• Confession •

Start from the beginning
                                        

V menunduk. Ia tatap dadanya dan saat itu juga kedua alisnya terangkat naik dengan pupil melebar. Sendirinya baru menyadari jika ada memar disana. Hembusan nafas berat menyapa gendang telingaku, lantas aku mencuri pandang ke arahnya.

Lieve-ku terlihat kecewa. Maka tanpa lagi membuang waktu, ia menyatukan kembali manik piyama.

Aku menyesal dengan ucapanku. Tapi aku pun tak ingin menambah rasa sakit yang ia rasa.

"Sorry—"

Ucapannya terhenti begitu saja dengan kepala menunduk. Aku segera meraih leher V dan membawanya dalam dekap hangatku. Mengusap belakang kepalanya lembut kemudian ku kecupi puncaknya. Aku bisa merasakan jemarinya meremas tuxedo-ku. Isaknya pun turut mengisi gendang telinga.

"Hey, why are you crying?"

"I just—"

Sebelum semoat katanya tersambung, aku segera menekuk kedua lutut dan menatapnya dalam. Ku hapus likuid bening yang telah membasahi kedua pipi dengan ibu jari dan menggantinya dengan kecupan lembut pada kelopak.

"Seharusnya aku bisa menahan diriku. Maaf, lieve"

V terdiam. Ia menatapku sendu seraya menahan rasa sedih yang teelanjur menyeruak.

"Don't cry, my lieve. I feel so sad seeing you like this" 

Suasana menjadi sangat hening. Hanya kami yang saling memandang dan menyelami satu sama lain dalam kesunyian selama beberapa menit. Jika saja aku mampu menghentikan waktu, mungkin ia akan cemburu. Sebab aku terlalu egois dalam mencintai V-ku. Aku tak ingin satu sekon pun membawa V lepas dariku.

"Did you just said 'my lieve'?" ucapnya lirih.

"Yeah. Yes, V. What's wrong?"

Ku kejar manik cokelat yang berlarian dalam menatap kesungguhanku.

"Can i ask you something?"

"Sure. What is that?"

"Are we each other boyfriend's or—?"

Seketika aku ingin tertawa. Aku tak mengenal istilah semacam itu selama hidupku. Bahkan dengan Lady sekalipun. Lantas, aku menunduk dan keluarlah kekehanmu walaupun lirih. Namun, V menatapku dengan dahi berkerut dalam.

"Am i joking to you, Jin?"

Aku mulai panik. Segera ku usap rahangnya dengan ibu jari sebelum mengecup bibirnya yang membuat celah.

"You're my boyfriend. And you're my boyfriend. Is it clear?"

Mungkin Lieve-ku sedang membutuhkan pengakuan atas prisensi dirinya selama ini. Tapi memang benar, dia kekasihku.

My only one.

V menitikkan air matanya kembali. Segera ku bawa ia dalam pelukku sebelum tangisnya pecah.

"Are you serious?"

"Of course! I call you Lieve without any reason." bisikku.

Kuraih rahangnya sehingga iris kami kembali bertemu.

"I've fallen love with you since the first time we met"

• K R A C H T •  JINV • ABOWhere stories live. Discover now