14. Rumah Impian

50.3K 4.7K 115
                                    

"Rumah bukan hanya bangunan, tapi rasa ingin pulang."

- ° ° ° -

Alby hanya diam dan menunggu Harsa memperkenalkan pria yang hari ini dibawa Harsa ke kantor. Entah siapa yang Harsa bawa kali ini. Dari pakaiannya, sepertinya pria itu bukan bagian dari geng Harsa. Karena, pria itu berpakaian rapi. Berbanding terbalik dengan Harsa menggunakan celana compang-camping dengan kaos hitam yang mendekati buluk. Alby memberi kode agar Harsa cepat mengusir kecanggungan mereka bertiga yang sejak tadi hanya diam dan saling melempar pandangan satu sama lain.

"Ini Natha, arsitek yang lu cari-cari," ucap Harsa, memperkenalkan Natha yang sejak tadi juga duduk dengan begitu canggung. "Dan Natha ... ini Alby, Direktur Utama Rigelton Contractors." Harsa balik memperkenalkan Alby pada Natha.

Hari ini, kantor Alby memang kedatangan Natha, sang arsitek yang sangat sulit dihubungi. Itulah sebabnya, Harsa sengaja datang untuk menjadi pihak perantara antara Alby dan Natha. Ternyata, Harsa tak hanya jadi benalu yang luntang-lantung gak jelas. Dia masih bisa diandalkan dalam beberapa hal seperti sekarang. Setelah hampir satu pekan mencari keberadaan Natha, akhirnya Harsa bisa membawa sang arsitek itu ke hadapan Alby. Padahal, Harsa sendiri tak begitu mengenal Natha. Dia kenal Rizky yang kebetulan pacar Raya. Sedangkan Raya berteman baik dengan Cipta. Nah, Cipta lah yang mengenal baik Natha.

Sejujurnya, Alby tak begitu peduli dengan silsilah rantai pertemanan Harsa. Hal yang terpenting untuknya adalah si arsitek songong itu bisa datang ke kantor. Dia segera mengulurkan tangannya ke hadapan Natha.

"Saya Alby, senang bertemu dengan Anda," ucapnya.

"Senang juga berjumpa dengan Anda, saya Natha." Natha membalas uluran tangan itu sama ramahnya. Senyuman tipis dari keduanya juga menghiasi sesi perkenalan mereka.

"Natha, saya sangat tidak suka basa basi. Jika Anda sudah menerima email saya, Anda pasti sudah mengerti," ucap Alby.

Natha mengangguk samar. "Ah ... iya, saya baru membacanya kemarin. Sebetulnya, saya sudah mengerti dengan pekerjaannya. Hanya saja, kemarin-kemarin ponsel saya rusak dan belum diganti. Jadi, memang sulit untuk berkomunikasi," ucapnya.

"Sekarang, ponsel itu lebih penting dibanding dompet dan harga diri. Karyawan di sini sampai kliyengan untuk menghubungi Anda," timpal Reksa yang baru saja masuk.

Karena Natha sangat sulit dihubungi, memang Reksa yang tersiksa. Dia yang terus memutar otak untuk menghubungi Natha. Dia bahkan sempat datang ke apartemen Natha dan sayangnya tak membuahkan hasil apa pun. Jika Alby kesal pada sang arsitek itu, maka Reksa lebih dongkol. Dia duduk di samping Alby sambil menatap Natha dengan sinis. Reksa memang seperti itu, wajahnya ekspresif dan tak bisa berbohong. Jika dia tak suka, maka akan terlihat dari raut wajahnya.

"Oh ya, ini Reksa, sekretaris perusahan ini yang mungkin ribuan kali menghubungi Anda," ucap Alby.

