44 : 43

10 2 0
                                    

Kaki jenjang moza sedari tadi berjalan di sepanjang koridor SMA Serein. Laki-laki itu berhasil dibuat panik oleh seorang perempuan— perempuan licik maksudnya. Dari jarak beberapa meter indera penglihatannya berhasil menangkap sosok yang ia cari-cari sejak tadi.

Moza meraih pergelangan tangan wanita itu dan menariknya dengan kasar. “Ikut gue.” paksanya.

Merasa risih dengan cengkraman tangan Moza yang begitu kuat, Sarah menghempaskan tangannya. “Apaan sih lo?” tanya Sarah sambil mengentikan langkahnya.

“Gue mau nanya satu hal sama lo.” ujar Moza.

“Nanya apa hah?” sergah Sarah.

Tak ingin berbasa-basi Moza langsung bertanya apa yang ingin ia ketahui.

Langkah kaki Sarah diseret bersamaan dengan kedua tangannya yang masih dicengkeram kuat oleh Moza. Hingga sampai pada taman belakang sekolah, Sarah menghempaskan cengkraman tangan Moza dengan sekuat tenaga.

“Ada apa lagi sih?” Sarah membuka pembicaraan.

“Apa yang terjadi sama Kanara pagi tadi?” tanya Moza, tatapannya mengintimidasi lawan bicara.

Sarah sedikit panik saat melihat tatapan tajam Moza, ia sebisa mungkin mengontrol gelagatnya. “Kanara, Kanara, Kanara, Kanara terus! Kenapa sih semua orang peduli banget sama dia?!” sensi Sarah.

Moza menguatkan rahangnya, emosionalnya menjadi sedikit tak terkontrol, ia sudah dihampiri rasa amarah. “Nggak usah ngalihin pembicaraan! Apa yang terjadi sama Kanara?”

“Kita berantem!” selak Sarah. Ia menatap Moza dengan tatapan kecut. “Puas lo?” tanya Sarah.

“Lo nyakitin Kanara?” tanya Moza dengan napas yang sedikit memburu.

Sarah diam tak menjawab, ia justru menatap Moza semakin dalam. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat berusaha untuk menahan emosinya.

“Gue mohon, Sar. Please...” Sial, Moza berhasil bertekuk lutut dibuatnya. “Jangan sakiti Kanara, jangan sentuh dia, jangan ganggu dia lagi, Sar. Kanara itu rapuh, dia nggak setangguh yang lo pikirkan, dia nggak setangguh yang orang-orang pikirkan.” pinta Moza, lelaki itu sedang memohon dengan sangat kepada perempuan licik yang ada dihadapannya.

“Tapi lo harus jauhin Kanara. Gue kasih kesempatan terakhir untuk ketemu Kanara hanya hari ini, kalau lo masih ada didekat Kanara lo bakal liat sendiri apa yang akan terjadi sama dia.” ancam Sarah.

Moza mengangguk pasrah. Kali ini Moza harus benar-benar menepati janjinya. Karena dirinya sendiri Kanara menjadi dalam bahaya, ia tak boleh bersikap bodoh lagi.

Siapapun tolong beritahu pada dunia kalau Sarah sudah sangat muak saat ini juga.

“Kenapa selalu Kanara, Za? Kenapa harus selalu dia? Gue selalu disini, tapi sekalipun lo nggak pernah liat diri gue? Mana Moza yang brengsek? Mana Moza yang mainin cewek lain?” ucap Sarah sambil menggelengkan kepalanya.

“Gue benci, Za. Gue benci banget sama lo. Lo yang selalu khawatirin Kanara, lo yang selalu prioritaskan Kanara. Gue benci semua hal yang lo kasih buat Kanara. Lo nggak ngeliat diri gue sendiri? Gue cinta sama lo, Za. Gue sayang sama lo! Gue nggak mau lo sama orang lain. Tolong lirik gue sekali, Za.” pinta Sarah dengan penuh harap.

Moza menggelengkan kepalanya tak percaya. “Lo cuman terobsesi, Sar.”

“Obsesi?” Sarah mendecih tak percaya. “Lo ingat apa yang terjadi malam itu? Gue nggak pernah bisa lupain lo dari saat itu.” ucap Sarah sambil tersenyum masam.

***

Andika merebahkan tubuh Kanara diatas ranjangnya. Kanara sudah sampai dirumah sejak beberapa saat lalu, karena sudah diizinkan dokter untuk pulang.

“Tangan kamu, Ra...” Andika menatap iba pada tangan Kanara yang dibalut dengan perban.

Kanara menatap bingung, ia mengikuti arah pandang Andika yang memandang tangannya. Kanara menghela napas pasrah.

“Kenapa? Tangan aku udah nggak cantik lagi ya?” tanyanya.

Hati Andika terasa terisir mendengarnya. Ia mendekat pada Kanara, lalu menangkup wajahnya dan mengusap pipi Nara dengan lembut.

“Hei, jangan ngomong gitu. Kamu tetap cantik, Ra.” ucap Andika.

Hati Kanara bergetar, air matanya jatuh perlahan. Gadis itu menarik Andika dalam pelukanku. “Tolong untuk terus mencintai gue, Ka. Gue akan berusaha untuk jatuh cinta sama lo. Gue selalu merasa bersalah ngeliat perlakuan lo yang sangat baik, gue mohon. Gue tau ini egois, sangat egois. Tapi tolong untuk tetap cintai gue.” isaknya.

Andika mengeratkan pelukan, ia menepuk-nepuk pelan punggung Kanara. “Hei dengar. Sampai kapanpun nggak ada orang yang gue cinta selain kamu, Ra. Selama 3 tahun terakhir kamu masih tetap orang yang paling ingin aku lindungi. Walaupun hati kamu masih memilih Moza, aku tetap mencintai kamu, aku tulus. Kamu nggak balas perasaan aku pun nggak masalah, selama aku masih bisa didekat kamu dan memastikan kamu selalu baik-baik aja itu udah cukup, Kanara.” lirih Andika dengan tulus. Tanpa sadar air mata lelaki itu ikut turun, siapapun pasti tahu kalau Andika adalah lelaki yang sangat tulus.

Bohong rasanya kalau Andika baik-baik saja setelah mendapatkan penolakan berkali-kali dari Kanara. Perasaan cintanya itu sangat tulus dan tidak dibutakan oleh obsesi semata, Andika selalu ingin memastikan Kanara selalu baik-baik saja hal itupun sudah sangat cukup baginya.

SERENITYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora