30. Parameter Kebahagiaan

45.3K 3.5K 38
                                    

“Sesederhana apa kebahagiaan bagi kita?”

— ° ° ° —

Sebenarnya, apa yang membuat seseorang bahagia? Harta melimpah, makanan enak atau dengan berkumpul bersama orang terkasih? Naza masih terjebak pada pertanyaan sederhana yang belum bisa dia Jawab.

“Za ... kamu bahagia gak?”

Suara Alby masih terngiang di telinga Naza. Kata orang, bahagia itu sederhana. Sesederhana apa sebuah kebahagiaan hingga menjadikan manusia berharap bisa hidup selamanya. Sesederhana apa sebuah kebahagiaan hingga orang rela berkorban demi sebuah kebahagiaan. Dan, sesederhana apa sebuah kebahagiaan hingga mampu merebut kebahagiaan orang lain.

Namun, ada juga yang bilang bahwa kebahagiaan itu sesederhana kecupan kecil di pagi hari. Naza terkejut saat Alby mencuri kecupan di pipinya. Pria itu menatap Naza sambil tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

“Ngelamun terus? Mikirin apa?” Alby bertanya sambil menyampirkan helaian rambut Naza ke belakang telinga perempuan cantik itu.

Naza balas dengan senyuman kecil. Dia menatap dasi di leher Alby yang belum sempat dia ikat. “Enggak, Mas yakin gak mau ikut?” tanyanya.

Hari ini, Naza berencana untuk menghadiri sebuah acara amal di panti asuhan. Beberapa komunitas sosial yang sempat Naza ikuti menyelenggarakan acara untuk menyambut acara Hari Anak Nasional. Tadinya, Naza ingin mengajak Alby karena acara itu akan mempersembahkan pertunjukan-pertunjukan dari anak-anak yang sudah kehilangan orang tuanya. Beberapa hari yang lalu, Alby sempat bilang ingin bertemu langsung dengan anak-anak itu.

“Kamu duluan aja. Nanti, mas nyusul. Masih ada kerjaan dikit lagi di kantor. Enggak apa-apa ‘kan?”

Naza mengangguk. “Iya, nggak apa-apa,” ucapnya.

Sambil merapikan baju dan dasi yang melingkar di leher Alby, dia terus bercerita tentang acaranya. “Kalau mas masih sibuk di kantor, jangan memaksakan. Meski sebetulnya sayang juga sih, Mas, kalau gak datang. Karena, nanti bakal ada Duta Unicef, ada acara donor darah, terus bazar makanan sama perlengkapan bayi. Aku mau belanja buat Leon.”

“Wah, padat juga ya, acaranya. Mas usahakan datang. Cuman, kalau benar-benar belum kelar tuh urusan kantor, paling mas bisa jemput aja.”

“Iya, Mas.”

Alby terus tersenyum, mendengarkan Naza begitu antusias bercerita tentang acara amal itu. Sebelum menikah, Naza memang dikenal sebagai gadis yang punya jiwa sosial yang tinggi. Dia bahkan pernah menjadi pemimpin sekaligus founder komunitas sosial pendidikan. Sayangnya, setelah menikah, Naza memutuskan untuk lengser dan memasrahkan komunitas itu pada rekannya.

Jauh berbeda dengan Alby yang sibuk bekerja dan membangun relasi untuk perusahaannya.

Sekarang, Alby tidak penasaran dari mana datangnya sifat Naza yang penuh kasih sayang dan begitu keibuan. Sampai-sampai, Leon pun lebih suka bersama Naza dibanding dengan Alby.

Alby benar-benar bersyukur kekosongan di keluarga kecilnya disempurnakan oleh kehadiran Naza.

“Za, makasih, ya.”

“Makasih apa?”

“Makasih aja.”

Naza menatap selidik wajah Alby yang kini tengah tersenyum sumringah. “Gaje!” cibirnya.

TURUN RANJANG : 𝓣𝓱𝓮 𝓛𝓮𝔁𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓗𝓮𝓭𝓰𝓮 𝓫𝓮𝓽𝔀𝓮𝓮𝓷 𝓤𝓼 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang