45 : 44

33 4 0
                                    

Clarissa sudah berdiri tepat pintu pagar rumah Kanara bersamaan dengan Adiba. Mereka berdua benar-benar ingin tahu keadaan sahabatnya yang tidak ada kabar. Dengan masih berbalutkan seragam sekolah dan tas yang masih bertengger di pundak.

Clarissa mengulurkan tangannya menekan bel rumah, dan menunggu sebentar namun tak ada satupun yang membukakan pagar. Clarissa mengulanginya hal itu lagi, namun belum ada respon.

Adiba menoleh tak suka pada seseorang perempuan yang baru saja datang. Terlihat seragam khas SMA Serein yang dikenakan perempuan itu nampak acak-acakan, penampilannya sedikit kacau.

“Ngapain lo disini?” tanya Sarah acuh.

“Kanara nggak sekolah hari ini itu karena lo kan?” tanya Adiba.

Sarah mendecih geli. “Gue nggak ngapain-ngapain Kanara, cuman ngasih pelajaran kecil aja sih."

Pagar stainless steel itu— terbuka perlahan, terlihat jelas ada sosok laki-laki di balik pagar tersebut.

“Andika?” tanya Clarissa bingung.

“Lho, kok lo bisa ada disini?” tambah Adiba.

Sarah tak merespon terkejut seperti keduanya, ia telah bisa membaca keadaan. “Kanara udah pulang?” tanyanya nampak tak peduli.

Andika mengangguk perlahan. “Dia sekarang lagi istirahat di kamarnya.”

Sarah tak menghiraukan, ia masuk begitu saja kedalam meninggalkan ketiganya yang masih berada di depan pagar.

“Gue kasih tau nanti, sekarang lo berdua masuk aja dulu.” ajak Andika, lelaki itu mendapatkan tatapan tajam dari kedua perempuan yang sedang kebingungan.

Clarissa dan Adiba mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, sedangkan Sarah tak tahu entah kemana. Sepertinya gadis itu langsung memasuki kamarnya.

“Sebenarnya Kanara itu kenapa sih?” tanya Clarissa, cewek itu sedikit mengerutkan keningnya.

Adiba tersadar. “Kalau nggak salah gue juga denger Sarah ngomong ‘pulang’ maksudnya apa? Kanara baik-baik aja kan?” tanya Adiba menuntut jawaban.

Andika menghela napas lalu menghembuskannya dengan perlahan. “Kalian berdua tenang dulu ya, gue ambilin minum.” ucapnya sebelum ia menghilang dari hadapan mereka.

•••

Kanara menatap hampa pada tangannya yang penuh dengan balutan perban. “Kalau Sarah bisa senekat ini nggak menutup kemungkinan dia bakal ngelakuin sesuatu yang lebih parah dari hal ini.” lirihnya.

Kanara menyenderkan kepala dan memejamkan kedua matanya. “Gue harus lakuin sesuatu untuk mencegah hal buruk itu terjadi. Untuk saat ini gue cuman perlu untuk mengalah dan membiarkan Sarah merasa puas.” pikirnya.

Telinga Kanara mendengar suara pintu kamarnya berderit, seperti ada seseorang yang membukanya. Dengan refleks ia membuka kembali mata yang semula terpejam.

Ia menyorot tajam pada perempuan yang berdiri tepat di hadapannya saat ini.

“Hai, Ra. Apa kabar?” ucap Sarah yang terdengar sangat basa-basi.

Kanara tak menjawab sama sekali.

Pandangan mata Sarah memperhatikan tangan Kanara yang dibalut karena hasil perbuatannya sendiri.

“Sorry ya, Ra. Kemarin itu gue khilaf, semoga aja tangan lo baik-baik aja dan cepat pulih.” katanya tanpa rasa bersalah.

Kanara menghela napas gusar. “Lo mau apa? Gue turutin.” ucapnya. Nara sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan Sarah.

Sarah tersenyum, rupanya lawan bicaranya sudah bisa membaca keadaan. Gadis itu menunjukkan sesuatu pada Kanara.

