27

136 11 30
                                    

Keira sepupunya Yohan? Gila, Damon dan sahabatnya masih tidak percaya fakta itu, masing-masing dari mereka punya pikiran plus minusnya. Yang bagian buruknya adalah, Keira adalah mata-mata Paradise Gang, bagian baiknya? Gak ada.

Soalnya Keira Devoni itu punya negative vibes. Wajahnya menggambarkan karakter antagonis tapi baik. Maleficent.

“Napa, sih? Gak pernah liat orang cantik dandan?” tanya Keira, ia salting kalau diperhatikan empat cowok pentolan sekolah saat tengah berkaca.

“Gak, lo gak cantik.” balas Iky.

“Heh, kaya cewek lo lebih cantik dari gue aja,” dengkus Keira.

“Emang.”

Gardeon meraup muka Iky agar sahabatnya itu diam. Mulut mereka yang toa, berhasil membuat atensi para murid di kantin terarah kepada mereka.

“Itu juga! Ngapain matanya melotot?!” Tunjuk Keira ke Alden.

Aldenno menegakkan punggungnya, menatap tajam Keira. “Ngaku, sebenernya lo mata-mata Paradise Gang, 'kan?!” tudingnya.

“Gue? Jadi mata-mata? Hahahaha, YA, GAK, LAH, ARIF!” semprot Keira. “Enteng sekali lo bercocot!”

“Kok, lo ngegas, Katiyem? Jangan-jangan beneran lo intelnya Yohan?!” sahut Iky.

“Gue murni sekolah sini buat belajar ya, rajin banget gue jadi babunya Yohan,” terang Keira.

Agak tidak meyakinkan. Tapi tidak papa, soalnya Damon belum menunjukkan riak di wajahnya. Berarti, itu bukan masalah.

•••

    “Hari ini, Bapak minta tolong kepada kamu, Damon Hellious.” guru konseling menepuk pundak Damon sebelum melanjutkan kalimatnya, kalimat yang akan menghancurkan Damon dan sahabatnya. “Untuk membubarkan Demon Gang.”

Damon serta sahabatnya tegang, napas mereka memburu.

“Kenapa?” tanya Iky menuntut.

Sudah tujuh bulan berlalu, konflik antar geng juga tidak terlalu serius, tidak ada tawuran ataupun menghancurkan fasilitas sekolah lain. Mengapa pria paruh baya itu ingin mereka bubar?!

“Kasus salah satu siswi SMA Andromeda yang terlibat konflik antar geng kalian mencuat sebagai isu perdagangan manusia di kalangan remaja.”

“Tapi kami sudah dari awal menuntaskan masalah itu,” bela Damon. Ia mengerti siapa yang dimaksud oleh gurunya itu.

“Siapa yang ngelapor?” sela Gardeon. Jika tidak ada asap, maka tidak akan ada api.

“Bapak tahu kalian telah menyelesaikan kasus ini, tapi apakah anggapan masyarakat tentang sekolah kita akan baik? Bisa saja akibat ketidak tegaskan pihak sekolah untuk membubarkan Demon Gang menjadi masalah yang lebih besar. Orang-orang diluar sana akan mempertanyakan integritas sekolah kita.”

“Kami gak mau!” tentang Alden keras.

Guru konseling menghela napasnya. “Bukan hanya geng kalian, geng dari SMA lain juga mengalami hal yang sama. Kami, para guru telah merapatkan hal ini sebelum membuat keputusan.” Matanya menatap Damon. “Demi nama baik SMA Andromeda.”

***

Damon merasakan sentuhan dingin di pipinya, menoleh, mendapati ketua Demon Gang sebelumnya memberikan minuman cola.

“Kecewa itu wajar,” tutur Argos.

“Gue tau,” singkat Damon. “Gue gak mau bubarin geng, tapi gue juga gak mau buat mama baik SMA Andromeda jadi buruk.”

Argos mengangkut sudut bibirnya. “Lakuin apa yang menurut lo terbaik buat semuanya, meski beresiko, atau mengorbankan sesuatu. Itu keputusan terbaik yang lo buat sebagai ketua Demon Gang.”

