"Nggak, ya?"

"Mas, ayooo." Dira masih terus merengek sambil menggoyangkan lengan Abi.

"Sebentaaaar aja. Nggak lama deh, janji." kata Dira sambil menyodorkan jari kelingkingnya di hadapan Abi.

"Mas Abiiii." panggil Dira karena Abi tak meresponnya.

Abi menatap wajah Dira yang matanya sudah mulai berkaca-kaca yang air matanya bisa jatuh kapan saja dan kelingking Dira yang masih setia berada di depannya. Ia menghela nafas panjang lalu mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Dira. Membuat si calon ibu itu senang bukan main.

"Yes!"

"Janji nggak lama." Abi memperingatkan.

"Janji!"

Akhirnya mereka benar-benar pergi untuk menonton pertunjukkan wayang kulit yang diadakan di alun-alun. Dengan syarat, Dira harus mengenakan pakaian yang tebal dan juga jaket, agar perempuan itu tidak sakit nantinya.

Karena waktu itu pernah sekali mereka keluar malam untuk membeli sate, besoknya Dira langsung sakit. Sejak hari itu Abi tidak memperbolehkan Dira keluar malam lama-lama.



🍒🍒🍒




Di sinilah mereka sekarang. Duduk lesehan di sebuah tikar sambil makan kacang godhog sebagai teman menonton pertunjukan wayang kulit.

Nyanyian sinden, musik yang dihasilkan oleh gamelan, dan pembawaan dalang dalam memainkan wayang, membuat Dira merasa puas. Meski tidak paham apa yang tengah disampaikan atau di ceritakan oleh si dalang, Dira tetap menikmati pertunjukan seni ini.

"Paham nggak?" tanya Abi sambil menatap istrinya yang tengah fokus menonton.

Dira balik menatap dan menggeleng, "Enggak."

Abi terkekeh dan mencubit pipi Dira yang semakin tembam dengan gemas.

"Yuk pulang." ajak Abi sambil berdiri.

Dira langsung mendongak melayangkan tatapan tidak terimanya, "Kok pulang? Belum juga selesai acaranya."

"Janjinya tadi apa? Nggak bakal lama-lama, kan? Ini udah hampir setengah jam loh. Lagian wayang tuh selesai bisa sampe subuh."

Dira memanyunkan bibirnya kesal lalu berdecak.

"Janji adalah hutang, harus dibayar dan ditepati."

"Iya-iya." ketus Dira lalu menjulurkan tangannya, "Bantuin."

Abi menerima uluran tangan Dira, membantunya berdiri, dan membersihkan gamis Dira yang sedikit kotor akibat kulit kacang. Setelah itu ia berjongkok, mengumpulkan sampah mereka lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Bayar dulu tuh." kata Dira sambil menunjuk Ibu penjual kacang godhog yang mereka beli.

"Ini mau bayar. Nggak kamu kasih tau juga pasti Mas bayar."

"Ya kirain lupa. Mas Abi kan dah tua." balas Dira dengan cuek.

Kemudian ia melirik Abi karena merasa ditatap oleh laki-laki itu, "Apa?"

"Mas nggak setua itu." Abi berujar, lalu ia mengeluarkan uang untuk membayar kacang godhog mereka.

"Kan lebih tua dari aku." kata Dira.

"Matur nuwun, Bu." ucap Abi pada si penjual, "Mas baru 25, bukan 55, jadi ya masih muda."

"Aku baru 19, otw 20. Wlee." balas Dira yang malah menjulurkan lidah mengejek suaminya.

"Nikah muda toh, Mas, Mba?" tanya Ibu penjual kacang godhog.

"Nggeh niki." jawab Abi.

Ibu itu mengangguk-angguk, "Sudah berapa bulan hamilnya?"

"Jalan 6 bulan, Bu." Dira menjawab.

"Hamil duluan, ya?"

Abi dan Dira saling berpandangan mendengar pertanyaan ibu-ibu itu.

Lalu Abi tersenyum simpul dan menjawab, "Mboten, Bu. Kita sudah nikah hampir 3 tahun, dan ini istri saya lagi hamil anak pertama."

"Ooo, ngapuntene, Mas, Mba. Kulo mboten ngertos." si Ibu meminta maaf karena bertanya seperti tadi.

"Nggeh, mboten nopo-nopo." balas Abi. "Monggo, Bu. Assalamualaikum."

Abi menarik tangan Dira pergi dari sana setelah mengucap salam. Setelah sampai parkiran, Abi membukakan pintu mobil untuk istrinya yang cemberut karena ucapan si penjual tadi.

"Nggak usah cemberut. Ibunya nggak tau, nggak usah dimasukin hati." tutur Abi sambil mengusap kepala Dira lembut.

"Iya-iya." balas Dira dengan suara bergetar.

Hhh... Bumil memang sensitif.

"Jangan nangis dong." kata Abi sambil mengusap air mata Dira yang baru saja menetes dan perempuan itu mengangguk.

Abi tersenyum lembut lalu mengusap perut Dira sebelum dirinya menutup pintu dan memutari mobilnya masuk dan duduk di kursi kemudi.

"Mau beli apa dulu?" tawar Abi setelah mobilnya melaju.

"Nggak ada yang mau dibeli. Pulang aja." jawab Dira.



🍒🍒🍒


"Mas Abi." panggil Dira sambil menatap Abi dari bawah karena posisinya ia sedang tiduran di paha laki-laki itu sambil menonton TV.

"Hm?"

"Dedeknya pengin dielus."

Abi menunduk menatap Dira sambil terkekeh lalu mencium kening perempuan itu. Ia mengangguk kemudian tangannya bergerak mengusap perut buncit Dira dengan lembut, dan sholawat ia lantunkan dengan suara yang lembut.

Namat A'yuni Yauma
Namat Wal Haninu Nama
Rohat Tahtawini
Ru'yak Ya Rosulallah

Ahmad Ya Nurol Huda
Bi Syauqun Fauqol Mada
'Aini Tarju An Tarok
Ruhi Ya Habibi Fidak

Abi menunduk, menatap wajah Dira lalu tersenyum melihat istrinya sudah memejamkan matanya. Padahal baru sebentar ia bersholawat sambil mengusap perutnya, perempuan itu sudah terlelap. Entah saking nyamannya, atau saking ngantuknya, Dira cepat terlelap dalam pangkuan suaminya.

Laki-laki itu merunduk dan mencium kening Dira lama. Lalu ia menata bantal untuk tidur Dira, kemudian ia memindahkan kepala Dira di bantal. Tak hanya itu, ia juga memberikan bantal di punggung perempuan itu agar nyaman. Apapun Abi lakukan agar tidur istrinya nyaman.

"Sehat-sehat calon Ibu." bisiknya sambil mengusap-usap kepala Dira.

Setelah itu, ia beralih mensejajarkan wajahnya dengan perut Dira, "Sehat-sehat juga anak Baba yang Insya Allah akan menjadi orang yang mengabdi pada agama Allah." kecupan ia berikan pada perut Dira.

Ia mengusap perut Dira, dan memposisikan dirinya tiduran di samping perempuan itu setelah memastikan tidur Dira nyaman.



*****



JANGAN LUPA SPAM CERI YANG BANYAK 🍒🍒🍒

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

JANGAN LUPA SPAM CERI YANG BANYAK 🍒🍒🍒

Sekian, terima vote





The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now