18 : 17

132 115 52
                                    

Kanara berjalan keluar rumah sudah siap dengan seragam sekolahnya. Nara berencana untuk naik taxi online, karena kak Andra sedang tidak enak badan saat ini.

Kanara membuka pagar yang terbuat dari besi stainless steel itu. Dirinya heran saat melihat sosok lelaki di balik pagar. Moza.

“Lo ngapain pagi-pagi udah kesini?” tanya Kanara dengan heran, matanya melihat sekilas ke arah motor Ducati milik Moza.

“Di suruh kakak lo. Dia lagi sakit kan?” jawab Moza dengan jelas, tangannya tak lepas dari helm yang sejak tadi di pegang.

“Udah ayo naik, udah jam berapa nih.” ajak Moza, sambil melihat jam tangannya.

“Iya, ayo.”

“Eh tunggu, kok footstep lo yang sebelah kok udah turun?” tanya Kanara, yang menyadari pijakan kaki motor Moza alias footstep terbuka sebelah.

“Wah, abis bonceng siapa lo? Cewek mana? Bokapnya kerja apa? Berapa kekayaan keluarganya?” tanya Kanara bertubi-tubi.

“Apa sih mbaknya? Kalau cemburu bilang aja kali, jiahkk.” ledek Moza.

“Cemburu? Stroberi, mangga, apel, kelapa kali ah.” ujar Kanara mempelesetkan.

“Ayo naik ay. Perlu gue gendong?” ajak Moza sekali lagi.

“Iya, gue naik.” Kanara menaiki motor Ducati milik Moza, dengan sedikit kesusahan. Setelah itu, ia berhasil mendudukkan bokongnya pada jok tersebut.

“Pegangan ay.” perintah Moza.

“Nggak mau ah—”

Kanara terpelonjat kaget saat Moza mengegas dengan tiba-tiba. Kanara merasa kalau tadi ia hampir saja jatuh, dengan cepat Kanara melingkarkan tangannya di pinggang Moza. Lelaki itu tersenyum jahil.

Setelah melintas di jalan ibukota yang amat ramai, akhirnya mereka sampai dengan selamat di sekolah. Kanara duluan pergi meninggalkan Moza yang sedang berada di parkiran sekolah.

Nara berjalan santai melewati koridor sekolah, matanya melihat Sarah yang sedang menyender sambil bersedekap dada di salah satu pilar.

“Sar.” sapa Kanara.

“Mau bikin ulah apa lagi lo?” tanyanya dengan ketus.

“Pulang kerumah, mama kita nyariin lo.” ajak Kanara. Walaupun perbuatan Sarah itu salah, tetap saja Kanara tidak bisa berbuat jahat. Sekali lagi, Nara masih mempunyai hati nurani.

“Mama gue maksud lo?” tanyanya dengan raut wajah tak suka.

“Iya sar. Kemarin nyokap video call nanyain lo, pulang gih.” ujarnya. Kanara merasa tidak dihargai dengan kehadirannya, dengan cepat ia pergi dari hadapan Sarah yang sedari tadi memasang raut wajah permusuhan.

***

Kanara sedang berada di kelas, memeriksa catatan pelajarannya. “Kemarin nggak ada pr kan?” tanya Kanara.

“Iya ra, kemarin kita cuman nyatat.” jawab Adiba.

“Ra, kakak lo itu beneran pacar Diba?” ucap Clarissa memulai pergosipan.

“Iya, lo mau bukti apa lagi sih? Kan liat sendiri waktu itu mereka mesra-mesraan depan kita.” ucap Kanara, dengan tatapan menggoda ke arah Adiba.

“Lo lucky banget anjir, Dib!” kata Clarissa sambil menepuk-nepuk pundak Adiba.

“Aw, aw, ah, biasa aja kali, Sa. Perasaan gue selalu jadi samsak sasaran lo deh.” gerutu Adiba dengan sedikit kesal.

“Uw sorry.” ucap Clarissa sambil memeluk Adiba sekilas.

SERENITYWhere stories live. Discover now