan tadi.

"Ya sudah, ayo pulang!" ajak Zein.

"Lho, bukannya Prof mau ada praktek?" tanya Intan, heran.

"Kamu mau saya praktek dengan jas kotor seperti itu?" skak Zein. Padahal ia hanya ingin mengantar Intan pulang.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Where stories live. Discover now