42 : 41

11 2 0
                                    

Sebuah mobil terparkir di area parkiran sekolah. Salah seorang perempuan keluar dari dalam mobil itu, di susul dengan seorang laki-laki.

“Lo gimana si, Sar. Masa lo ninggalin Kanara?” tanya Moza tak percaya.

Sarah memutar bola matanya malas, lagi-lagi selalu tentang Kanara. “Lo pikir dia bakal mau apa berangkat sama lo?” alibi Sarah, lalu kedua kakinya berjalan meninggalkan Moza.

Moza terdiam sejenak dia yakin kalau dirinya tidak salah dengar sama sekali, saat ia berada di depan rumah Kanara ia mendengar suara orang yang menjerit dan juga berteriak, yang pasti Moza mendengar suara keributan dari dalam rumah.

“Semoga kamu baik-baik aja, Ra.” harap Moza.

Cowok itu melangkahkan kakinya diarea kooridor, berjalan dengan bingung dan bimbang. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, perasannya menjadi tidak enak.

Moza mengecek kelas Kanara, namun sedari tadi belum ada tanda-tanda batang hidungnya. Ia menghela napas gusar.

“Vin, lo liat Kanara nggak?” tanya Moza, saat melihat kehadiran Kevin yang baru saja datang.

“Nggak tuh. Lagian juga lo kan cowoknya masa nggak tau sih.” ucapnya sedikit meledek.

“Ini aneh, Kanara nggak ada kabar sama sekali.” ungkapnya.

“Moza!” panggil Clarissa. Ia baru saja datang dari arah kantin dengan Adiba di belakangnya.

Kevin yang menyadari kehadiran Adiba, tersenyum sapa. “Hai, Dib.” ucap Kevin sedikit kaku.

Adiba menaikan tangannya, dan melambaikan tangan kecil. “Hai juga.” jawabnya.

“Za, lo sama Kanara kan? Ini tumben banget udah jam segini tuh anak belum datang.” tanya Clarissa sedikit khawatir.

Moza melihat jam tangannya, sudah menunjukkan pukul tujuh kurang 10 menit.

“Nggak, Sa. Gue kira Kanara sama kalian, dari tadi dia juga nggak ada.” jawabnya terus terang.

“Loh? Bukannya biasanya kalian berangkat bareng ya? Gimana sih, lo kan cowonya.” sahut Clarissa.

“Perasaan gue nggak enak.” lirih Moza pelan.

Laki-laki itu langsung pergi menghilang begitu saja dari hadapan mereka, ia berlari sekencang mungkin, untuk menghampiri kelas Andika.

“Andika!” panggil Moza dengan napas yang tersengal.

Merasa namanya dipanggil, ia menoleh. Raut wajahnya penuh pertanyaan, saat melihat penampilan Moza yang ngos-ngosan.

“Ini tentang Kanara. Gue mohon lo bantuin gue.” pinta Moza.

“Kanara kenapa?” respon Andika antusias.

“Gue masih belum tau, tapi yang pasti dia belum ada di sekolah sampai saat ini, dan bahkan saat gue di rumah Kanara gue denger suara orang berantem. Gue takut terjadi apa-apa sama dia.” jelasnya panjang lebar.

“Lo kan jemput Kanara, kenapa anaknya nggak ada disini?” Andika terheran.

“Udah lo nggak usah banyak tanya. Sekarang lo cek rumah Kanara, sampai seisi-isinya. Gue punya perasaan yang nggak enak, selamatkan dia sebelum terlambat.” pesan Moza.

•••

Andika sudah berada tepat di depan rumah Kanara, tidak ada yang berbeda pemandangannya pun masih sama.

Ia membuka pagar, dan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, sampai di depan pintu tangan Andika naik dan mengetuk pintu.

“Ra, lo nggak sekolah?” tanyanya setelah ia menimbulkan suara ketukan.

Andika diam sejenak, tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Cowok itu segera memeriksa ponselnya, dan mencari nama Kanara.

Lelaki itu melihat last seen di nomor Kanara. “Terakhir di lihat jam sepuluh malam. Aneh, ngggak biasanya.” gumam Andika.

Tiba-tiba perasaan menjadi sedikit tidak enak, ia mengetuk-ngetuk pintu itu lagi tetapi ketukannya lebih keras dan lebih cepat.

“Nara, kamu ada di dalam kan?” tanya Andika bingung.

Telinga Andika menangkap suara perempuan yang masuk ke telinganya.

“TOLONNGGGGG.” jerit Kanara.

Suara perempuan itu menjerit, Andika sangat yakin kalau suara itu sama persis dengan punya Kanara.

“TOLONGGGGGG.” suaranya terdengar lagi.

Rasa khawatir menyelimuti Andika. “RA ITU KAMU KAN? KAMU BAIK-BAIK AJA? TUNGGU RA.”

Andika mencoba untuk mendobrak pintu itu, namun ternyata saat ia membuka kenop pintu, pintu itu tidak terkunci sama sekali.

Laki-laki itu masuk sambil berlari mencari Kanara di setiap ruangan yang ada di dalamnya.

“TOLONGGGGGG.”

Suara itu terdengar lagi dari kamar Kanara.

Andika bergerak cepat, ia membuka pintu kamar Kanara, dan melihat pemandangan yang sangat mengenaskan.

Kedua mata Andika benar-benar melihat dengan sangat jelas. Kedua tangan Kanara yang terikat, terdapat nampan makanan yang terlihat berantakan, dan yang paling membuat Andika mematung adalah, lengan Kanara yang berlumuran darah.

“Ra, kamu nggak apa-apa?” Andika mendekat, ia menangkup wajah Kanara yang penuh kepasrahan disana.

Bibir pucat Kanara mengatup. “Tolong gue, tolong lepasin ini semua.” tangis Kanara.

Andika membukakan setiap ikatan pada tangannya, lalu ia memeluk Kanara untuk menenangkan diri.

Kanara menangis, tangisannya pecah, ia sudah tidak sanggup untuk memendam hal yang ia rasakan lagi.

“Ada aku di sini, kamu tenang ya.” ucap Andika.

“Siapa yang ngelakuin ini semua ke kamu, Ra?” tanyanya.

Kanara menatap Andika dalam-dalam. “Sarah, dia yang udah ngelakuin ini semua ke gue. Bahkan dia ngancam gue kalau gue nggak nurutin permintaan dia, Sarah bakal nyebarin berita kalau gue ngejual virginty gue sendiri, Ka.” ucap Kanara, dadanya sesak, bibirnya terasa berat saat mengucapkan itu semua.

“Dia bikin akun bo atas nama gue, dan dia bakal ngancurin gue, Ka. Gue nggak tau harus gimana, gue kalut, gue takut, gue prustasi.” tambahnya. Suara tangis Kanara semakin pecah, rasa takut terlihat jelas pada raut wajah Nara.

Andika memeluk Kanara erat-erat. Rasanya ia geram mendengar hal sinting yang akan di lakukan Sarah.

Pandangan mata Andika turun, melihat tangan Kanara. “Tangan kamu, Ra.” ucapnya sambil menatap iba, darah segar Kanara terus bercucuran disana. “Kita ke rumah sakit ya, tangan kamu terlihat parah.” ajaknya.

Kanara mengangguk mau menerima ajakan Andika.

SERENITYWhere stories live. Discover now