07 : 06

123 127 3
                                    

Sabtu adalah hari yang sangat pas untuk dipakai bermalas-malasan. Tentunya tubuh Kanara tidak jauh dari kasur dan makanan. Entahlah, kamarnya saja sudah tidak layak disebut kamar. Minggu yang sama dengan hari sabtu, dipakai hanya untuk hal tidak berguna. Tapi, Kanara sangat membenci minggu sore, bukan karena senja, namun minggu sore adalah detik di mana Kanara harus memikirkan senin pagi.

Matahari sudah bergulir terbit sejak beberapa saat lalu, sinarnya menembus permukaan kaca jendela menerangi kamar yang bernuansa pastel tersebut. Nara masih menggeliat dalam tidurnya, jangan tanyakan dimana selimut, bantal, dan gulingnya. Semua sudah berserakan di lantai, menyatu dengan sampah makanan ringan.

Kanara, gadis manis yang tengah memejamkan matanya di pagi hari itu tiba-tiba terlonjak kaget, mimpi jatuh dari tebing katanya.

“Hah, untung cuman mimpi.” Kanara terbangun dari tidurnya, ia mengucek matanya dan beranjak pergi dari kasur yang sedari tadi menemaninya. Kanara bilang, kasurnya ini sangat posesif, sehingga tidak mengizinkan Kanara untuk beranjak barang sekejap.

Suara gemericik air terdengar saat Kanara membuka keran air wastafe di kamar mandi yang berada di kamarnya. Untuk beberapa saat dia terpaku, hanya melamun dan menatap wajahnya didepan cermin, mengumpulkan nyawa mungkin. Setelah beberapa menit waktunya dihabiskan untuk hal tidak berguna, Kanara segera meraih facial foam yang terletak tidak jauh dari tubuhnya.

"Kak, gue boleh nanya sesuatu?” pinta Kanara yang kedatangannya tidak disadari oleh Andra. Bahkan gadis itu masih menepuk ringan wajahnya menggunakan tissue.

Laki-laki yang dipanggil Kakak oleh Kanara itu memgalihkan fokusnya dari tugas kuliah dan mentap adiknya, Kanara.

“Lo kenapa bisa tumbang ngelawan seorang Moza? Nggak mampu? Lo itu ketua Devil Clars kak!” tanya Kanara berapi-api. Gadis itu mendudukkan tubuhnya disebelah Andra, menatap kakak satu-satunya penuh selidik dan tanya.

Bukannya menjawab, Andra justru tersenyum. Membuat Kanara mengerenyitkan dahi tanda terheran. Andra yang peka akan ekspresi adiknya segera menjawab. “Waktu itu gue cuman pura-pura tumbang, Ra.”

“Hah? Maksudnya?” tanya Kanara semakin bingung.

“Mereka itu punya tenaga dan kemampuan yang cukup baik. Mereka pasti bakal malu kalau gue baik baik aja, terlebih lagi kalau identik gue yang sebenarnya ketua Devil Clars terbongkar.” jelasnya.

“Lo harus liat ini, yakin itu cuman pura pura?” Kanara memberikan flashdisk dan langsung dipasang di laptop Andra.

“Dapet rekaman cctv dari mana?” tanya Andra sesaat melihat dirinya saling melempar pukulan dengan Moza, dkk.

“Cctv sekitar sana, emangnya nggak tau kalau ada cctv?” tanya Kanara yang hanya dibalas gelengan kepala dari kakaknya.

“Serius itu cuman akting?” tanya lagi, saat melihat rekaman yang menunjukkan Andra terkapar lemas.

“Gimana? Bagus kan akting gue?” goda Andra pada adiknya.

“Ck, iya juga sih. Kalau di liat-liat ya setelah mereka pergi, lo langsung berdiri tegap.” ucap Kanara. Mereka sedang antusias melihat rekaman itu bersama.

“Ini Diba, Ra?” Andra sangat terkejut melihat siluet wanita berciri-ciri persis seperti pacarnya. Dengan jaket pink dan ikat rambut pita.

“Gue inget kenapa gue bisa pingsan! Gue di keroyok sama mereka semua. Jadi ini karena Diba?” Andra menganga tak percaya. Saat inilah saat yang tepat untuk Kanara menunjukkan sesuatu.

“Lo salah kak, itu bukan Adiba. Coba liat video satunya.” tunjuk Kanara.

Mereka membuka video tersebut, Andra menampilkan raut wajah penuh tanda tanya. “Ra, cewek ini yang ada disekolah Lo kan?”

SERENITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang