60. Tak Bisa Jauh

Mulai dari awal
                                    

"Iiiih, dasar!" Intan langsung menjebik.

Keesokan harinya, mereka bangun lebih awal. Meski semalam habis bergadang, tetapi mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak karena itu merupakan tempat baru.

Selesai shalat subuh, mereka duduk santai di ruang tamu sambil melihat ke luar. Saat itu suasananya masih agak kebiruan karena matahari belum terbit.

"Ternyata di sini dingin juga ya, Mas," ucap Intan sambil bersandar di rangkulan suaminya.

"Iya, namanya juga dataran tinggi," sahut Zein.

"Mas dulu pernah ke sini?" tanya Intan lagi.

"Pernah. Mas pernah tinggal sebulan di sini. Makanya Mas tahu apa yang kamu butuhkan," sahut Zein lagi.

"Hem ... pantesan bawaannya banyak banget. Kayak orang mau pindahan, hehe."

"Ya kan semua barang yang Mas bawa bermanfaat buat kamu," jawab Zein.

Intan tersenyum. "Iya, bermanfaat banget. Gak kebayang itu bagasinya kena charge berapa," sahut Intan.

"Itu gak penting. Yang penting kamu nyaman dan kebutuhanmu terpenuhi," sahut Zein.

Intan yang bahagia itu mengusel kepalanya di ketiak Zein.

Saat matahari sudah mulai terbit. Mereka membagi tugas untuk membersihkan rumah.

Kala itu Zein sedang menyapu bagian dalam. Sementara Intan menyapu bagian luar.

Saat Intan sedang di luar, ia mendengar suara gemuruh dari kejauhan. "Apaan, tuh?" gumamnya sambil melongok.

Tak lama kemudian, munculah sekelompok tentara yang sedang lari pagi sambil menyanyikan yel-yel.

Namun, saat melewati Intan, mereka mengubah lagunya.

"Nona manis siapa yang punya, nona manis siapa yang punya, nona manis siapa yang punya, yang punya kita semua," nyanyi mereka sambil menoleh ke arah Intan.

Setelah itu mereka pun kembali mengganti lagunya.

"Terpesona ... aku terpesona, memandang memandang wajahmu yang manis ...."

Sontak Zein yang ada di dalam itu langsung menoleh. Kemudian ia yang sedang memegang sapu itu bergegas menghampiri Intan keluar.

"Mulai hari ini kamu jangan nyapu bagian luar! Kalau mau nyapu, nanti aja agak siang," ucap Zein sambil mengambil sapu yang dipegang oleh Intan.

"Lho, kenapa?" tanya Intan tanpa dosa. Ia sendiri tidak ge'er karena tak merasa digoda. Sebab, setelah melongok tadi Intan fokus pada sapunya lagi.

"Gak apa-apa. Di luar banyak nyamuk," jawab Zein. Ia senang karena Intan tidak paham akan keresahannya.

"Ooh, ya udah," sahut Intan. Kemudian ia pun masuk ke dalam rumah.

'Huuh! Kenapa mereka harus lari lewat sini, sih? Memangnya tidak ada jalan lain?' keluh Zein sambil berdecak kesal. Ia kesal karena rombongan itu melewati rumah dinas istrinya. Padahal mereka sudah biasa lewat sana.

Keesokan harinya, Zein sudah harus kembali ke Jakarta. Ia sengaja pulang sore agar bisa melepas rindu lebih lama dengan istrinya itu.

"Kamu hati-hati di sini, ya! Ponselnya stand by terus! Pokoknya kamu harus rajin ngabarin Mas," pinta Zein saat ia hendak pamit pada Intan.

Intan pun mengangguk. "Iya, Mas. Mas hati-hati di jalan, ya! Jangan nakal. Nanti kabarin aku kalau udah sampe sana," balas Intan.

"Pasti," sahut Zein. Kemudian ia mengecup seluruh wajah Intan dan mencumbu istrinya itu. Setelah itu, mereka pun berpelukan.

"Mas janji akan menjemputmu dalam waktu dekat. Yang sabar, ya!" pinta Zein sambil mengusap kepala Intan.

"Iya, Mas," jawab Intan dengan mata berkaca-kaca.

Zein pun menarik kopernya menuju pintu. Awalnya Intan ingin mengantar Zein ke lapangan penerbangan. Namun Zein melarangnya. Sebab ia khawatir jika Intan harus kembali ke rumah itu sendirian.

Dengan berat hati, Zein menarik handle pintu. Namun ia menghentikan gerakkannya, lalu menoleh ke arah Intan dan kembali memeluknya.

"Mas akan sangat merindukanmu," bisik Zein sambil mendekap istrinya.

"Aku juga, Mas," jawab Intan. Kebaikan Zein telah menutup semua keburukan yang pernah ia lakukan terhadap Intan. Sehingga Intan lupa bahwa dulu suaminya adalah Profesor galak yang paling ia benci.

"Jaga diri baik-baik. Jangan nakal dan jangan dekat-dekat dengan pria mana pun, oke?" pinta Zein sambil menangkup kedua pipi Intan.

Intan mengangguk. Hatinya bertalun-talun karena ia pikir Zein akan mengungkapkan cintanya. Namun ternyata ia salah. Zein langsung pamit dan benar-benar pergi meninggalkan rumah itu.

'Dasar kamu, Intan! Apa sih yang kamu harapkan? Kurang baik apa dia sampai kamu masih mengharapkan kalimat itu?' batin Intan. Kesal pada dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian Zein sudah berada di dalam helikopter yang akan membawanya ke kota.

"Sudah siap? Kita akan take off," ucap pilot.

"Oke!" sahut Zein.

Saat helikopter itu sedang bermanuver untuk terbang, Zein melihat sosok yang tidak asing. Baru saja turun dari pesawat.

Sosok pria gagah yang paling ia benci.

Zein pun terbelalak. "Kenapa si berengsek itu ada di sini?" tanyanya. Ia panik kala melihat Bian baru saja datang ke tempat tersebut. 

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang