[17] P.I.N.K.U.

81 19 0
                                    

[17] P.I.N.K.U.

Oleh: Ayu Welirang


"Jadi, gimana, Ndan?" tanya T-Rex lewat telepon. Karena ia sedang mode bekerja walau di rumah, ia kembali menjadi predator apex.

"Nggak kedengaran. Sebentar lagi ini gue sampai tempat Om Indra. Buset ojeknya ngebut banget," jelas Rambu dari seberang telepon.

T-Rex menahan tawa. Bosnya kadang-kadang tidak seserius yang ia bayangkan, apalagi setiap Bianca menjelaskan kalau Rambu sangat 'serius', 'kalem', dan 'pendiam'. Lelaki yang diidam-idamkan. Ah... Bianca. Sedang apa dia di surga?

T-Rex menghalau pikiran dan kenangannya tentang kolega sekaligus perempuan yang ia sukai itu, kemudian kembali pada misi.

Dari ujung telepon, suara klakson dan teriakan cempreng seorang gadis menghiasi komunikasinya dengan Rambu.

"Itu Gamar yang bawa motor?"

"Iya, makanya, entar lagi teleponnya. Apa pun yang harus lu kerjain, kerjain aja sekarang. Gue akan tanggung jawab kalau ternyata lu harus pakai cara 'ilegal'. Yang penting masalah 10 tahun lalu bisa selesai dulu. Setidaknya kalau memang pelaku benar kekasih Airin, dia akan bisa mendapatkan keadilan yang dia inginkan," jelas Rambu panjang lebar, diselingi suara knalpot nyaring RX King yang lewat.

Kini suara Gamar terdengar lagi. Ia teriak-teriak karena suaranya terhalang helm dan deru kendaraan di jalanan. "Bang Rambu, tutup dulu teleponnya. Lo nggak dengar tuh RX King? Banyak begal di sini! Kan ngaco aja masa polisi kena copet?!"

"Iya, iya! Gue tutup nih," jawab Rambu pada Gamar, kemudian beralih pada T-Rex, "Lu kerjain aja apa yang harus lu kerjain, Yas. Kalau nanti ada apa-apa sama atasan, bilang aja lu juga dipaksa dan diancam sama gue."

"Siap, Ndan! Gue akan luring dulu dari VPN kantor. Gue mau ke tempat meditasi gue." T-Rex lalu menutup telepon setelah Rambu memutus sambungan komunikasi mereka duluan.

T-Rex kini menutup laptop yang biasa ia pakai di kantor. Kemudian, ia membuka laci dan mengambil kunci untuk lemari besar yang ada di samping rak bukunya. Dibukanya lemari itu dan diambilnya laptop lain.

Lelaki yang tampak paling ceria di antara anggota tim Rambu itu, kini memasang wajah serius. Ia keluar pintu kamar perlahan. Setelah memastikan kakaknya tak lagi menangis—mungkin sudah tertidur—ia kini menuruni tangga rumahnya dan pergi.

***

Sekitar satu jam perjalanan, T-Rex sampai di sebuah kontrakan yang tersembunyi dalam sebuah gang. Gang tersebut ramai, karena memang ada banyak kontrakan serta indekos lain. Letak gang itu persis di belakang sebuah kampus teknologi ternama di perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Perjalanan ke sana dengan motor, tak terlalu lama jika sedang apes. Untungnya, jalanan yang T-Rex lewati tadi tidak terlalu ramai karena sudah lewat tengah malam.

T-Rex membuka pagar kontrakan. Derit engselnya yang berkarat membuat seorang bapak tua yang tengah merokok kretek hanya berkaus singlet dan sarung, serta satu peci hitam menengok pada arah terbukanya pagar. Saat melihat penjaga kontrakan petak dua lantai itu memiringkan kepala, T-Rex tersenyum ramah. Social engineering mungkin maksudnya.

"Lah, gua kira lu udah nggak ngekos di sini," kata penjaga kontrakan dengan logat Betawi.

T-Rex menyalami penjaga kontrakan itu dan berkata, "Ya nggak lah, Encang. Emang sibuk aja baru sempet balik ke kosan."

"Kerja apaan sih lu? Bayar kosan rajin, tapi nggak pernah ditempatin. Kerja yang enggak-enggak ya?" canda penjaga kosan sambil mencubit pinggang T-Rex dan tersenyum penuh selidik.

NirkapalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang