Episode 26 ° Perdebatan

17 1 0
                                    

Happy Reading🌼

Jangan lupa sebelum ke part selanjutnya tinggalkan Vote dan Comment Kalian
______________________________________

Keesokan harinya

Raksa tak bisa tidur semalaman mengingat apa yang diceritakan Rakka kemarin, Ia sudah salah paham mengenai hubungan Tante Dhira dan Ayahnya. Bahkan dirinya sudah memberi kesimpulan bahwa keduanya berselingkuh. Seharusnya ia mendengar penjelasan itu sejak dulu namun dirinya benar-benar bodoh dan pengecut. 

Hari ini adalah jadwal HD Rakka dan sekarang ia tengah tertidur sembari menunggu terapinya selesai.

Raksa juga sudah memperingatkan saudara lelakinya jika mengalami mual atau pusing. Setelah ini ia harus menemui om Vano untuk mengetahui bagaimana perkembangan kondisi Rakka. Setelah terapi selesai dan suster membantu melepaskan selang ditangan Rakka akhirnya Raksa memutuskan untuk langsung ke ruangan Om Vano. 

Sebelum masuk, ia mengetuk pintu terlebih dahulu. Raksa membuka pintu dan mendapati om Vano yang tengah memegang kertas berisi hasil perkembangan Rakka. 

"Jevan" Panggil om Vano yang langsung menyuruhnya duduk dan dituruti oleh Raksa. "Iya om, Apakah ada perkembangan mengenai kondisi Devan?" Tanya Raksa tak sabar menunggu jawaban, ada rasa khawatir di dalam dirinya. 

Vano menghela nafas berat, "Belum Jev, Keadaan Devan menjadi semakin menurun. Setelah om lihat, Devan sering sekali menunda-nunda ketika disuruh meminum obat" Jelaasnya yang langsung membuat Raksa terdiam padahal ia sudah sering memperingatkan Rakka tetapi kenapa dia selalu keras kepala. 

"Berdasarkan pemeriksaan, ginjal Devan sudah tak bisa berfungsi dengan baik dan sangat perlu cuci darah tetapi, keadaan Devan beberapa hari ini menurun dan meskipun hemodialisanya bersifat sementara, tetapi jika keadaan Devan terus menurun kondisi gagal ginjal bisa memasuki stadium akhir, meskipun kita sudah mendapatkan pendonor tetapi banyak yang tidak cocok, jika berkenan ada rumah sakit di Jakarta yang menangani khusus pasien gagal ginjal. apakah Devan mau? jika berkenan saya akan buat surat rujukan?"

Raksa berpikir sejenak rasanya untuk membujuk Rakka adalah hal tersulit baginya tetapi ini juga bersangkutan dengan kesembuhannya. Dan mau tidak mau Raksa harus berusaha membujuk kakak lelakinya.

Devan menatap Vano dengan senyuman pasrah, "Jevan coba bicarakan dengan Devan dulu Om"

***

Raksa berjalan menuju ruangan Devan rasanya berat mengetahui bagaimana kondisi Kakak lelakinya yang terus menurun terlebih lagi Almarhumah Bundanya meminta dirinya untuk terus menjaga Devan dan berusaha agar terus berada di sisinya. Bundanya ingin sekali melihat Devan sembuh sejak dulu, bunda selalu menangis dan merasa menyesal melahirkan Devan bersama dengan penyakitnya.

Raksa mulai membuka pintu lalu menarik nafas berusaha merubah raut wajah muramnya menjadi tenang. Raksa mendudukkan diri di kursi samping ranjang. Devan tengah menyenderkan tubuhnya dengan ponsel ditangannya melihat Raksa datang ia langsung menaruh ponselnya itu. 

"Udah keberapa kali?" Tanya Rakka tiba tiba membuat Raksa yang tertunduk mendongakkan kepalanya.

"Maksud lo?"

"Udah keberapa kali gue pindah rumah sakit, sekitar 7 atau 8. Udah ya Jev, gue capek"

Memang benar sejak umur 10 tahun Rakka selalu berganti rumah sakit karena banyak tidak mendapat pendonor, sampai beranjak dewasa pun ia masih harus berganti rumah sakit setelah akhirnya di rawat di rumah sakit om vano. karena Ayah dan Bunda juga Dhira tidak tau harus mencari kemana lagi karena semua hasilnya sama banyak yang tidak cocok. 

Raksa terkejut bagaimana mungkin Rakka tau bahwa dirinya dirujuk ke rumah sakit lain, "Lo denger?" Tanya Raksa memastikan bahwa lelaki di depannya mendengarkan obrolannya dengan om Vano tadi.

