39 : 38

19 7 0
                                    

Andika menatap Kanara penuh kekaguman dimatanya. Melihat penampilan Kanara yang sangat elegan malam ini mampu menyihir dirinya.

“Cantik. Selalu cantik.” puji Andika.

Kanara sontak menoleh, sambil menghapus air matanya. “Lo sejak kapan ada disini?” tanya nya.

“Nggak lama kok. Baru aja, lo kenapa kelihatannya sedih gitu? Siapa yang bikin lo sedih?” tanya Andika.

“Gue nggak apa-apa kok.” jawab Kanara berbohong.

Merasa tak yakin dengan jawaban Kanara barusan, ia melihat keadaan sekitar. Kedua matanya melihat Moza dan Sarah yang terlihat tampak mesra disana sedang berdansa.

“Gue tau kok lo kenapa. Rasanya sakit ya?” Andika memastikan.

Kanara terkekeh pelan. “Lo pikir gue selemah itu?”

Andika menatap wajah Kanara dengan teliti dan memperhatikan setiap inci. Ia dapat menemukan kebohongan di mata Kanara.

Cowok yang sedang memakai jas hitam itu, menarik Kanara dalam pelukannya. Kepala Kanara menempel tepat di dada lelaki itu.

“Lo bohong, Ra. Sakit ya? Pasti sakit.” ucapnya sambil menepuk-nepuk kepala Kanara.

Andika tau semuanya tentang Kanara, ia tahu saat Kanara berbohong itu seperti apa, ia tahu segala hal tentang Kanara.

“Lo yakin sayang sama Moza? Dia aja ngekhianatin lo. Nggak usah disembunyikan lagi, dan lo nggak perlu cerita ke gue, karena gue tau semuanya kok.” tambahnya.

Kanara menatap Andika lekat-lekat, tak lama gadis itu tertawa pelan.

“Menurut lo gue ini bodoh atau polos? Apa gue se-menyedihkan itu ya? untuk ngeliat cowok gue sendiri pelukan sama cewek lain di depan mata gue.” tanya nya sambil memelas.

“Nggak. Lo nggak bodoh, Ra.” jawab Andika singkat.

Kanara berjalan tiga langkah ke depan dari hadapan Andika. Cowok yang berada dibelakangnya, memasukan satu tangan ke saku celananya.

“Ra, kalau nyari cowo tuh yang tau segalanya tentang diri lo. Yang mengingat setiap hal kecil tentang lo. Yang tau segala detail sekecil apapun itu. Coba aja lo tanya sama Moza, dia tau nggak arti nama lo apa?” nasihat Andika.

Kanara terdiam sejenak, memikirkan hal yang baru saja Andika katakan. Ia benar, ada benarnya.

“Maksud lo apa?”

Andika dikagetkan dengan suara lainnya, ia merasa familiar dengan suara itu. Dirinya sontak menoleh ke arah suara.

“Lo ngapain disini, Za?” tanya Kanara jutek.

“Ra, aku mau jelasin semuanya ke kamu. Apa yang terjadi dari kemarin malam, saat tadi di sekolah, dan yang terjadi barusan. Aku bisa jelasin, Ra.” Alibi Moza.

“Jelasin apa lagi? Jelasin kalau lo cemen, banci, dan ninggalin Kanara gitu aja?” tanya Andika dengan pertanyaan yang cukup membuat Moza tertohok.

Moza naik pitam di buatnya, ia mendekat dengan cepat ke arah Andika. Tangannya sudah terkepal kuat, ia rasa ia ingin segera meninju laki-laki menyebalkan yang ada dihadapannya segera.

“Brengsek. Maksud lo apa?!” tanya Moza tak terima.

Andika tersenyum smirk. Ia tidak merasa takut lagi pada Moza, bahkan kini Andika rasa ia mampu melawan saudara tirinya.

“Kalau lo nggak becus jaga Kanara, biar gue aja!” serunya.

