TH | 02

615K 60.1K 6K
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



*****


Tok tok tok

"Nadira, Mamah boleh masuk, Nak?" Tanya Danita setelah ia mengetuk pintu kamar anak bungsunya.

"Masuk aja, Mah." Sahut Dira dari dalam.

Wanita berhijab itu masuk ke dalam kamar Dira dan duduk di samping gadis itu yang tengah duduk di depan meja riasnya.

"Ada telfon dari Kakak kamu." Ujar wanita itu sambil memberikan handphonenya pada anaknya tersebut.

"Kak Raya?" Gumam Dira sambil menerima handphone yang Mamahnya berikan.

"Halo." Sapanya.

"Assalamualaikum, Dek." Ucap Raya.

"Wa'alaikumsalam. Kenapa?"

"Kakak denger, kamu mau pindah ke pesantren, ya?" Tanya Raya. Dalam nadanya tersirat akan kebahagiaan di sana.

"Nggak tau." Jawab Dira jutek.

"Kenapa nggak tau? Padahal Kakak udah seneng banget loh denger Papah mau masukin kamu ke pesantren."

"Gue yang nggak seneng." Cetus Dira dengan kesal.

"Kenapa nggak seneng? Harusnya kamu seneng, karena di sini kamu bisa belajar lebih luas dari agama yang kita anut. Belajar agama nggak cuma bisa membaca Al-Qur'an, tapi masih banyak hal-hal yang harus kita pelajari."

Dira memutar bola matanya malas. "Ya ya ya ya. Terserah lo deh. Yang jelas gue nggak suka, gue nggak mau."

"Terus kalo kamu nggak mau di pesantren, kamu mau di rumah terus seumur hidup? Kamu tau Papah gimana, keputusannya nggak bisa ditolak, ancamannya bukan main-main. Kakak yakin, ancaman yang Papah kasih ke kamu itu bukan candaan."

"Bener juga." Gumam Dira yang membenarkan perkataan Kakak itu.

Papah mereka memang termasuk orang yang tegas, ancamannya tidak pernah main-main, dan perintahnya tidak ingin di tentang. Dan selama ia menentang perkataan Malik, pasti dirinya akan berakhir kena hukuman, tapi Dira tetap Dira, sifat keras kepalanya sama persis seperti Malik. Meski sudah diberi hukuman dan teguran keras, gadis itu akan tetap melakukan hal yang sama. Pulang larut malam contohnya.

"Makanya, kamu turuti perkataan Papah aja, Dek. Seenggak di sini kamu masih bisa liat langit, bisa nginjek tanah. Lah kalo di rumah?"

"Terus gue harus turuti permintaan Papah, gitu? Tinggal di pesantren?"

"Iya, Dek."

Dira berdecak. "Ah, tapi kalo di sana pasti ngaji terus, bosen."

"Astaghfirullah hal adzim. Kamu nggak boleh gitu, Dek. Masa ngaji bosen? Main nggak bosen."

The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now