Berbicara dengan Argos mengenai banyak hal hingga larut malan berhasil membuka pikiran Damon, setidaknya keputusannya nanti akan dia bicarakan dulu dengan semua anggotanya.

“Ephemeral,” ucap Argos sebelum mereka berpisah.

Setelah bertemu dengan Argos, Damon tidak langsung pulang ke rumahnya. Melainkan rumah Keira, karena ia dan Yohan sudah janjian lewat pesan untuk bertemu di sana.

Keira membelai lembut rambut Damon dan Yohan bergantian. Mereka berdua duduk berdampingan di karpet bersandarkan kaki sofa, sedangkan Keira duduk di sofa.

“Paradise Gang berharga bagi gue,” terang Yohan.

“Gue masih bingung, siapa yang laporin kasus lama itu. Lagian ngapain pakek di video segala?” kesal Keira. “Norak banget kayak gak pernah liat orang berteman.”

“Berantem, Bego.” Yohan membenarkan.

Rekaman video percakapan antar ketua geng tujuh bulan lalu di sirkuit tersebar di tengah ketentraman. Membuat mereka, ya, menjadi seperti sekarang.

“Besok,” ujar Damon.

Keira dan Yohan menunggu kelanjutannya.

“Demon Gang bubar.” Ketua Demon Gang itu menunduk, mengepalkan tangannya di atas paha. Matanya mengerjap beberapa kali agar lelehan air mata tidak turun ke pipinya.

Keputusan yang menyesakkan baginya dan anggotanya. Namun ia bisa apa? Menentang sekolah hanya akan berdampak buruk bagi anak-anak lain, dirinya tidak boleh egois.

“Jangan gegabah ambil keputusan!” sentak Yohan. “Besok gue mau bicarain lagi sama kepala sekolah.”

“Ephemeral.” jeda Damon. “Gak ada yang kekal, termasuk Demon Gang, Paradise Gang, dan yang lainnya.”

Yohan terdiam, begitu juga dengan Keira.

Damon mengusap kasar wajahnya kemudian memejamkan mata. Untuk pertama kalinya, dia tidak ingin fajar cepat datang.

“Mau lo bertahan kayak apapun, kalo udah waktunya tiba sesuatu itu untuk gak ada lagi. Lo bisa apa?” lanjutnya membuat Yohan dan Keira bungkam.

•••

“Kita masih bisa kumpul, kita masih keluarga. Meskipun Demon Gang udah bubar, gue harap kalian bisa tetap kompak dan saling membantu kalau ada yang butuh.”

“Kehilangan sesuatu di dunia emang hal wajar, seperti kita kehilangan geng kita. Gue harap kalian bisa terima hal ini, demi kebaikan kita semua, demi masa depan. Keputusan ini gue ambil karena gue gak mau, di masa depan nanti, ada bayang-bayang gelap Demon Gang yang bakalan ikutin kita. Atau bisa jadi sesuatu yang ngehalangin masa depan kita.”

Dari Damon, dilanjutkan dengan inti Demon Gang lainnya memberikan kesan dan pesan terakhir, sebagai Inti Demon Gang.

Keira menyaksikan dengan haru bubarnya geng itu dari jauh, ia tahu betapa beratnya Damon menyampaikan hal itu. Demon Gang sudah seperti keluarga kedua baginya, meski tingkah mereka sering dicap layaknya preman, mereka tetap senang karena selalu bersama-sama apapun yang terjadi, karena mereka saling melindungi.

“Gue mewakili semua anggota, kami juga minta maaf karena gak bisa pertahanin Demon Gang,” ucap salah satu anggota.

Kini mereka saling merangkul, berpelukan dan menepuk punggung masing-masing.

“Markas ini tetep jadi tempat kita, kita masih bisa ngumpul-ngumpul di sini, jangan terlalu sedih,” ujar Deon.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 12, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DAMON EPHEMERALWhere stories live. Discover now