Rakka mengangguk pasrah, "Gue denger dari awal sampai akhir" Ucapnya dengan nada lemah seperti biasanya. 

"Lo pasti sembuh, kita cari pendonor ginjal yang cocok di Jakarta" Peringat Raksa berusaha meyakinkan bahwa pasti Rakka akan sembuh dan semua penyakit yang berada di dalam dirinya cepat hilang. Ia juga ingin sekali mengajak kakak lelakinya itu pergi ke tempat hiburan bahkan cita cita mereka sejak kecil adalah menjelajahi dunia.

Jika Rakka menyerah seperti ini bagaimana bisa cita-cita mereka terwujud, meskipun begitu ia juga tidak bisa memaksakannya karena rasa sakit yang di derita Rakka mungkin sangat menyakitkan baginya. Dan Raksa yang tidak tau bagaimana rasa sakitnya, tentu saja ia tidak boleh egois. Raksaharus berusaha mengerti bagaimanpun juga hanya Rakka seorang yang mengerti tentang dirinya, apalagi Raksa bukan seseorang yang mudah mengekspresikan wajah untuk bisa menyemangati Rakka. 

"Nggak kalo Jakarta gue gak mau Jev" tolak Rakka cepat, ia sudah lelah jika harus pindah rumah sakit lagi, lagipula ia sudah mempasrahkan diri dengan apa yang terjadi dengannya esok. 

Raksa tersenyum miris ke arah Rakka, "Lo takut ketemu dia?"

Pertanyaan itu nyaris membuat Rakka tak percaya dan menatap tajam. 

"Lo inget?" 

"Ternyata lo sebodoh itu!" Seringai Raksa dramatis membuat Rakka tak mengerti. "Apa yang lo inget? jelas jelas lo pasti lupa" Rakka tak sabar menunggu jawaban Raksa bagaimana dia bisa ingat dengan perempuan yang menjadi penyemangatnya di Bandung.

"Gue baca diary lo"

Saat Rakka sedang HD tadi Raksa sempat pergi keruangan ini karena ponselnya ketinggalan, ia mencari dan ternyata ada di laci. Raksa juga sempat salah pokus ketika melihat dua diary tergeletak disana, ada yang berwarna biru dan juga kuning. Ia mengingat May setelah melihat diary itu lalu mengambilnya dan membacanya sedikit namun siapa sangka ia membaca buku diary Rakka yang berisi kisahnya dengan perempuan berinisial V ia terkejut bagaimana kisah hari hari keduanya bahkan setelah membaca diary itu ada ingatan yang masuk, saat itu ia bertengkar dengan seorang perempuan tetapi wajahnya buram dan sosok orang itu mirip dengan orang yang ia kenal. 

Namun mengingat ia sudah merasa kelamaan akhirnya ia menutup dan tak melanjutkan membaca Diary Kuning Rakka itu. ia berjalan kembali menuju ruangan hemodialisa Rakka dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dan apa maksud ingatan yang masuk. 

Raut wajah Rakka berubah menjadi gelisah, "Lo baca diary gue yang mana?" Tanyanya dengan cepat, "Kuning" Jawab Raksa santai dengan raut wajahnya yang tenang berubah dingin. 

Rakka menghela nafas lega untung saja Raksa tak membaca Diary birunya yang berisi keluh kesah hidupnya dan penyeselan serta rahasia rahasia lain yang ia tulis di buku itu. Diary kuning hanya berisikan kisah dirinya dan wanita penyemangatnya selama bersekolah di Bandung. Ia juga sering membacanya berulang kali dan tersenyum jika mengingat kejadian itu, namun ada sedikit rasa miris karena perempuan yang berada di buku diarynya itu sudah pergi meninggalkannya yang ia tau hanya perempuan itu berada di Jakarta. 

"Sa gue gak mau kalo ke Jakarta!"

Raksa tak habis pikir dengan Rakka ia lebih memilih tidak sembuh hanya karena ada wanita masa lalunya di kota itu, "Jakarta itu luas jev" Peringat Raksa karena mungkin saja ia tidak akan pernah bertemu meskipun berada di kota yang sama.

"Mau seberapapun luasnya, kalau udah ditakdirin bertemu pasti bisa Jev. Tuhan tau jalannya"

"Dan lo mau merubah takdir tuhan kalau nantinya bakalan ketemu juga, gak akan  ada yang bisa"

Rakka menghela nafas kasar memalingkan wajahnya, "Gue gak bisa, Apapun yang terjadi sama gue disini, gue udah berserah diri Dev, dan gue mohon sama lo! kali ini gue gak bisa nurutin permintaan lo"

***

MAYSAKAWhere stories live. Discover now