“Gue hapus semua file yang bakal gue tuduhkan ke lo dengan syarat—”

“Lo nggak perlu minta, Sar. Gue udah terlanjur benci sama Moza, dan gue nggak mau liat dia lagi.” potong Kanara.

Sarah tersenyum penuh kemenangan. Kemudian gadis itu menghapus semua bahan fitnah buatannya, tentang Kanara yang menjual virginty-nya.

“Oke, deal. Udah gue hapus, lo liat sendiri kan?” tuturnya sambil menunjukkan pada Kanara.

Nara diam tak merespon lagi, kemudian Sarah melangkahkan kakinya keluar dari kamar Kanara.

“Temuin teman-teman lo sana.” ucapnya terakhir kali diambang pintu.

Kanara bangun dari posisi sebelumnya, ia berjalan perlahan keluar pintu. Tangannya bergerak memegang railing void. Ia melihat jelas ada Adiba dan Clarissa yang sedang duduk menunggu dirinya di ruang tamu. Kemudian ia menurunkan anak tangga satu persatu.

“Ini minuman buat kalian, diminum dulu ya.” ucap Andika menyuguhkan layaknya tuan rumah.

Clarissa yang sudah melihat kemunculan Kanara yang sedang menuruni anak tangga tersenyum riang. “Hai, Ra!!!!” hebohnya.

Kanara mendekat, dan langsung diberikan pelukan hangat dari kedua sahabatnya. Dengan penampilan Nara yang seadanya dibalut dengan kaos hitam oversize dan celana pendek.

Setelah cukup berpeluk rindu, mereka saling melepaskan pelukan dan kembali mendudukkan dirinya pada sofa yang nyaman.

“Tangan kamu kenapa, Ra?” Adiba menyadari ada yang berbeda dengan penampilan Kanara.

“Hmm ini...” Kanara bergumam tak bisa menjawab, bola matanya menatap Andika seperti memberi isyarat ‘gue harus jawab apa?’

Andika yang cepat tanggap itu sepertinya dapat merespon sinyal yang Kanara berikan. “Tangan Kanara habis—”

Semuanya teralihkan dengan suara bel yang berdering.

“Kamu punya janji sama orang lain, Ra?” tanya Andika cepat.

“Ngga kok.” ucapnya sambil menggeleng. “Gue liat dulu ya.” sedetik kemudian ia bangun dari duduknya, dan melangkah ke arah pintu.

Ia menyentuh gagang pintu dan membukanya perlahan, matanya tak berkedip saat melihat siapa seorang yang datang.

Moza memeluk erat Kanara sangat erat, seolah-olah ini adalah pelukan terakhir bagi keduanya. Lelaki itu hanyut dalam dekapnya. “Maaf, maaf, maaf aku yang paling terburuk.” ucapnya.

Tangan Kanara naik hendak membalas pelukan Moza, namun niatnya terurungkan. Ia malah melepaskan pelukan Moza dengan kasar.

“Kita udah selesai, Za. Nggak ada apapun diantara kita, kamu sadar dong! Lo sekarang itu punya Sarah, saudara tiri aku sendiri, Za.” ucapnya penuh penegasan.

Moza bungkam tak menjawab.

“Apa masih kurang? Harus berapa kali aku tersakiti karena ulah kamu sendiri? Aku benci sama kamu.” ucap Nara dengan penuh rasa bengis.

“Kamu mau lupakan semua janji dan pengharapan kita masing-masing? Kanara, apa udah nggak tersisa rasa cinta kamu untuk aku selain rasa benci?” lirihnya.

“Kamu yang memaksa aku untuk melupakan harapan itu, kamu yang mengingkari janji kita.” Hati Nara teremas, tanpa sadar air matanya mengalir.

Kanara menghapus cepat air matanya, namun masih terlihat jelas jejak air mata disana.

“RASA CINTA ITU SUDAH MATI DAN KAMU YANG BUAT RASA CINTA ITU MATI, ZA.”

.

.

.

.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 25, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SERENITYWhere stories live. Discover now