Moza mengeratkan rahangnya. “Lo nggak usah ikut campur! Ini urusan gue sama cewek gue.”

“Kita putus, Za. Gue bukan cewe lo lagi.” jelas Kanara.

Moza menggelengkan kepalanya tak percaya. “Nggak! Kita nggak pernah putus, Ra. Sejak kapan kita putus?” tanya Moza.

“Sejak kamu peluk Sarah di depan mata aku, Za.” final Kanara.

Lalu gadis itu berjalan meninggalkan dua laki-laki tersebut. Berusaha mencari tempat yang damai untuk bersembunyi, dan hanya sendirian.

Namun, sedari tadi ada laki-laki yang membuntuti nya kemana pun ia pergi. Ya, Moza.

Moza menggenggam tangan Kanara, membuat perempuan itu menghentikan langkahnya. Sedetik kemudian, Moza menarik Kanara dalam pelukannya yang hangat dan penuh kasih sayang.

“Hear me, okay? Aku nggak pernah sayang sama perempuan lain selain kamu, Ra. Ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan. Situasinya seperti ini, aku harap kamu mengerti itu.” ucap Moza memberikan penjelasan.

“Situasi seperti apa yang kamu maksud, Za? Situasi kalau kamu udah jadian sama Sarah? Iya? Jawab, Za!!!” Kanara memukul-mukul dada Moza, ia menuntut penjelasan atas hubungannya saat ini. Atas segala kesalahpahaman yang ia lihat.

Moza menahan air mata yang hendak turun, ia berusaha untuk tetap santai dan menenangkan perempuan yang ada dihadapannya. Moza kembali memeluk Kanara dengan sepenuh tenaga, agar gadis kecilnya itu tidak memberontak.

“No, aku nggak jadian sama Sarah. Aku cuman sayang sama kamu, Nara. Nggak ada wanita lain.” ucapnya sambil mengelus-ngelus dengan lembut surai hitam milik Kanara.

Kanara jatuh dalam tangisnya. “Aku sayang sama kamu, Za! Tapi, kamu juga nyakitin aku. Aku sakit, Za!” ucap Kanara dalam tangisannya.

“Maaf cantik, maaf aku gagal, maaf aku nyakitin kamu. Tapi semuanya yang aku lakuin ini untuk melindungi kamu.” bilangnya.

“Kamu jahat, Za! Kamu brengsek, Za! Kamu brengsek.” maki Kanara dalam isak tangisnya.

Moza diam, ia hanya berusaha menenangkan Kanara. Ia merasa sangat bersalah atas apa yang telah terjadi. Moza juga merasa gagal karena membuat wanitanya menangis karena dirinya.

“KANARA!” suara dari seorang perempuan yang terkesan membentak itu, membuat Moza dan Kanara menoleh.

Suara hak sepatu semakin terdengar. Perempuan dengan balutan dress berwarna merah itu berjalan cepat ke arah keduanya.

Sebuah tamparan kasar berhasil mendarat di pipi Kanara. Hal itu membuat pipi Kanara memerah, dan ia meringis sakit sambil memegangi pipinya.

“DASAR JALANG GANJEN!” maki Sarah pada Kanara.

“LO APA-APAAN SI SARAH?!!” bela Moza, ia tak terima Nara diperlakukan seperti tadi.

“Lo nggak usah ikut campur! Lo tau kan apa konsekuensinya kalau lo melanggar janji?” tanya Sarah. “Sekarang lo harus terima konsekuensinya itu sekarang.” tambahnya.

Moza memikirkannya, tentang konsekuensi perjanjian itu, setelah Moza mengingatnya ia menjadi panik serta khawatir.

“Sar please, jangan Kanara.” pintanya.

“BACOT LO ANJING.”

Sarah tak memperdulikan rengekan seorang Moza. Ia menarik kasar lengan Kanara dan menggeret gadis itu dengan kasar.

“LO IKUT GUE, RA!” perintahnya.

SERENITYWhere stories live. Discover now