Bukannya merespon ucapan Reksa dan Alby, pikiran Natha malah berkelana. Dia mengingat kembali kejadian bagaimana ponsel itu bisa rusak. Tepatnya, saat reuni SMA yang beberapa waktu lalu. Satu kata maaf dari Naza kala itu malah membuat Natha marah. Namun, Natha tak harus dengan cara apa melampiaskan kemarahannya. Ribuan kali pun Naza mengucapkan kata maaf atau bahkan Naza memiliki ribuan alasan mengapa dia harus menikah dengan orang lain, tetap saja tak merubah apa pun. Tak bisa merubah fakta bahwa Naza telah mengkhianati Natha.

Tanpa sadar, saat itu Natha berteriak dan melempar ponsel yang digenggamnya ke arah Naza dengan kasar. Hingga perempuan cantik itu pulang dengan tangisan yang belum mereda bahkan belum sempat Natha mengucapkan kata maaf.

Jika, Natha punya kesempatan untuk bertemu Naza lagi. Saat itu juga, Natha yang ingin meminta maaf dan mendengarkan setiap hal yang Naza sampaikan padanya. Hatinya makin sakit saat melihat Naza menangis karenanya. Ternyata, sampai saat ini Naza masih bertahta indah dalam hati Natha.
Dehaman kecil dari Alby, membuyarkan lamunan Natha. Dia tersenyum canggung sambil menatap Alby dan Reksa yang duduk di depannya. "Maaf, saya malah melamun," ucapnya.

"Jadi bagaimana?" tanya Alby.

Natha segera mengambil buku yang berisi kumpulan rancangan bangunannya dan memberikan buku tebal itu pada Alby. "Sebetulnya, saya sudah membuat beberapa rancangan bangunannya. Tinggal dicocokkan dengan keinginan pihak sana mau seperti apa apartemen yang akan dibangun. Setelah mendapat persetujuan, Anda dan tim Anda bisa langsung eksekusi rancangannya. Tugas saya hanya sampai di situ," jelasnya.

Alby mengangguk sambil membuka lembar demi lembar rancangan bangunan yang Natha buat. Jujur saja, setiap rancangannya sangat berkualitas. Alby bahkan jatuh cinta pada setiap gambar bangunan itu. Hingga akhirnya dia sampai pada rancangan sebuah rumah bergaya minimalis yang begitu cantik.

"Anda juga merancang rumah-rumah seperti ini?" tanya Alby.

"Kadang saya menerima pesanan gambar rumah juga. Tapi, untuk sekarang masih untuk orang terdekat saja. Karena membangun rumah sedikit berbeda. Rumah bukan hanya tentang bangunan, tapi tentang tempat untuk pulang. Jadi, agak sedikit repot saat memenuhi keinginan pemilik rumah nantinya. Apalagi, kalau rumah itu adalah rumah impian mereka," jelas Natha.

Alby menunjuk salah satu desain rumah yang dia maksud. "Yang ini, apa desain ini dijual?" tanyanya.

Natha menelan ludahnya dengan kasar saat melihat rancangan rumah itu. Rancangan rumah itu tak dia buat sendiri. Rumah itu dia gambar bersama Naza. Kata Naza, itu rumah impiannya bersama Natha.

"Saya ingin membelinya untuk istri saya," sambung Alby. Dia yakin, Naza akan menyukainya. Karena rumah itu sangat cocok dengan karakter Naza.
Alby pikir, membangun rumah baru untuk hubungan baru bukan ide yang buruk. Karena, sampai kapan pun Zia takkan pernah kembali dan Alby tak mau Naza terus-terusan berpikir bahwa dia hanyalah bayangan Zia. Alby juga mengerti bagaimana rumah yang mereka tempati saat ini dipenuhi oleh kenangannya bersama Zia dan pastinya akan sulit bagi Naza.

Natha tersenyum tipis. "Desain itu tidak dijual. Desainnya sangat istimewa. Itu untuk rumah impian saya dan kekasih saya. Dia yang menggambarnya sendiri," ucapnya.

- ° ° ° -

TURUN RANJANG : 𝓣𝓱𝓮 𝓛𝓮𝔁𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓗𝓮𝓭𝓰𝓮 𝓫𝓮𝓽𝔀𝓮𝓮𝓷 𝓤𝓼 Where stories live. Discover now