[13] Titik Temu Pertama

80 19 0
                                    

[13] Titik Temu Pertama

OIeh: Ninna Tiska


"Seniman apa, Mas?"

Niur kembali memandangi barang-barang dan tas yang teronggok di bangku belakang. Ia mengalihkan pandangan ke pria dibelakang kemudi yang mulai menyalakan mesin mobil.

"Ah? Apa maksudmu?"

Pria itu balik bertanya dengan dingin tanpa memalingkan pandangannya dari jalanan didepan kemudi.

"Yah, kan seniman ada banyak bidang. Ada seniman lukis, seniman patung, sastra atau seni peran gitu"

Niur memberi penjelasaan, rasa penasarannya tiba-tiba berubah menjadi rasa kurang nyaman. Ada sebersit perasaan mengganjal yang tak bisa dijelaskan.

"Kalau begitu, aku termasuk dalam seni peran." Pria asing itu menjawab, disusul suara tawa.

Niur tersenyum kecil, ia beringsut dibangkunya. Perasaan anehnya semakin menjadi setelah mendengar jawaban si pria, Niur mengeluarkan handphonenya dari dalam tasnya. Berulang kali ia menekan-nekan tombol power, meskipun layar itu tetap tak bergeming menampilkan layar hitam tak menunjukan respon apapun.

"Maaf, mas, aku boleh numpang ngecash HP nggak ya?" Niur memberanikan diri bertanya, menatap dashboard dengan harap.

"Aku tidak membawa kabel charge." Si pria menjawab dengan sedikit nada geli.

"Oh, baiklah. Maaf ya, mas. Sepertinya saya jadi semakin merepotkan kamu"

Sial, kenapa sampai lupa bawa power bank sih...

"Tidak perlu sungkan," tampik si pria. "Apa kamu pernah baca karya-karya Shakespeare?"

"Hanya pernah membaca Romeo and Juliet saja sih," jawab Niur, singkat.

Mobil yang ditumpanginya terus melaju menerobos hujan, menyalip beberapa kendaraan didepannya.

"Sudah kuduga, seperti orang-orang kebanyakan ya. Romeo dan Juliet," dengus si pria. "Orang-orang hanya suka pada sesuatu yang sudah terkenal."

"Kalau kamu suka yang mana? Dari karya-karya Shakespeare?"

Niur bertanya mengusap hidungnya perlahan, ia menghidu suatu aroma tak sedap.

"Aku sangat menyukai Othello. Kau tahu? Walaupun disini hampir tidak ada yang pernah membaca drama itu. Menurutku, Othello adalah karya yang menakjubkan, seharusnya karya ini lebih terkenal daripada roman picisan seperti Romeo dan Juliet," jelas si pria dengan bersemangat, ia menyinggungkan senyum yang lebih terlihat seperti seriangai bagi Niur.

"Benarkah?" ujar Niur, ia mulai merasakan gejolak diperutnya. Aroma ini benar-benar mengganggu indera penciumannya dan perasaannya semakin tak nyaman.

"Tentu saja. Othello itu ceritanya menarik. Bercerita tentang keserakahan, kecemburuan, dan penipuan. Waktu pertama kali membacanya, aku tidak pernah berpikir kalau suatu tragedi semacam itu bakal memiliki hubungan denganku."

"Drama dari abad ke 15 bisa dialami abad 21?"

Niur memalingkan wajah, menatap pria dibalik kemudi antara terkejut dan tak percaya.

Sudut mulut si pria hanya terangkat sedikit, "Tapi, aku tidak akan seperti Othello, yang jatuh ke dalam perangkap orang-orang seperti itu. Aku akan binasakan semua yang terlibat satu per satu."

Deg!

Niur merasakan seolah jantungnya berhenti berdetak. Aroma anyir yang memenuhi rongga paru-parunya serasa semakin mengaduk-aduk isi perutnya.

NirkapalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang